KABARINDO, JAKARTA - Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar menegaskan supaya Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) harus berpihak pada korban.
Hal tersebut harus dilakukan supaya bisa memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
"Keberadaan RUU TPKS sangat dibutuhkan sebagai regulasi yang mengatur penanganan kasus kekerasan seksual yang memihak pada korban dan mengutamakan pemulihan korban," kata Nahar dalam webinar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia yang diikuti secara daring di Jakarta, Sabtu (18/12/2021).
Menurut Nahar, selama ini penanganan kasus kekerasan seksual membutuhkan keterangan dari saksi, padahal seringkali kasus kekerasan seksual tidak ada seorang pun saksi.
Dengan adanya RUU TPKS yang berpihak pada korban diharapkan supaya bisa menyelesaikan kasus tersebut.
"Keterangan korban tidak dianggap sebagai kesaksian kan jadi persoalan tersendiri ya. Sudah jadi korban, memberikan keterangan tidak dianggap keterangan saksi lagi," paparnya.
Nahar menegaskan bahwa regulasi RUU TPKS harus benar-benar berpihak pada korban.
"Ini upaya-upaya yang dilakukan dan memang harus ada regulasi payung hukum seperti RUU TPKS sehingga kepentingan-kepentingan korban terwakili," kata Nahar.
Dengan adanya RUU ini diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual dan upaya memutus rantai kasus kekerasan seksual.
Adapun, RUU TPKS sebenarnya diusulkan sejak 2016, akan tetapi karena adanya perdebatan sehingga RUU ini belum disahkan. Kini RUU TPKS masuk kembali Prolegnas pada Januari 2021.
Namun selanjutnya RUU TPKS belum ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR dalam Sidang Paripurna DPR yang diselenggarakan pada Kamis (16/12/2021).
Sumber berita: Antara
Foto: Pixabay