Oleh: M. Subhan SD
Co-Founder Palmerah Syndicate
Menyusuri jalan-jalan berbatu dengan kontur naik-turun di kota tua bertembok Yerusalem, seperti tak percaya bahwa kota cantik itu penuh ironi. Sampai hari ini, kota itu menjadi titik api yang selalu terbakar dan penuh bara api konflik.
Sejak ribuan tahun silam Yerusalem diguncang konflik. Setidaknya, berdasarkan situs paling lama, yaitu Surat-surat Amarna di Mesir, tercatat bara api di Yerusalem terjadi sejak sekitar tahun 1300-an SM. Nyaris tak berbilang lagi berbagai bangsa mendiami dan menguasai Yerusalem. Sejak bangsa Kanaan, Mesir, Persia, Neo-Babilonia, Yahudi, Palestina, Yunani, Romawi, Muslim, Mongol, hingga Eropa (Inggris) di masa modern.
Tak heran, sejarah Yerusalem adalah sejarah penaklukan, bahkan sampai sekarang: penyerbuan, perebutan, penaklukan, pembantaian. Sepanjang sejarahnya, dalam rentang sekitar 4.000 tahun lamanya hingga sekarang, data statistik mengenai Yerusalem tercatat: kota luluh-lantak dihancurkan seluruhnya setidaknya dua kali, dikepung sebanyak 23 kali, diserang 52 kali, ditaklukkan dan direbut kembali sebanyak 44 kali, dan hanya dua kali penguasaan dilakukan secara damai (Eric Cline, Jerusalem Besieged: from Ancient Canaan to Modern Israel, 2004).
Padahal, Yerusalem berarti “kota damai”. Sangat ironi membaca sejarah Yerusalem. Atau inikah makna dari ungkapan civis pacem para bellum , jika menginginkan perdamaian, bergegaslah untuk berperang?
Setiap bangsa yang melakukan Yerusalem selalu memorak-porandakan kota itu. Hanya dua kali yang dikuasai secara damai. Salah satu penaklukan damai itu dilakukan oleh kaum Muslim. Setelah mengalahkan Romawi Bizantium (Romawi Timur), kaum Muslim berhasil menaklukkan Yerusalem pada tahun 638.
Tak seperti umumnya penaklukan sebelumnya yang selalu berdarah-darah dan penuh tragedi, di bawah Kaum Muslim Yerusalem menyerah secara damai. Tidak ada darah yang tercecer. Tak ada bangunan yang hancur. Bahkan pasukan Muslim begitu sabar menghadapi alotnya diplomasi dengan penguasa Yerusalem yang bersikukuh mempertahankan kotanya.
Penaklukan Yerusalem bermula saat kaum Muslim meraih kemenangan dalam Perang Yarmuk di Suriah, perang enam hari, tanggal 15-20 Agustus 636. Pasca kemenangan itu terbuka jalan untuk penaklukan seluruh wilayah Syam (meliputi tanah Kanaan, Palestina, Israel, Yordania, Suriah).
Setelah mengalahkan Bizantium di daerah Suriah, pasukan Amru bin Ash dan pasukan Abu Ubaidah, serta pasukan Khalid bin Walid bergerak menuju Yerusalem. Pasukan tiga panglima itu melakukan pengepungan terhadap Yerusalem, sekitar musim panas tahun 636.
Hanya pengepungan, tidak ada penyerangan. Pun tidak ada perlawanan juga dari Yerusalem. Hari demi hari pengepungan dilakukan. Hari berganti minggu, lalu berganti bulan, sampai berbilang tahun. Yerusalem hanya berada dalam pengepungan. Yerusalem adalah benteng imperium Romawi Bizantium.
