KABARINDO, SYDNEY – Australia mengalami hari paling mematikan dari pandemi COVID-19 pada Jumat (28/1) dengan hampir 100 kematian, mendorong negara itu untuk menyesuaikan kebijakan booster mereka.
Dipicu oleh varian Omicron yang menyebar cepat, infeksi Covid meledak selama empat minggu terakhir di Australia, dengan sekitar dua juta kasus tercatat. Sebelumnya, tercatat hanya 400.000 kasus sejak pandemi pertama kali melanda negara itu hampir dua tahun lalu.
Namun, tingkat rawat inap yang stabil dalam beberapa hari terakhir telah meningkatkan harapan bahwa situasi yang terburuk bisa berakhir.
"Secara umum situasinya stabil ... dan kami memperkirakan penurunan lebih lanjut (dalam kasus rumah sakit)," kata Kepala Dinas Kesehatan negara bagian Queensland John Gerrard selama konferensi pers, saat kasus rumah sakit di negara bagian itu turun untuk hari ketiga berturut-turut menjadi 818 kasus.
Meskipun demikian, dia memperingatkan 5 juta penduduk negara bagian itu bahwa pandemi masih jauh dari selesai. "Jadi, walau berita ini bagus, jangan pergi keluar dan merayakannya," katanya.
Jumlah rawat inap tetap stabil di sekitar 5.000 selama beberapa hari terakhir, memuncak pada hanya di bawah 5.400 pada hari Selasa (25/1).
Percontohan terbaru yang dirilis oleh New South Wales, negara bagian terpadat, menunjukkan jumlah orang di unit perawatan intensif berada di bawah angka yang diprediksi dalam skenario kasus terbaik.
Sebanyak 98 kematian terdaftar di Australia pada Jumat sore, melebihi kematian tertinggi di hari Rabu (26/1) sejumlah 87.
Total kematian COVID-19 di negara berpenduduk 25 juta itu menjadi 3.500 sejak pandemi dimulai, jauh lebih rendah daripada angka yang terlihat di banyak negara yang sebanding. (Angka kematian akibat Covid di Indonesia telah mencapai 144.268 per Jumat (28/1)
Australia adalah salah satu negara yang paling banyak divaksinasi terhadap COVID-19 dengan lebih dari 93% populasi orang dewasanya mendapat dosis ganda dan sekitar dua pertiga warga Australia yang memenuhi syarat telah menerima dosis booster, menurut data resmi.
Therapeutic Goods Administration (TGA), regulator obat negara itu, pada hari Jumat (28/1) memperluas kelayakan untuk booster dengan mengizinkan remaja 16 dan 17 tahun untuk mendapatkannya, menyusul kebijakan yang sama di Amerika Serikat, Israel dan Inggris. ***(Sumber dan foto: Reuters)