KABARINDO, TANGSEL - Sebuah sekolah di kawasan Tangerang Selatan (Tangsel) memperkusi dan membuat keputusan sepihak kepada salah satu siswanya. Apa yang membuat sekolah tersebut melakukan tindakan yang tidak berkeadilan tersebut?
Diawali keributan di aplikasi WhatsApp (WA) antara kedua siswa yang bersekolah di Ehipassiko School di BSD Tangsel, salah satu murid bernama Niken Clara Wijaya yang duduk di kelas 7 atau 1 SMP dipersekusi dan dikeluarkan atau dipecat secara sepihak dari sekolah tersebut. Bahkan sebelumnya perempuan 11 tahun tersebut tidak diizinkan masuk ke kelas untuk menerima pembelajaran atau hak pendidikannya sebagai siswi.
Ayah dari Niken Clara, Felix Sinaga mengatakan pihak Ehipassiko School telah berbuat persekusi atau semena-mena dan menjadikan buah hatinya sebagai korban kebijakan serta kesewenang-wenangan otoritas kepala sekolah.
Persekusi adalah perlakuan buruk (perburuan) sewenang-wenang terhadap seseorang yang disakiti atau dipersusah secara sistematis oleh individu atau kelompok.
"Sekarang anakku sedih dan murung saja kerjanya di rumah. Dia stres tidak menerima proses pembelajaran lagi, apalagi bertemu dan bermain dengan teman-teman sekolahnya. Kenapa pihak sekolah tega sekali memecat atau mengeluarkan Niken, anak saya dari sekolah padahal dia anak yang pintar, ceria dan periang, bahkan dia peraih predikat murid teladan saat MPLS (masa pengenalan lingkungan sekolah) kemarin," kata Felix kepada wartawan di BSD City, Tangsel, Senin (5/8/2024).
Diakui, Felix sudah mendatangi untuk mengadu ke pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Tangsel dan Polsek Serpong BSD City. Namun kedua instansi tersebut belum bertindak karena masih harus melakukan kajian lebih dalam. Selain itu, ia juga sudah mendatangi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan bersurat ke Itjen Kemendikbud terkait masalah yang dihadapi anaknya Niken.
Berikut Kronoligisnya:
Pada, Sabtu (27/7/2024) saat libur sekolah, Niken Clara dan teman kelasnya Nikita Angelique ribut di WA. Mereka saling mengirim pesan balas berbalas di rumah masing-masing, bukan di lingkungan sekolah.
Senin (29/7/2024) orangtua Nikita mengadu ke pihak Ehipassiko School yang berujung pemanggilan Niken. Selanjutnya dibuat berita acara pertemuan (BAP) kedua guru. Dalam BAP tersebut terdapat sanksi-sanksi yang dituliskan oleh guru dan harus ditandatangani oleh Niken tanpa sepengetahuan dan pendampingan orangtua atau wali murid.
"Sepulang sekolah anak saya Niken bercerita soal BAP dan isi sanksi yang harus dia tandatangani itu. Mereka menyatakan bahwa Niken akan diberi surat peringatan (SP) pertama. Anak saya mempertanyakan kapan SP-1 akan diberikan dan dijawab gurunya, Putra besok Selasa (30/7/2024)," ungkap Felix.
Dalam BAP tertera setelah diterbitkan SP-1, lalu di kemudian hari kejadian itu terulang lagi, maka siswa akan dikeluarkan dari sekolah Ehipassiko.
"Kami selaku orangtua tentu keberatan dengan isi BAP dan sanksi itu. Akhirnya kami orangtua menyambangi dan minta penjelasan. Tetapi pihak sekolah saat itu kepala sekolah, guru BK dan bagian kesiswaan bersikeras bahwa BAP dan sanksi yang diberikan sudah tepat. Pertemuan atau mediasi pun bubar tanpa hasil," tambahnya.
Selasa (30/7/2024) Niken meminta untuk tidak masuk sekolah karena merasa terintimidasi dan takut pergi ke sekolah.
Rabu (31/7/2024) Felix meminta tolong rekannya seorang anggota DPRD Tangsel untuk bertindak sebagai mediator dan memediasi perbedaan pendapat antara orangtua murid dengan Ehipassiko School. Namun proses mediasi gagal terwujud.
"Namun ada hal yang lebih menyakitkan. Ternyata tanpa sepengetahuan kami, anak saya Niken digiring dari kelas ke ruang kepsek oleh wali kelasnya. Disana anak saya ditahan atau disandera mulai pukul 07.00 hingga 14.00 WIB. Dia disuruh diam dan tidak boleh kemana-mana. Beruntung ada ketua kelasnya yang bersedia membantu membelikannya air minum. Anak saya dilepaskan dari ruangan itu saat awal pelajaran terakhir yaitu TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi)," papar dia.
Felix mengaku bingung dengan hukuman yang diterima Niken yakni dikeluarkan dari kelas dan tidak boleh mengikuti pelajaran, padahal sanksi itu tidak ada dalam BAP. Hukuman tersebut diberikan oleh kepala sekolah untuk memaksa orangtua agar tidak melawan atau menolak isi dari BAP.
Kamis (1/8/2024) Felix menerima surat elektronik (email) dari Ehipassiko School bahwa Niken dikeluarkan dari sekolah dengan kalimat dikembalikan kepada orangtua.
"Saya khawatir anak saya yang putus di awal sekolah padahal baru dua minggu proses belajar mengajar. Bagaimana nasibnya terkait hak pendidikannya. Padahal masa depan anak masih panjang. Saya menduga jika Niken ini menjadi incaran dari kepsek Ehipassiko School agar dikeluarkan dari sekolah, karena sebelumnya kami pernah berselisih saat awal penerimaan murid baru di sekolah ini," tandas Felix Sinaga.
Sementara Ketua Yayasan Pancaran Dharma Ratana yang menaungi sekolah Ehipassiko School BSD, Febrian Temansjah menyangkal pihaknya telah melakukan persekusi terhadap salah satu anak didiknya. Hal itu dikarenakan Niken dipanggil ke ruang guru dan menunggu di tempat tersebut.
"Saat ini kami juga masih menunggu hasil keputusan dari pihak Dinas Pendidikan Tangsel karena saat ini masih proses pemeriksaan tengah berjalan. Jadi saya sebagai pihak sekolah tidak dahulu memberikan informasi sebelum masalah ini clear. Ketika hasilnya sudah keluar, baru kami akan menjelaskan informasi lebih lanjut bila dibutuhkan. Hal ini dikarenakan kami berada dibawah Dinas Pendidikan. Jadi kami menunggu hasil putusannya. Biarkan mereka (dinas pendidikan) bekerja dan melihat secara real," pungkas Febrian.
Foto : Sekolah Ehipassiko School BSD di Tangerang Selatan.