KABARINDO, YOGYAKARTA -- Kolaborasi antara regulator, para pihak terkait dan instansi pendidikan seperti Perguruan Tinggi dinilai tepat untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas berkomunikasi dan pandai memanfaatkan media. Pasalnya, di era keterbukaan dan semakin majunya teknologi komunikasi, semua orang bisa membuat dan menyampaikan informasinya secara bebas.
Pendapat tersebut disampaikan Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'adi, di sela-sela membuka kegiatan Konferensi Penyiaran Indonesia 2022 yang berlangsung di Yogyakarta, Selasa (24/5/2022). Konferensi penyiaran yang difasilitasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga ini terselenggara berkat kerjasama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan 12 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di 12 Kota.
Menurut Wamenag, upaya yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan menggandeng perguruan tinggi seperti UIN Sunan Kalijaga dinilai sangat baik dan patut diapresiasi. Kerjasama ini akan saling mengisi khususnya dalam upaya mengedukasi masyarakat agar menggunakan dan melakukan komunikasi di media secara bijak, beretika dan bertanggungjawab.
“Ini sangat penting di era keterbukaan seperti sekarang ini karena siapa pun bisa menjadi pembuat informasi atau berita. Untuk itu, edukasi terhadap masyarakat sangat penting. Kita berharap dari kegiatan ini muncul gairah para akademisi, para praktisi dan juga pemerhati media, baik penyiaran maupun media sosial, untuk melakukan edukasi tersebut,” kata Wamenag Zainut.
Dalam pidatonya, Wamenag menyampaikan bahwa masyarakat dunia saat ini tengah memasuki peradaban real virtuality sebagai konsekuensi penggunaan internet yang kian massif dalam kehidupan masyarakat. Data HootSuite Indonesia menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia menghabiskan waktunya untuk berinternet selama 7 jam 59 menit.
“Konsumsi internet yang meluas ini akhirnya menjadikan pengalaman yang virtual dijadikan sebagai yang real. Kemayaan telah jadi kenyataan masyarakat. Yang maya kini menjadi realitas utama masyarakat,” ujarnya.
Dia melanjutkan, sekarang telah muncul skema yang nyata namun sebenarnya tidak nyata. Permasalahan utama peradaban sekarang terletak pada tindakan yang berlangsung di ruang maya (virtual) kemudian berlanjut secara utuh di ruang nyata (real). “Ujaran-ujaran kebencian dan hoaks yang beredar di ruang maya hari ini dapat terjadi yang sama kisruhnya dalam ruang nyata. Transaksi legal di ruang virtual memiliki kedudukan sama kuatnya dengan transaksi di ruang aktual,” tutur Wamenag Zainut.
Karena itu, Wamenag mengapresiasi Konferensi Penyiaran bertajuk “Mewujudkan Media Komunikasi dan Penyiaran Berbasis Etika, Moral dan Kemanusiaan Menuju Peradaban Baru” hasil inisiasi KPI dengan UIN Sunan Kalijaga.
“Saya berharap konferensi ini mampu membangun etika dalam media komunikasi dan penyiaran berdasarkan moral dan nilai kemanusiaan. Gus Dur dalam pengantar buku “Ilusi Negara Islam” menggambarkan “Kosmologi Islam” yang memandang kehidupan duniawi memiliki dimensi religius sebagai manifestasi keimanan kepada Tuhan, hendaknya menjadi pijakan dalam konferensi ini,” tandasnya.
Konferensi Penyiaran Indonesia tahun 2022, di Yogyakarta merupakan konferensi ketiga, setelah sebelumnya pada tahun 2019 dilaksanakan oleh Universitas Andalas di Padang, dan tahun 2021 dilaksanakan Universitas Hassanuddin di Makassar. Konferensi ini merupakan kelanjutan dari kerja sama KPI dengan 12 Perguruan Tinggi Negeri dalam pelaksanaan Indeks Kualitas Siaran Televisi, dan dimaksudkan sebagai forum dialog akademis yang dapat merefleksikan dinamika penyiaran di Indonesia.***