KABARINDO, JAKARTA - Pakar politik sekaligus akademikus Universitas Bengkulu Dr Panji Suminar mengatakan selain objektif melihat visi misi pasangan calon presiden, pemilih juga bisa menjadikan indikator subjektif sebagai acuan memilih.
"Kalau kalangan menengah ke atas biasanya mereka sudah punya pilihan setelah menganalisa atau membahas lebih dalam dari visi misi calon. Namun kalangan menengah ke bawah biasanya kadang tidak melihat visi misi calon, namun masih ada acuan alternatif dalam menentukan pilihan, dengan indikator subjektif," kata Panji Suminar di Bengkulu, Rabu.
Visi misi pasangan calon, maupun konklusi debat merupakan indikator objektif dalam menentukan pilihan pasangan calon. Semestinya, kata Panji, setiap pemilih harus berpedoman pada visi misi tersebut dalam menentukan sosok yang akan mereka titipkan suara untuk menjadi pemimpin lima tahun ke depan.
"Namun, tidak semua orang mau melihatnya visi misi, padahal visi misi itu bisa diakses di berbagai media, termasuk dalam debat kandidat. Ketika tidak melihat visi misi, debat kandidat bisa menjadi pertimbangan memilih, performa daripada kandidat juga termasuk dalam indikator subjektif," ucapnya.
Selain itu, indikator subjektif lainnya soal religiusitas kandidat, ideologi, kecerdasan, fisik, umur, kesehatan, bahkan perawakan termasuk dalam indikator tersebut.
"Kalau mereka tidak membaca visi misi, maka pilihlah sesuai hati, indikator subjektif apakah orang yang pandai, santun, muda, religius, atau tegas, nasionalis, bahkan ganteng atau cantik, itu adalah indikator-indikator subjektif, pilihlah yang menurut pemilih baik," kata dia.
Yang terpenting kata dia, masyarakat jangan golput, banyak cara yang bisa dijadikan untuk menentukan pilihan, sehingga tidak ada alasan untuk tidak memilih.
"Memilih menentukan nasib bangsa lima tahun ke depan, tentukan pilihan menggunakan indikator objektif, atau subjektif atau pun keduanya, atau yang paling dasar, menurut hati yang paling baik, maka pilihlah kandidat tersebut," ujarnya.