Pemilihan kata adalah salah satu kunci dalam keelokan menulis. Pilihan kata yang tepat, dalam arti benar secara aturan dan baik secara konteks, merupakan suatu keniscayaan.
Ketidaktepatan dalam memilih kata akan berakibat pada kesalahan yang "membagongkan". Alih-alih memberikan pencerahan, justru kalimat yang tercipta malah jauh dari nalar. Pesan tidak tersampaikan dengan efektif.
Ada banyak kosakata dalam bahasa Indonesia yang mirip secara ejaan. Bahkan, ada yang beda cuma satu huruf. Perbedaan itu tampak jelas ketika diterapkan dalam laras tulis. Dalam penggunaan lisan, perbedaan itu tidak terlihat adanya.
Untuk meyakinkan diri, penulis bisa merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebelum memutuskan meminang sebuah kata dalam kegiatan menulis. Apabila tidak memiliki versi cetak yang lumayan tebal isinya, KBBI daring bisa menjadi pilihan: https://kbbi.kemdikbud.go.id.
Kata yang kerap tertukar itu antara lain konveksi dan konfeksi. Kita cermati kalimat berikut. Siti Legundi merintis usaha konveksi. Adakah yang salah dengan kalimat itu?
Kata yang kerap tertukar itu antara lain konveksi dan konfeksi. Kita cermati kalimat berikut. Siti Legundi merintis usaha konveksi. Adakah yang salah dengan kalimat itu? Untuk mengeceknya, mari kita lihat KBBI.
Kata konveksi, berkelas nomina atau kata benda, memiliki dua makna: arti yang pertama ialah gerak udara, air, atau cairan lain dengan arah vertikal; arti yang kedua adalah peristiwa gerakan benda cair atau gas karena perbedaan suhu dan tekanan. Dari penjabaran itu, konveksi berada pada ranah geografi, bukan soal pakaian dan sejenisnya. Untuk membandingkan, yuk kita lihat lagi KBBI. Sekarang kita lihat kata konfeksi. Kata ini juga berkelas kata benda, yang memiliki makna pakaian dan sebagainya yang dibuat secara massal yang dijual dalam keadaan jadi, tidak diukur menurut pesanan, tetapi menurut ukuran yang sudah ditentukan. Terang benderanglah bahwa konfeksi berada pada ranah pakaian dan sejenisnya. Jadi, kalimat di atas yang tepat ialah Siti Legundi merintis usaha konfeksi.
Ada lagi kata salib dan salip. Ketika diucapkan, keduanya sama sekali tiada beda. Setelah diterapkan dalam tulisan, akan tersualah perbedaannya: yang hanya berbeda satu huruf di posisi akhir, yakni huruf b dan p.
Makna salib adalah dua batang kayu yang bersilang; kayu bersilang tempat Yesus dihukum orang Yahudi; tanda silang; dan syarat dengan tangan yang menggambarkan tanda silang sebagai pengungkapan doa. Contohnya dalam kalimat Sebelum berdoa ia membuat tanda salib dengan menggerakkan tangan dari dahi ke dada dan dari pangkal lengan kiri ke pangkal lengan kanan.
Adapun makna salip adalah dahului; menyalip, mendahului. Contohnya dalam kalimat Jangan suka menyalip di tikungan.
Seyogianya
Seyogyanya. Kata ini kerap kali kita temukan dalam penggunaan di dunia pendidikan ataupun di dunia pemberitaan media massa. Tidak tepatlah penggunaan kata ini karena bukan warga kata baku. Kata yang tepat ialah seyogianya. Seyogyanya muncul diduga karena pengaruh nama Yogya, kota di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terkenal dengan gudeg dan Malioboro. Seyogianya berkelas kata adverbia. Adverbia merupakan kata yang menjelaskan kata sifat, kata kerja, atau kalimat. Maknanya: sepatutnya; selayaknya; semestinya. Contohnya dalam kalimat Di hadapan orang-orang yang lebih tua sebaiknya engkau berlaku seyogianya. Makna lainnya: sebaiknya; seharusnya. Contohnya dalam kalimat Jika akan pergi dengan jalan kaki, seyogianya bawa payung.