Kaum Muslim dan Arab menyebut Yerusalem dengan nama Illiya. Illiya merujuk pada Aelia Capitolina, nama Yerusalem pada zaman itu, yang diberikan oleh Romawi. Sebagai komandan pasukan, Abu Ubaidah bin Jarrah menulis surat kepada penduduk Illiya agar mereka memeluk agama Allah atau mereka cukup membayar jizyah. Jizyah adalah pajak perorangan.
Namun, Patriark Yerusalem yang merupakan wakil Romawi Bizantium yaitu Sophronius menolak menyerah walaupun di luar tembok kota pasukan Muslim melakukan pengepungan. Sophronius memberikan syarat, bahwa ia bersedia menyerah asalkan proses rekapitulasi Yerusalem dilakukan di depan Umar bin Khattab, khalifah pemimpin umat Islam ( amirul mukminin ). Ia menolak menyerahkan Yerusalem kepada panglima yang mengepung Yerusalem.
Abu Ubaidah, komandan pasukan yang mengepung Yerusalem, lalu bersurat kepada Umar bin Khattab di Madinah, mengabarkan permintaan Patriark Yerusalem itu. Di Madinah, Umar bermusyawarah dengan para sahabat. Usman bin Affan menyarankan agar Umar tidak perlu memenuhi permintaan Patriark Yerusalem. Tetapi Ali bin Abi Thalib menyarankan agar Umar pergi ke Illiya alias Yerusalem alias Baitul Maqdis.
Secara psikologis, kedatangan Umar akan memperkuat semangat dan moral pasukan Muslim di sana. Umar pun berangkat memimpin delegasi menuju Yerusalem. Umar berangkat dengan membawa pesan damai, sesuai nama kota Yerusalem, “kota damai”. Umar juga menunjukkan bahwa Islam sejatinya agama yang cinta damai.
Salah satu makna Islam (dari kata as-Salmu ), artinya damai. “Dan jika mereka condong kepada perdamaian ( lis salm ), maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal : 61).
Jarak Madinah ke Yerusalem sekitar 1.200 kilometer.
Kala itu rata-rata ditempuh sebulan perjalanan menggunakan unta atau kuda. Sewaktu Umar berada di Jabiyah, Suriah (sebelah timur Dataran Tinggi Golan) sekonyong-konyong sekelompok tentara Romawi Bizantium datang dengan pedang-pedang terhunus. Pasukan Muslim terkesiap dan menghadang mereka dengan senjata pula.
Tetapi Umar berkata, “Sesungguhnya mereka datang ingin mencari perlindungan.” Menurut Ath-Thabari, ternyata mereka adalah tentara dari Baitul Maqdis yang hendak meminta perlindungan dan perdamaian sehingga Umar segera memenuhi permintaan mereka (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah , 2004).
Tatkala tiba di Yerusalem, Umar disambut Patriark Sophronius. Sophronius terheran-heran. Betapa Umar tidak memperlihatkan tokoh paling berkuasa di dunia saat itu. Padahal Islam kala itu adalah sebuah kekuatan besar yang menaklukkan Bizantium. Kekuatan Islam paling bersinar, meredupkan Bizantium dan Persia.
Namun, sebagai pemimpin kekuatan terbesar itu, Umar hanya terlihat biasa saja. Umar hanya mengenakan jubah sederhana, tak beda jauh dengan para pendamping dan pengawalnya. Bahkan ia menuntun sendiri unta tunggangannya.
Sikap Umar ini sangat penting sebagai sosok Islami, dan wajib saya catat dalam buku Negeri Para Nabi: Perjalanan Spiritual (2021). Sebagai pihak yang menang, Umar justru menunjukkan kerendahan hati sebagai pemimpin Islam. Pembebasan Yerusalem dikenal juga sebagai Fathul Umar bin Khattab.
Patriark Sophronius pun menyerahkan kunci kota Yerusalem kepada Khalifah Umar. Yerusalem dikuasai Islam tanpa pertumpahan darah. Umar dan kaum Muslim telah meneguhkan legacy bahwa Islam adalah ajaran yang penuh kedamaian.