Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Hukum & Politik > Hamid Awaludin: Setya Novanto Pintu Impeachment Presiden?

Hamid Awaludin: Setya Novanto Pintu Impeachment Presiden?

Hukum & Politik | Kamis, 7 Desember 2023 | 09:18 WIB
Editor : Orie Buchori

BAGIKAN :
Hamid Awaludin: Setya Novanto Pintu Impeachment Presiden?

KABARINDO, JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM Republik Indonesia (Menko Polhukam RI), Hamid Awaludin kembali  berbicara mengenai persoalan kasus pertemuan Agus Raharjo dengan Presiden Jokowi yang berkaitan dengan Serta Novanto.

Pelatuk kehebohan ditarik oleh mantan ketua KPK Agus Rahardjo.  Ia mengaku di suatu saat pernah dipanggil oleh Presiden,  di sana hadir Mensesneg, Praktikno. 

Presiden marah, kata Agus Rahardjo,  karena KPK tetap meneruskan penyidikan terhadap diri Serta Novanto, ketika itu adalah Ketua Umum Partai Golkar dan ketua DPR Republik Indonesia. Pihak istana menyangkal, bahwa tidak tercatat ada pertemuan yang dimaksud. 

Mensesneg,  mengambil Jalan Netral.  "Saya lupa kejadiannya, kata Pratikno, ditirukan oleh Hamid Awaludin.

Presiden Jokowi, pada 4 Desember 2023 langsung mengatakan apa motifnya beliau melindungi Serta Novanto,  bahkan beliau bertanya secara serius.

Mengapa hal ini harus diperbincangkan lagi, bukan Setya Novanto sudah diproses bahkan sudah dihukum dan menjalani hukumannya selama 15 tahun.

"Yang menarik adalah belum lepas isu tentang pemanggilan dan dimarahinya Agus Rahardjo muncul Sudirman, mantan Menteri ESDM periode pertama Jokowi. Pak Sudirman,  mengatakan pernah dipanggil Presiden dan Presiden meninggikan suara, karena Sudirman Said melaporkan Setya Novanto kepada majelis kehormatan DPR atas permintaan saham, waktu itu terkenal Papa minta saham Freeport  atas nama presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia," beber Hamid.

Sehari setelah Sudirman, lanjut Hamid lagi, muncul lagi Jenderal (Purn) Fachrul Rozi,  mantan menteri agama yang mengaku pernah diperintah oleh Jokowi membubarkan salah satu organisasi kemasyarakatan dan beliau menolak. 

"Jika melihat rentetan  pengakuan ini, makan kita pun mulai bertanya, ada apa sesungguhnya yang terjadi," Hamid bertanya. 

Ia pun membedahnya lebih dahuludari perspektif kasus Setya Novanto. Ada yang bertanya apa maksudnya Presiden Jokowi membela Setya Novanto.  Ingat Setya Novanto itu terpilih pada 17 Mei 2015 sebagai ketua Golkar Partai Golkar dalam munaslub Partai Golkar di Bali. Seminggu setelah ia  terpilih langsung jumpa pers dengan lantang mengatakan Partai Golkar di bawah kepemimpinannya mendukung Jokowi sebagai presiden berikutnya.

Saat itu, Jokowi belum cukup 2 tahun sebagai presiden, tiba-tiba ada partai yang mencalonkan  untuk menjadi presiden periode kedua. Tentunya ini angin segar,  angin semilir sepoi-sepoi ada yang menunjukkan dari partai untuknya  baru 2 tahun dia belum menguasai keseimbangan politik dan keseimbangan dan perkembangan politik di Indonesia baru mulai belajar tiba-tiba ada yang mencalonkan.

"Dan ingat, periode saat itu Megawati dan Jokowi mengalami persoalan karena pernah ada masa dimana Ibu Mega dan kedekatannya tidak terlampau senang karena ada faktor Rini Soemarno yang dulunya sangat dekat dengan Ibu Mega begitu nempel ke Jokowi membelakang, itu salah satu faktor. Jika kita lihat kejadian ini maka jelas sekali bahwa ada sesuatu ada hubungan antara Setya Novanto dengan Pak Jokowi. Tentu saja dia mengatakan, Ya wajar donk dilindungi karena dia ketua DPR dalam rangka menjaga hubungan baik antara legislatif dan Eksekutif kan bisa saja ada analisa seperti itu,' jelasnya lagi

Yang menarik selanjutnya ucapan Presiden  Jokowi kemarin, bahwa 'Ngapain mempersoalkan ini tidak mungkinlah, sebab buktinya kata beliau, Setya Novanto tetap disidik, Setya Novanto tetap di dihukum 15 tahun penjara.Di sini ada masalah, masalah logika berpikir, jika itu mau dijadikan dasar cara berpikir itu maka agak tidak logis karena Setya Novanto tetap diproses dan yang menghukumnya bukan Jokowi, justru KPK dan pengadilan yang memprosesnya, artinya dihukumnya Setya Novanto tidak ada kaitannya dengan Presiden Jokowi. Itulah sebabnya orang cenderung mempercayai perkataan Agus Rahardjo bahwa dia pernah diminta dimarahi karena meneruskan penyidikan terhadap Setya Novanto.

"Kedua kalau kita mengatakan bahwa pertemuan Agus Rahardjo  dengan presiden tidak terdaftar, saya pikir banyak peristiwa banyak pertemuan yang terjadi tidak terdaftar secara administratif. Dan lagi-lagi Sudirman pernah memberi pernyataan ke publik pada tahun 2015 bahwa 6 Oktober 2015,  beliau dipanggil presiden malam jam 8.30 dan presiden meninggikan suara, pada peristiwa ini presiden meminta memperpanjang kontrak Freeport dan beliau wanti-wanti kata versi Sudirman Said nih bawa pertemuan tersebut dianggap tidak pernah ada, artinya banyak atau ada pertemuan bersama Presiden itu tidak terdaftar dalam administrasi maka orang pun agak kurang percaya alibi yang dibangun staf istana bahwa pertemuan antara Agus Rahardjo dan Presiden itu tidak pernah," terangnya.

Jadi kesimpulan dari 3 orang ini, Raharjo kemudian Jenderal (Purn) Fachrul Rozi,  serta Sudirman Said membuat orang bisa berkesimpulan, Presiden Jokowi Joko  memang mahir di dalam menyiasati masalah, sekaligus talenta mengelak dalam mengelola hal ihwal yang dipersoalkan. 

"Saya ingin menutup pembicaraan saya ini dengan satu ucapan yang pernah dikemukakan oleh Abraham Lincoln, dia mengatakan begini,  'semua orang pada dasarnya bisa menyelesaikan persoalan apapun yang dihadapi namun ketika anda ingin melihat kualitas seseorang maka berikanlah dia Kekuasaan berikan kekuasaan di situ dilihat kualitas seseorang," tutup Hamd. Foto: Tangkapan Latar Visialtv.live


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER