KABARINDO, PHUKET – Pantai-pantai di Phuket, Thailand, yang sepi selama masa pandemi membuat banyak penyu hijau bertelur di sana sebelum kembali menyelam ke perairan Laut Andaman yang berwarna pirus.
Penyu-penyu itu mulai terlihat bertelur oleh para ilmuwan biologi setempat pada bulan November. Dalam waktu sekitar dua bulan, 100 telur akan menetas dan bayi akan meluncur ke laut, dipandu oleh cahaya bulan.
Pra-pandemi, jutaan turis yang diangkut dengan perahu wisata memadati pantai pasir putih di pulau-pulau selatan. Hal yang mencegah makhluk-makhluk gelisah itu untuk menjelajah ke darat.
Antara Oktober 2020 dan Februari 2021, 18 sarang penyu belimbing -- yang bisa tumbuh hingga 400 kilogram saat dewasa dan merupakan spesies penyu terbesar -- ditemukan di Phuket.
"Sarang mereka telah meningkat dalam dua tahun terakhir berkat tidak adanya turis, kebisingan dan polusi cahaya," Kongkiat Kittiwatanawong, direktur Pusat Biologi Kelautan Phuket, mengatakan kepada AFP.
"Kami belum pernah melihat jumlah seperti itu dalam 20 tahun."
Meskipun peluang untuk bertahan hidup sangat rendah – hanya sekitar satu telur yang menetas dari 1.000 akan mencapai usia dewasa – Mr Kongkiat mengatakan peningkatan sarang adalah tanda positif bagi upaya untuk melestarikan spesies yang terancam punah.
Sarang penyu lekang juga terlihat untuk pertama kalinya dalam dua dekade.
Spesies lain yang hidup di perairan hangat di seluruh negeri termasuk penyu belimbing, penyu sisik, penyu hijau dan penyu tempayan.
Masalah-Masalah yang Mengintai
Kebijakan negara kerajaan itu untuk mulai membuka kembali pintunya untuk turis internasional yang sudah divaksinasi lengkap telah membuat para ilmuwan meredam optimisme mereka.
Thon Thamrongnawasawat dari Universitas Kasetsart di Bangkok mengatakan, “Mereka hidup lama dan merupakan spesies yang sangat bermigrasi. Tanpa kebijakan yang efektif untuk melindungi mereka, kita tidak dapat mengharapkan banyak manfaat jangka panjang untuk pemulihan populasi."
Pemanasan global juga dapat mengganggu populasi spesies penyu. Penelitian telah menunjukkan bahwa pasir yang lebih hangat di mana mereka bersarang menyebabkan lebih banyak tukik betina dibandingkan dengan jantan.
Selain itu, polusi plastik, tali pancing, serta jaring yang dibuang [sembarangan] masih menjadi penyebab utama penyakit dan kematian hewan pemalu itu.
"Dalam 56% kasus, penyu yang dibawa ke kami menelan limbah laut atau terperangkap di dalamnya," kata Dr Patcharaporn Kaewong dari Pusat Biologi Kelautan Phuket.
Saat ini, ada 58 penyu yang dirawat di sana. Beberapa membutuhkan operasi, amputasi atau prostetik sebelum dilepaskan kembali ke alam liar.
Konsumsi telur penyu, kebiasaan umum di Thailand, juga menjadi ancaman akan populasi hewan itu, walaupun telah dilarang oleh pemerintah pada tahun 1982. ***(Sumber: Bangkok Post, AFP; Foto: Local Dive Thailand, Bangkok Post)