Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Hukum & Politik > Ketika Presiden Boleh Berkampanye Timbullah Konflik Kepentingan

Ketika Presiden Boleh Berkampanye Timbullah Konflik Kepentingan

Hukum & Politik | Kamis, 25 Januari 2024 | 08:15 WIB
Editor : Hauri Yan

BAGIKAN :
Ketika Presiden Boleh Berkampanye Timbullah Konflik Kepentingan

KABARINDO, JAKARTA -- Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal Kepala Negara boleh berkampanye dan memihak dinilai sangat berbahaya bagi berjalannya praktik demokrasi jelang hari pencoblosan 14 Februari 2024. Diizinkannya unsur jabatan Presiden dan Menteri untuk berkampanye secara terbuka akan menimbulkan conflict of interest dan berimplikasi pada praktik kecurangan.

Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya, menyampaikan secara ideal, Presiden selaku kepala negara dan pemerintahan seharusnya bertugas menjalankan mandat konstitusi yang menghendaki agar pemilu berlangsung secara secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selain itu, Presiden seharusnya bisa mengontrol bawahannya untuk taat pada konstitusi dan keteladanan untuk berbuat fair.

"Sayangnya, lewat berbagai pernyataan dan indikasi, Presiden tampak sangat berpihak pada salah satu paslon, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka," ujar Dimas, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Dia menilai keberpihakan Presiden tidak dapat dianggap sepele. Kepala Negara memiliki kontrol penuh atas instrumen pertahanan dan keamanan yang dapat mengarahkan dukungan masyarakat.

Dalam beberapa peristiwa ketidaknetralan unsur Aparatur Sipil Negara (ASN) atau perangkat desa tanpa diikuti langkah penegakan hukum. Berbagai indikasi ini akhirnya menciptakan insinuasi pemilu memang diselenggarakan secara curang dan berpihak pada salah satu paslon.

"Kami menilai statement yang diucapkan Jokowi menunjukkan Presiden memiliki standar moral yang rendah dan tidak memahami etika demokrasi. Penyelenggara negara seharusnya tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan politik elektoral menjelang pemilu," tegas dia.

Hal ini telah menimbulkan abuse of power yang tercermin dari politik bagi-bagi bantuan sosial (bansos) yang dilakukan para menteri dalam kabinet, seperti Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Dia mendesak Presiden mencabut pernyataan yang membolehkan Kepala Negara melakukan kampanye serta berpihak.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga dinilai perlu melakukan pengawasan secara ketat terhadap seluruh langkah Presiden yang mengarah pada ketidaknetralan. Sebab, berpotensi besar berimplikasi pada kecurangan di lapangan.

"Menteri-menteri dalam kabinet untuk tetap profesional dalam menjalankan tugas kenegaraan dan tidak melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) untuk kepentingan politik elektoral," ujar dia. Red dari berbagai sumber


TAGS :
RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER