Dari Rodeo Urban hingga Struktur Futuristik dan Manifesto Puitis, Panggung JF3 Dikuasai Sentuhan Haute Couture
KABARINDO, JAKARTA — Malam Minggu (27/7), panggung Jakarta Fashion & Food Festival (JF3) 2025 menjadi saksi kehadiran tiga desainer visioner dari Paris yang mempersembahkan koleksi penuh karakter, inovasi, dan keberanian artistik. Jude Ferrari, Louise Marcaud, dan Solène Lescouet menghadirkan narasi busana yang berbeda-beda namun sama-sama menggugah, membawa nuansa haute couture Paris ke tengah gemerlap ibu kota.
Maison J. Simone: Rodeo yang Tak Biasa
Jude Ferrari, lulusan Central Saint Martins dan pendiri Maison J. Simone, membuka peragaan dengan koleksi bertajuk “RODEO”—sebuah eksplorasi estetika antara semangat koboi Texas dan kekuatan perempuan urban. Siluet berani dengan aksen fringe, kulit distressed, dan sepatu runcing berpadu dengan bahan seperti denim kasar, suede, mesh rajut, hingga jersey teknis.
“RODEO adalah cerita tentang mereka yang menunggang tanpa pelana, sesekali jatuh, namun selalu bangkit kembali,” ujar Jude, menggambarkan filosofi di balik koleksi ini.
Mengusung produksi berkelanjutan, seluruh material koleksi ini berasal dari deadstock, sementara teknik pewarnaan bebas air menjadi bagian dari komitmen lingkungan. Rangkaian 20 tampilan ini tidak hanya menonjolkan gaya, tetapi juga kekuatan dan keanggunan yang saling melengkapi. Beberapa potong koleksi bahkan dapat dibeli langsung di lokasi.
Louise Marcaud: Arsitektur dalam Gerak
Louise Marcaud memperkenalkan koleksi “Rétrograde”, yang menggabungkan struktur arsitektural dan fluiditas tubuh dalam sebuah interpretasi mode yang kuat dan ekspresif. Terinspirasi oleh Bauhaus, Le Corbusier, Jean Dubuffet, dan estetika olahraga seperti balap motor dan sepak bola Amerika, koleksi ini tampil dengan bahu tegas, garis bersih, dan volume yang dipahat rapi.
“Saya ingin pakaian ini tidak hanya membungkus tubuh, tapi juga berbicara tentang siapa kita: kuat, sensitif, dan terus bergerak,” tutur Louise.
Koleksi ini menampilkan 20 tampilan dengan total 50 potong pakaian, menggunakan bahan alami seperti wol, katun, dan sutra dari stok mati. Semua dibuat secara lokal di Paris dengan prinsip produksi berkelanjutan. Beberapa item tersedia untuk dibeli langsung, sementara sisanya dirilis melalui pre-order atau layanan made-to-measure yang ditawarkan melalui situs resmi.
Solène Lescouet: Manifesto Puitis dalam Mode
Solène Lescouet menutup malam dengan paduan teatrikal dan emosional dalam koleksi kompilatif dari empat proyek terakhirnya: Punkettes Attack!, The Tales of Solène, Circus, dan Crimson Lovers 2025. Koleksi ini mencerminkan DNA khas sang desainer: eksentrik, eksperimental, namun tetap menggugah rasa.
Desainnya dirancang tanpa batasan gender, menjadikan busana sebagai sarana komunikasi personal. Plissé dramatis, motif cetak ekspresif, serta siluet yang mendobrak konvensi menghadirkan pengalaman mode yang nyaris teatrikal.
“Saya percaya busana bisa menjadi ruang kenangan, bisa mengikat emosi, dan membuat kita merasa terlihat,” kata Solène dengan penuh keyakinan.
Setiap potong dibuat secara made-to-order di Paris, menggunakan bahan alami dari deadstock dan diproduksi dalam jumlah terbatas. Beberapa tersedia langsung tergantung ketersediaan bahan, namun sebagian besar dibuat berdasarkan pesanan khusus—menciptakan hubungan intim antara pencipta dan pemakainya.
Panggung Global untuk Mode Lotwe 5kal dan Internasional
Kehadiran ketiga desainer asal Paris ini menjadi bukti kuat bahwa JF3 tidak hanya menjadi ajang perayaan mode lokal, tetapi juga jembatan kreatif antarnegara yang mempertemukan estetika, nilai, dan inovasi dari berbagai penjuru dunia.
Dengan mengangkat keberlanjutan, warisan budaya, dan ekspresi individu sebagai nilai utama, kolaborasi lintas negara seperti ini diharapkan mampu memperkaya khazanah mode Indonesia, sekaligus memperkuat posisinya di kancah internasional. Foto: Ade Oyot