KABARINDO, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menanggapi rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang memberhentikan permanen mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Muhadjir menilai, rekomendasi pemberhentian tersebut sangat berlebihan. Pasalnya, kata dia, masalah tersebut mestinya bisa diselesaikan melalui rembugan baik-baik.
“Pak Menkes sudah berbicara dengan saya mengenai langkah yang akan dilakukan. Nanti akan kita tindak lanjuti,” ujar Muhadjir dalam keterangan yang diterima, Kamis (31/3/2022).
Menko PMK mengaku dia telah bertemu dengan Ketua IDI yang baru dikukuhkan, Adib Khumaidi.
“Jadi dua-duanya ini (IDI dan dr Terawan) tujuannya sama-sama baik. IDI punya tanggung jawab menegakkan kode etik profesi, Pak Terawan memiliki panggilan jiwa yang untuk melakukan terobosan dan inovasi. Hanya, mungkin tingkat pertemuannya yang tidak intens saja, kemudian menjadi masalah yang berkepanjangan,” ucapnya.
Menurut Muhadjir, berdasar penjelasan yang didapat, IDI pada prinsipnya terbuka dan akan berusaha mencari titik temu berkait dengan pelanggaran kode etik yang menimpa dr Terawan.
Dia berharap, IDI tetap bisa menegakkan disiplin bagi anggotanya namun juga bisa memberikan peluang adanya inovasi dan terobosan yang digagas dan diinisiasi oleh anggotanya.
“Terobosan dan inovasi itu kan sangat penting, sehingga ilmu kedokteran Indonesia tidak mandeg. Kalau tidak ada yang melakukan terobosan inovasi kita khawatir program percepatan transformasi di bidang kesehatan akan mandeg. Perkembangan ilmu dan praktek kedokteran Indonesia bisa jauh tertinggal,” katanya.
Sebagai informasi, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) belum lama ini merekomendasikan pemberhentian mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam Muktamar IDI ke-31 yang digelar di Banda Aceh pada Jumat Jumat (25/3) lalu.
Ini bukan kali pertama MKEK menjatuhkan sanksi pemecatan kepada dr Terawan. Pada 2018 lalu juga beredar surat keputusan pemecatan sementara karena Terawan dinilai menyalahi kode etik kedokteran melalui metode cuci otak yang dia lakukan. Foto : Biro Pers Setpres