KABARINDO, JAKARTA - Pengurus YLBHI mengecam keras upaya intimidasi kepada Sivitas Akademika di berbagai Perguruan Tinggi maupun organisasi masyarakat sipil yang mengkhawatirkan perkembangan praktik penghancuran demokrasi, dan negara hukum dengan mengkritisi sikap Presiden Jokowi yang berpihak dan berkampanye dalam Pemilu dengan menyalahgunakan kewenangan dan fasilitas negara.
YLBHI mencatat intimidasi terus terjadi dan intensitasnya semakin meningkat. Di antaranya adalah adanya dugaan mobilisasi aparat kepolisian untuk mendatangi para Dosen dan Rektor Kampus dengan modus mewawancarai mereka untuk mendapatkan “tanggapan positif” terkait rekam jejak Jokowi selama berkuasa. Selain itu, juga terdapat intimidasi pesan yang diterima Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo lewat pesan WhatsApp dari seseorang berseragam yang mengaku alumni UI. Kami juga mendapatkan informasi adanya serangan dan intimidasi terhadap konsolidasi dan diskusi organisasi mahasiswa yang menggelar rapat konsolidasi bertajuk “Pemilu Curang dan Pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi)” di Universitas Trilogi, Kalibata, Jakarta Selatan. Praktik Intimidasi-intimidasi tersebut diduga dilakukan oleh aparat kepolisian maupun orang tidak dikenal yang ditengarai adalah preman.
Hari ini, 5 Februari 2024, beberapa orang yang mengatasnamakan Forum Masyarakat Pemuda Mahasiswa Indonesia Timur Cinta NKRI melakukan aksi massa di depan kantor YLBHI dan KontraS. Dalam poster-poster aksinya, massa tersebut “menuduh” YLBHI dan KontraS’ hendak ‘menghancurkan negara’. Kami menghormati penyampaian pendapat di muka umum, tetapi kami melihat ini ada rangkaian yang sama dengan serangan dan intimidasi terhadap konsolidasi mahasiswa di Kalibata, upaya membangun stigma dan mendiskreditkan kerja-kerja masyarakat sipil dalam membangun prinsip tata negara yang baik perlu mendapat perhatian dan kewaspadaan dari gerakan sosial.
YLBHI melihat bahwa upaya intimidasi ini adalah bagian dari pembungkaman terhadap hak warga negara untuk melakukan pengawasan dan koreksi terhadap praktik kecurangan pemilu serta tidak lepas dari kritik keras publik terhadap keberpihakan dan penyalahgunaan kewenangan oleh Presiden Joko Widodo dalam Pemilu 2024 paska putranya Gibran Rakabuming Raka dicalonkan sebagai Calon Wakil Presiden.
Hingga hari ini, 5 Februari 2024, setidaknya terdapat 30 lebih Perguruan Tinggi yang telah menyatakan sikap keprihatinan terhadap kondisi Kemunduran Demokrasi di Indonesia di bawah rezim Presiden Joko Widodo. Pernyataan sikap ini diawali dengan Deklarasi Guru Besar UGM yang menyesalkan adanya dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Deklarasi selanjutnya dilakukan oleh Guru Besar UII yang menyatakan darurat sikap kenegaraan Jokowi dan tergerusnya demokrasi di Indonesia, Diikutii oleh, Guru Besar UI yang menyatakan keprihatinan terhadap hancurnya tatanan hukum dan demokrasi. Pernyataan sikap ini kemudian juga dilakukan oleh kampus lain seperti Universitas Hasanuddin, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Padjadjaran, Universitas Mulawarman dan beberapa universitas lainnya yang menyoroti pelanggaran serius terhadap etika kenegaraan dan prinsip Demokrasi dalam Pemilu 2024.
Menyikapi hal tersebut, YLBHI berpendapat sebagai berikut:
1. YLBHI menyerukan dukungan dan solidaritas penuh kepada Sivitas Akademika dan Masyarakat yang berani dan tidak berhenti menyuarakan sikap kritis terhadap praktik penyalahgunaan wewenang dan kecurangan Pemilu oleh Pejabat Publik maupun Aparat Negara;
2. Menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil untuk tidak takut bersuara melawan praktik kecurangan pemilu yang diduga dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi untuk menyelamatkan demokrasi dan negara hukum Indonesia;
3. YLBHI mengecam keras praktik intimidasi terhadap Sivitas Akademika dan masyarakat sipil paska munculnya gerakan serentak mengkritisi sikap Presiden Jokowi yang berpihak dan berkampanye dalam Pemilu;
4. YLBHI mendesak Presiden dan Kapolri untuk menghentikan praktik intimidasi yang terkait dengan ketidaknetralan aparat kepolisian dan bagian dari praktik kecurangan pemilu;
5. Mendesak Presiden Jokowi untuk menghentikan praktik kecurangan pemilu, penyalahgunaan kewenangan maupun fasilitas negara untuk kepentingan pemenangan calon tertentu atau jika tidak mampu Presiden Jokowi segera mengundurkan diri dari jabatannya;
6. Mendesak DPR dan Bawaslu RI untuk menghentikan dugaan praktik kecurangan Presiden Jokowi serta menuntut DPR RI untuk menggunakan kewenangannya untuk melakukan pengawasan baik itu melalui hak angket, hak interpelasi maupun menyatakan pendapat termasuk menindaklanjuti laporan publik terkait desakan pemakzulan presiden;
7. Mendesak KPU dan Bawaslu sebagai Penyelenggara Pemilu untuk sungguh-sungguh dalam melaksanakan mandat rakyat untuk mengawal dan memastikan proses pemilu agar berjalan secara langsung, umum, jujur dan adil.