Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Olahraga > SEA Games 2025 Thailand Ditutup, Indonesia Runner Up Klasemen!

SEA Games 2025 Thailand Ditutup, Indonesia Runner Up Klasemen!

Olahraga | 4 jam yang lalu
Editor : Orie Buchori

BAGIKAN :
SEA Games 2025 Thailand Ditutup, Indonesia Runner Up Klasemen!

KABARINDO, BANGKOK -- SEA Games 2025 Thailand ditutup dengan senyum yang pantas bagi kontingen Indonesia.

91 medali emas, 111 perak, dan 131 perunggu dengan total 333 keping medali mengantar Indonesia finis di peringkat kedua klasemen akhir.

Target 80 emas terlampaui, sejarah pun tercipta. Untuk pertama kali dalam 30 tahun terakhir, Indonesia kembali runner-up SEA Games saat tidak berstatus sebagai tuan rumah, menyamai pencapaian dalam SEA Games 1995 Chiang Mai, Thailand.

Angka-angka itu memberi alasan kuat untuk berbangga. Hasil di Bangkok juga menjadi raihan emas terbanyak Indonesia sepanjang keikutsertaan di SEA Games luar negeri setelah edisi 1989 di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan 102 emas dan 1991 di Manila, Filipina, dengan 92 emas.

Jika dibandingkan dengan SEA Games 2023 Kamboja, performa kali ini menunjukkan peningkatan yang nyata, baik dari sisi jumlah emas maupun sebaran prestasi di berbagai cabang olahraga. Di Kamboja, Indonesia meraih 87 emas, 80 perak, 109 perunggu. Di bawah Vietnam dengan 139 emas, 105 perak, 114 perunggu dan Thailand dengan 108 emas, 96 perak, 108 perunggu.

Kekuatan Indonesia dalam SEA Games 2025 tidak berdiri pada satu tumpuan. Atletik muncul sebagai penyumbang emas terbanyak dengan sembilan keping, disusul menembak dan panahan, masing-masing dengan enam emas.

Cabang lain juga turut andil besar dalam menyumbang medali emas seperti wushu dengan lima keping, lalu ada empat emas masing-masing dari panjat tebing, judo, dragon boat, dan pencak silat, serta cabang-cabang lainnya.

Melihat sebaran medali menunjukkan bahwa pembinaan kini relatif merata.

Beberapa cabang olahraga bahkan berhasil tampil dominan dan keluar sebagai juara umum, seperti panahan, wushu, dayung, pencak silat, bulu tangkis, dan triatlon.

Catatan ini kian lengkap dengan hadirnya emas perdana dari cabang-cabang yang selama ini belum menjadi arus utama, mulai ice hockey, hingga futsal putra.

Ekspansi prestasi semacam ini memberi sinyal baik tentang keberanian membuka ruang bagi cabang lain yang sebelumnya tak populer.

Di balik pencapaian itu, regenerasi atlet menjadi cerita tersendiri. SEA Games 2025 menghadirkan wajah-wajah muda yang tampil percaya diri di panggung Asia Tenggara.

Atlet generasi Z tak sekadar menjadi pelapis, tetapi juga turut mengambil peran penting dalam perolehan medali.

Dari angkat besi, skateboard, panjat tebing, hingga renang, para debutan menunjukkan estafet prestasi mulai berpindah tangan dengan cukup mulus.

Regenerasi ini penting, bukan hanya untuk SEA Games, tetapi juga sebagai bekal menuju Asian Games 2026 dan Olimpiade 2028 Los Angeles.

Dalam konteks ini, SEA Games 2025 dapat dibaca sebagai fase transisi yang berjalan relatif sehat.

Meski demikian, ada satu catatan yang patut dibaca dengan kepala dingin.

Indonesia memang melampaui target dan mencatat sejarah, tetapi tetap berada satu tingkat di bawah Thailand.

Status tuan rumah memberi keuntungan tersendiri bagi Thailand, namun fakta peringkat tetap menjadi cermin yang jujur tentang posisi Indonesia saat ini, karena dalam beberapa edisi terakhir juga Merah Putih di bawah Negeri Gajah Putih.

