FFWI Itu Supremasi Apresiasi Wartawan Untuk Perfilman Nasional
KABARINDO, Jakarta- Ketua Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI) Wina Armada Sukardi dengan tenang mengatakan tudingan Akhlis Suryapati, yang menilai FFWI yang mendapatkan dukungan penuh dari Direktorat Perfilman Musik dan Media (PMM) Kemendikbudristek RI, adalah sebentuk "suap" terselubung atau pemberian mainan baru, agar wartawan "anteng' atas gelaran Festival Film Indonesia (FFI) adalah ngawur sama sekali.
"Nampaknya banyak yang tidak faham, FFWI hadir bukan untuk meredam daya kritis para wartawan film dan kebudayaan, termasuk terhadap FFI sekalipun. Tak ada hubungan FFWI dengan kewajiban apapun untuk menghilangkan atau mengurangi daya kritis wartawan film dan kebudayaan, termasuk kepada FFI," kata Wina Armada Sukardi di Jakarta, beberapa waktu lalu yang dilansir dari laman suaramerdeka pasca webinar I FFWI 2022.
Sebelumnya, Akhlis Suryapati yang juga Ketua Sinematek Indonesia
menulis dalam opininya berjudul; KKN di Sela PEN Subsektor Film https://jakarta.suaramerdeka.com/opini/pr-1343432198/kkn-di-sela-pen-subsektor-film, menilai wartawan sudah kehilangan daya kritis kepada FFI karena sudah diberikan "permen" bernama FFWI.
“Contoh saja nih. Sempat wartawan mengkritik bahwa FFI (Festival Film Indonesia) kualitasnya merosot, amburadul, tak punya marwah, tanpa gaung, dan sebagainya. Sebentar berikutnya, mendadak FFI tidak masalah, bagus-bagus saja, bahkan sukses-istimewa. Apakah FFI-nya yang berubah dari sebelumnya? Bukan, saudara-saudara! Melainkan karena ada permen bermerek festival film wartawan.”
Jelas, tudingan Akhlis Suryapati, justru makin membuat FFWI tetap kritis kepada FFI.
"Justeru kehadiran FFWI membuat wartawan film dan kebudayaan semakin kritis. Melihat realitas yang ada, dalam konteks apapun yang terkait. PEN dan potensi penyelewengannya. Wartawan juga tetap menyoroti peran dan kedudukan BPI yang tak jelas. Juga jika ada problem terhadap FFI. Jadi, tak ada satu pun kewajiban wartawan untuk tidak boleh kritis lagi termasuk kepada FFI," kata Wina Armada Sukardi.
Wina menambahkan, meski demikian, wartawan film dan kebudayaan juga tidak harus membabi buta “menghajar” sesuatu, termasuk terhadap FFI.
Karena diakui atau tidak, dalam dua tahun belakangan, FFI telqh melakukan serangkain perubahan, baik dalam sistem penjurian, administrasi dan lain-lain sebagai upaya melakukan perbaikan. Ini sesuatu yang juga hasilnya dilihat oleh wartawan film dan kebudayaan.
"Bukan lantaran kita dikasih permen, apalagi sedang makan permen. Makanya jika kemudian hari di FFI terjadi set back, terjadi sesuatu yang tidak wajar, kami jamin wartawan film dan kebudayaan bakal segera melaksanakan fungsi sosial kontrolnya. Tetap bakal melakukan kritik. Jadi, santai aja, Broe," kelakar Wina Armada Sukardi.
Dan jangan lupa, imbuh Wina, penyelenggara FFWI dengan besar hati mengakui, FFWI pun bukan tanpa kekurangan. Tapi FFWI berupaya terus memperbaikinya.
"Dengan menyelenggarakan FFWI, kita menjadi lebih faham, apa saja hak-hal yang mungkin menjadi problem dalam pelaksanaan sebuah festival. Makanya kami lapang dada menerima segala kritik dan saran. Lapang dada pula menerima jika ada sumpah serapah," kata Wina yang juga dikenal pakar hukum pers itu.
Meski demikian, sekali lagi Wina Armada Sukardi menekankan, sesuai prinsip keberimbangan dalam jurnalistik, pihaknya sebagai wartawan, bakal tetap kritis termasuk terhadap informasi tidak proposional, tidak base on data dan sebagainya.