Tantangan Paling Umum Sebelum Menikah: Ekspektasi Orang Tua dan Biaya
Surabaya, Kabarindo - Populix mengungkapkan bahwa ekspektasi orang tua dan bujet yang terbatas menjadi tantangan paling umum bagi pasangan milenial dan gen-Z yang berencana melangkah ke jenjang selanjutnya.
Fakta ini ditemukan dalam sebuah laporan terbaru bertajuk “Pre and Post Wedding: Financial Planning and Management”. Laporan tersebut merupakan penelitian lanjutan dari laporan serupa yang diterbitkan pada Maret 2023 lalu.
Survei dilakukan kepada 1.038 responden pada September 2024, mayoritas generasi milenial dan Z. Responden terbagi menjadi responden lajang sebanyak 512 orang, yang sekitar 70%-nya berencana untuk menikah dan 526 orang sudah menikah. Sebagian besar responden dari kelas pekerja, dengan latar belakang sosial ekonomi didominasi oleh kalangan menengah ke atas.
Secara keseluruhan, ada lima tantangan yang dihadapi milenial dan gen-Z yang merencanakan pernikahan. Dimulai dari keterbatasan bujet yang dialami 59% calon mempelai, kemudian ekspektasi orang tua yang dikeluhkan oleh 57% pasangan, selanjutnya 46% responden yang mengaku mengalami kesulitan untuk mencapai kesepakatan dengan pasangannya. Selain itu, 46% responden kesulitan menemukan titik temu dengan berbagai vendor pernikahan, seperti wedding organizer, catering dan pengelola gedung. Terakhir adalah keterbatasan waktu persiapan pernikahan yang dialami 38% calon mempelai.
Indah Tanip, VP of Research Populix, mengatakan ada sedikit penurunan khususnya pada faktor keterbatasan bujet. Namun pada dasarnya temuan ini senada dengan data yang ditemukan dua tahun lalu. Pada tahun ini secara khusus juga diteliti pengalaman lebih dari 500 pasangan yang sudah menikah, Mereka membenarkan, faktor keuangan dan ekspektasi keluarga menjadi dua tekanan sosial yang paling sering dialami sebelum menikah.
Dari delapan tekanan prapernikahan sesuai pengalaman pasangan yang sudah menikah, tiga di antaranya dipengaruhi oleh keluarga. Pertama adalah tekanan untuk menemukan pasangan yang sesuai dengan harapan keluarga yang dialami 37% responden. Kemudian 33% mengeluhkan adanya dorongan untuk segera menikah dari keluarga. Terakhir adalah tekanan untuk mematuhi norma atau tradisi pernikahan keluarga yang dialami 25% responden.
Kemudian ada tiga faktor yang berasal dari segi finansial maupun karir. Mulai dari tekanan untuk mapan secara finansial sebelum menikah yang diungkapkan 35% responden, tekanan untuk mengadakan pernikahan besar dan mewah oleh 16%, dan terakhir adalah tekanan untuk menyelesaikan pendidikan atau mencapai jenjang karir tertentu sebelum menikah yang dialami 12% responden.
Lingkungan juga menjadi pemicu tekanan bagi para calon mempelai. Sekitar 31% responden mengeluhkan pertanyaan terus-menerus tentang rencana pernikahan dari kerabat dan teman. Sedangkan 33% mengalami tekanan saat membandingkan diri dengan teman yang sudah menikah.
“Meskipun begitu, sebagian besar responden menanggapi berbagai tekanan sosial tersebut dengan membuat keputusan berdasarkan kesiapan diri sendiri, ketimbang tekanan dari luar. Faktor utama dalam menghadapi tekanan ini adalah kesiapan mental dan emosional, yang menunjukkan bahwa kesiapan pribadi adalah kunci bagi mereka ketika mempertimbangkan pernikahan,” ujar Indah.
Foto: ilustrasi istimewa