Catatan ini bukan untuk mengecilkan prestasi, namun sebagai pengingat arah.

Di sejumlah cabang olahraga terukur seperti renang dan atletik, tantangan Indonesia masih cukup besar. Di level Asia Tenggara, Indonesia mampu bersaing.

Namun untuk melangkah lebih jauh ke level Asia dan dunia, konsistensi performa dan peningkatan standar masih menjadi pekerjaan yang harus dilakukan secara berkelanjutan.

SEA Games, pada titik ini, idealnya tidak lagi dipandang sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai ruang evaluasi.

Pencapaian tinggi di kawasan akan bermakna lebih jika berbanding lurus dengan kesiapan menghadapi level kompetisi yang lebih tinggi. Di sinilah kesinambungan pembinaan menjadi kunci.

Dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan olahraga nasional telah memberikan dampak positif, namun ke depan tantangannya adalah menjaga ritme.

Pusat-pusat latihan yang memadai, kalender kompetisi internasional yang lebih padat, serta pemanfaatan fasilitas olahraga secara berkelanjutan akan sangat menentukan arah prestasi berikutnya.

Menteri Pemuda dan Olahraga Erick Thohir menyatakan cabang olahraga yang gagal memenuhi target emas akan masuk daftar penilaian, dengan sistem promosi dan degradasi berbasis capaian yang terukur.

Hal ini patut diapresiasi sebagai upaya memperkuat akuntabilitas pembinaan.

Meski demikian, evaluasi prestasi idealnya dibaca secara lebih utuh. Olahraga tidak selalu berjalan linear dengan angka medali. Ada faktor non-teknis yang kerap memengaruhi hasil, mulai dari kendala peralatan, kesiapan atlet, hingga dinamika pertandingan yang sulit diprediksi.

Terlebih, dalam Desain Besar Olahraga Nasional (DBON), SEA Games sejatinya diposisikan sebagai sasaran antara, bukan tujuan utama.

Tak mengherankan bila sejumlah cabang memilih menurunkan atlet muda sebagai bagian dari proses regenerasi.

Dalam konteks ini, kegagalan memenuhi target emas tidak selalu identik dengan kemunduran karena bisa menjadi bagian dari investasi jangka panjang menuju level yang lebih tinggi.

Namun, dinamika di lapangan juga menunjukkan bahwa gengsi SEA Games belum sepenuhnya bisa dilepaskan.

Pada bulu tangkis, misalnya, terjadi perubahan komposisi tim dengan memasukkan pemain yang lebih siap secara pengalaman untuk menggantikan atlet muda, itu juga atas dasar evaluasi bersama Kemenpora.

Keputusan itu terbukti efektif secara hasil. Indonesia menjuarai nomor beregu putra dan ganda putra.

Hasil tersebut sah untuk diapresiasi. Namun, memunculkan pertanyaan reflektif. Sejauh mana SEA Games dimanfaatkan sebagai ajang pembinaan, dan sejauh mana masih diperlakukan sebagai panggung pencapaian jangka pendek.

Pertanyaan ini bukan untuk menyalahkan keputusan teknis federasi, melainkan untuk mengingatkan ukuran keberhasilan seharusnya tidak berhenti pada tabel medali.

Jika sistem evaluasi hendak diterapkan, maka parameternya perlu mencakup konteks yang lebih luas mulai regenerasi, kesinambungan pembinaan, serta relevansinya dengan target Asian Games dan Olimpiade.

Dengan hal tersebut, evaluasi menjadi alat pembelajaran, bukan sekadar seleksi berbasis angka.

SEA Games 2025 memberi pesan yang cukup jelas. Indonesia sedang berada di jalur yang tepat, dengan fondasi yang makin luas dan generasi baru yang menjanjikan.

Peringkat kedua ini layak dirayakan, namun juga mesti dijadikan pijakan untuk melangkah lebih mantap.


RELATED POST


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER