Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Ekonomi & Bisnis > Asosiasi Pengusaha Indonesia Keberatan dengan Revisi Kenaikan UMP DKI Jakarta 2022

Asosiasi Pengusaha Indonesia Keberatan dengan Revisi Kenaikan UMP DKI Jakarta 2022

Ekonomi & Bisnis | Senin, 20 Desember 2021 | 16:45 WIB
Editor : Budiman

BAGIKAN :
Asosiasi Pengusaha Indonesia Keberatan dengan Revisi Kenaikan UMP DKI Jakarta 2022

KABARINDO, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani telah melanggar aturan pengupahan terkait revisi besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022.

Sebelumnya, Gubernur Anies Baswedan telah merevisi besaran kenaikan UMP DKI Jakarta tahun 2022 menjadi 5,1 persen atau senilai Rp225.667.

Hariyadi mengatakan bahwa Gubernur DKI telah melanggar ketentuan dalam PP Pengupahan, khususnya Pasal 26 tentang Tata Cara Perhitungan Upah Minimum; Pasal 27 mengenai UMP; serta Pasal 29 mengenai waktu penetapan upah minimum yang seharusnya untuk provinsi selambatnya pada 21 November 2021 lalu.

"Di dalam hal ini, kami melihat bahwa kepala daerah, Gubernur DKI Jakarta, telah melanggar regulasi pengupahan yaitu yang ada di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan," kata Hariyadi, Senin (20/12/2021).

Hariyadi juga menilai bahwa Anies Baswedan tidak memperhatikan pendapat dari para pelaku usaha dalam menetapkan revisi tersebut sehingga Apindo menyatakan keberatan akan keputusan tersebut.

"Dalam hal ini Apindo DKI Jakarta telah menyatakan keberatannya tersebut karena hal tersebut apabila dilakukan akan melanggar PP 36/2021," katanya.

Lebih lanjut, Hariyadi mengatakan revisi UMP DKI Jakarta akan menyulitkan pelaksanaan upaya untuk mengembalikan UMP sebagai jaring pengaman sosial (social safety net).

Karena menurutnya UMP merupakan jaring pengaman sosial yang dapat digunakan untuk menerapkan struktur skala upah. Sebab, upah minimum diterapkan untuk untuk pekerja belum berpengalaman.

"Bisa dibayangkan kalau upah minimum masih gunakan konsep lalu yang upah minimum jadi upah rata-rata, maka ruang untuk memberlakukan struktur skala upah ini jadi sulit. Layer bagi pekerja di atas upah minimum jadi sangat kecil atau bahkan tidak ada. Ini jadi satu masalah juga," katanya.

Hariyadi juga menilai hal tersebut akan berisiko untuk pekerja pemula karena mereka berpotensi kehilangan kesempatan karena upah minimum tinggi sehingga perusahaan tentu akan memilih pekerja berpengalaman.

"Jadi kesempatan untuk pekerja baru jadi semakin terbatas," katanya.

Sumber berita: Antara

Foto: Antara

 


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER