Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Berita Utama > Rendra Panca Anugraha Raih Doktor Termuda di ITS; Usia 24 Tahun

Rendra Panca Anugraha Raih Doktor Termuda di ITS; Usia 24 Tahun

Berita Utama | Selasa, 19 Maret 2019 | 16:35 WIB
Editor : Natalia Trijaji

BAGIKAN :
Rendra Panca Anugraha Raih Doktor Termuda di ITS; Usia 24 Tahun

Rendra Panca Anugraha Raih Doktor Termuda di ITS; Usia 24 Tahun

Dari Departemen Teknik Kimia ITS

Surabaya, Kabarindo- Rendra Panca Anugraha dari Departemen Teknik Kimia ITS meraih gelar doktor termuda di acara wisuda ke-119 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) baru-baru ini.

Pemuda berusia 24 tahun 4 bulan ini sama dengan Grandprix Thomryes Marth Kadja, peraih rekor MURI sebagai doktor termuda di Indonesia yang juga berusia 24 tahun di Institut Teknologi Bandung pada 2017 lalu. Rendra bisa menjadi doktor termuda di Indonesia saat ini.

Ia menuturkan, kisahnya berawal dari usulan dosen pembimbingnya pada masa studi sarjana (S1) untuk mengikuti program beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Program yang digulirkan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) pada 2015 ini menantang para sarjana unggulan untuk menyambung studi mereka hingga ke tingkat doktoral dalam kurun empat tahun.

Ternyata pemuda kelahiran Bondowoso, 25 November 1994 ini mampu merampungkan studi hanya dalam waktu 3,5 tahun. Selama kurun waktu itu, mahasiswa bimbingan Prof Dr Ir Gede Wibawa M Eng dan Prof Dr Ir Ali Altway MS ini berhasil melakukan publikasi penelitian di tiga jurnal ilmiah internasional bereputasi serta dua seminar internasional.

Dalam disertasinya, Rendra terfokus pada pemanfaatan Dimethyl Carbonate (DMC) dan Diethyl Carbonate (DEC) sebagai zat aditif pada bahan bakar bensin. Alasannya, Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil (terutama bensin atau gasoline), padahal sumber daya tersebut sangat terbatas. Karena itu, ia menawarkan gagasan untuk mengurangi ketergantungan ini dengan menambahkan DMC dan DEC yang dapat diproduksi dari sumber biomassa.

Rendra melihat banyak problem di masyarakat yang perlu dicari solusinya. Beberapa persoalan memiliki kompleksitas yang tinggi, sehingga memerlukan kapabilitas yang istimewa. Seorang doktor memiliki bekal dasar untuk menangani hal semacam ini dan ini membuka peluang baginya untuk berkontribusi menjalankan perannya.

“Cara saya menikmati masa muda adalah dengan menemukan solusi atas masalah di masyarakat dengan ilmu dan kemampuan yang saya miliki,” tutur doktor yang menjadi supervisor researcher di Laboratorium Termodinamika ITS ini.

Menurut Rendra, doktor adalah orang yang berdiri di ujung horison perkembangan ilmu pengetahuan di bidangnya. Dia berada di tip of the edge, sehingga tugas seorang doktor setelah menyelesaikan studi doktoralnya adalah melanjutkan pengembangan ilmu di bidang tersebut.

Rendra mengaku, selama menjalani program PMDSU sempat dihadapkan pada beberapa persoalan yang menghambat progres penelitiannya. Salah satunya dalam hal penyediaan bahan eksperimen. Kadang Rendra sampai harus mencari sendiri bahan eksperimen yang dibutuhkan tersebut di luar negeri, sehingga perlu mengurus surat ekspor-impor barang.

“Sangat sulit untuk menemukan bahan baku penelitian saya di Indonesia,” ujar peraih IPK 3,95 putra pasangan Suwardjito dan Miftachul Djannah ini.

Meskipun sulit, Rendra tetap berkomitmen untuk menjalani studi doktoralnya sebaik mungkin. Bungsu dari 5 bersaudara ini merasa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan amanah yang telah dipercayakan negara kepadanya melalui program PMDSU ini. Semangatnya ini pernah mengantarkan Rendra untuk melakoni berbagai penelitian sekaligus menghimpun pengalaman di Hiroshima University, Jepang.

Penulis: Natalia Trijaji


TAGS :
RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER