OJK Tingkatkan Edukasi dan Perlindungan Konsumen dalam Kasus Penipuan Berkedok Investasi di IPB
Surabaya, Kabarindo- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa para mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menjadi korban penipuan berkedok kerja sama penjualan online, telah berhasil mendapat keringanan atau restrukturisasi pinjaman dari empat platform penyedia pinjaman dana yang digunakan saat kejadian.
Dari temuan Satgas Waspada Investasi (SWI), jumlah korban penipuan berkedok investasi di lingkungan Bogor sebanyak 317 orang, termasuk 121 orang mahasiswa IPB dengan kerugian mencapai Rp.2,3 miliar. Kasusnya sudah ditangani oleh Polresta Bogor.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-bank OJK, Ogi Prastomiyono, menyebutkan 121 mahasiswa mendapatkan keringanan. Mereka memiliki 197 pinjaman, dengan total pinjaman Rp.650,19 juta, tagihan tertinggi Rp.16,09 juta. Angka ini merupakan data yang dihimpun Posko Pengaduan SWI di kampus IPB sampai 23 November 2022 lalu.
Rincian jumlah korban berdasarkan pinjaman di tiga perusahaan pembiayaan dan satu fintech peer to peer lending yaitu Akulaku 31 mahasiswa dengan outstanding Rp.66,17 juta, Kredivo 74 mahasiswa dengan outstanding Rp.240,55 juta, Spaylater 51 mahasiswa dengan outstanding Rp.201,65 juta dan Spinjam 41 mahasiswa dengan outstanding Rp.141,81 juta.
OJK kemudian memfasilitasi komunikasi mahasiswa dengan tiga perusahaan pembiayaan dan satu platform penyedia pinjaman itu untuk dipertimbangkan mendapatkan penyelesaian terbaik. Selanjutnya, empat perusahaan dimaksud telah menyetujui memberikan relaksasi melalui restrukturisasi penghapusan pokok, bunga dan denda sesuai kebijaksanaan dari masing-masing perusahaan/platform.
“OJK sudah melakukan pendalaman terhadap empat perusahaan tersebut dan tidak menemukan indikasi pelanggaran perlindungan konsumen dari pihak Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) kepada konsumen atau korban,” ujar Ogi pada Rabu (21/12/2022).
Kasus ini merupakan penipuan berkedok investasi dengan mengarahkan para mahasiswa untuk melakukan pinjaman di perusahaan pembiayaan dan fintech peer to peer lending legal, yang kemudian uangnya digunakan untuk transaksi di toko online yang diindikasikan terafiliasi dengan pelaku penipuan.
OJK sudah melakukan pembinaan dan meminta kepada empat perusahaan tersebut untuk meningkatkan manajemen risiko melalui penguatan analisis data calon peminjam serta meningkatkan sistem early warning fraud detection.
Dari sisi literasi keuangan, OJK melihat kejadian tersebut merupakan pelajaran dan catatan penting karena menimpa kalangan mahasiswa yang seharusnya sudah memiliki literasi keuangan yang baik.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68%, naik dibanding pada 2019 hanya 38,03%. Sementara indeks inklusi keuangan tahun ini mencapai 85,10%, meningkat dibandingkan survei sebelumnya pada 2019 yaitu 76,19%. Hal ini menunjukkan jarak antara tingkat literasi dan tingkat inklusi semakin menurun, dari 38,16% pada 2019 menjadi 35,42% pada 2022. Jarak ini harus terus diturunkan.
Kejadian tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan literasi keuangan masyarakat harus terus digerakkan bersama-sama oleh semua kalangan termasuk para pimpinan akademisi. Peningkatan keilmuan mahasiswa harus juga diikuti penguatan pemahaman terhadap produk dan layanan sektor jasa keuangan, sehingga para mahasiswa justru bisa menjadi pelopor atau agen literasi keuangan bagi masyarakat dalam memahami dan menggunakan produk dan layanan sektor jasa keuangan secara bijak dan benar.
Ogi mengatakan, OJK akan terus memperkuat dan memperluas program literasi keuangan di masyarakat melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi secara offline, online, serta melalui kampanye nasional yang masif dan penguatan sinergi serta aliansi strategis dengan berbagai pihak.
Pada 2023, OJK akan fokus membangun literasi keuangan masyarakat desa melalui aliansi strategis dengan kementerian/lembaga terkait, perangkat desa dan penggerak PKK desa, mahasiswa KKN serta intensifikasi pemanfaatan Learning Management System (LMS) Edukasi Keuangan, khususnya bagi kalangan pelajar dan mahasiswa.
Selain itu, sasaran prioritas literasi keuangan pada 2023 adalah pelajar/santri, UMKM, penyandang disabilitas dan masyarakat daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). Sedangkan sasaran prioritas inklusi keuangan pada 2023 adalah segmen perempuan, pelajar, mahasiswa, UMKM, masyarakat di wilayah perdesaan dan sektor jasa keuangan syariah.
Di sisi perlindungan konsumen, OJK terus memperkuat program dan kebijakan untuk membantu masyarakat menyelesaikan permasalahan dengan pelaku usaha jasa keuangan.
Mulai 1 Januari-9 Desember 2022, OJK telah menangani 298.627 layanan dengan rincian sebanyak 88,38% adalah pertanyaan, 6,98% laporan dan 4,63% pengaduan dari semua sektor. Tingkat penyelesaian pengaduan OJK sebesar 89%. Sektor terbanyak yang dilayani oleh OJK adalah mengenai fintech sebesar 21.54%.
Lima topik utama pengaduan fintech yang diterima OJK adalah mengenai perilaku petugas pengaduan, restrukturisasi, penipuan (soceng, skimming), kegagalan dan keterlambatan transaksi serta permasalahan bunga/denda/pinalti.