KABARINDO, JAKARTA - Pengguna TikTok dengan akun @tirtasiregar mengunggah video singkat pengakuan seorang wanita yang menyebut dirinya dipaksa untuk menandatangani surat persetujuan dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cipayung, Jakarta Timur, terkait pasien positif Covid-19. Video tersebut pun menjadi viral.
Adapun berdasarkan pengakuan wanita tersebut isi surat untuk mengubah hasil tes PCR dari negatif menjadi positif Covid-19.
“Hati-hati nih ya, kalau sakit jangan langsung dibawa ke rumah sakit atau UGD apalagi kalau batuk, pilek, dan sebagainya. Ini baru kejadian sama kami. Saya bawa ibu saya ke RSUD Cipayung itu saya diminta tandatangan bersedia dicovidkan. Walaupun hasilnya negatif,” kata wanita dalam video tersebut sebagaimana dilihat Senin (21/2/2022).
Kemudian, wanita dengan berbaju merah itu melanjutkan beberapa hari sebelum membawa sang ibu ke rumah sakit pihak keluarga melakukan tes PCR di klinik swasta dan hasilnya dinyatakan negatif. Karena itu, dirinya tidak terima ketika pihak rumah sakit memintanya menandatangani surat persetujuan tersebut.
“Karena sebelum dibawa ke situ sebelumnya dites dan hasil tesnya negatif covid, nah saya tunjukkan. Tetapi dibilang di sini aturannya walaupun hasil negatif tetapi harus mau dicovidkan. Coba kayak begitu, Rumah Sakit Umum Daerah loh Cipayung, itu punya pemerintah,” ujarnya.
Hingga Senin (21/2) dini hari, video yang diunggah telah di sukai 1.749 dan 489 komentar. Selain itu, 37.700 lebih telah disaksikan netizen melalui laman TikTok tersebut.
Sementara itu, Direktur RSUD Cipayung, Dr. Ekonugroho Budhi Prasetyo menegaskan membantah terkait tayangan TikTok akun @tirtasiregar yang telah beredar luas dan meresahkan publik itu tidak benar.
Budhi menjelaskan pada kasus tersebut, pasien berinisial M (64), berobat ke RSUD Cipayung pada 16 Februari 2022 pukul 22.15 WIB, dengan keluhan batuk dan sesak sejak satu minggu sebelumnya. Pasien juga membawa hasil pemeriksaan swab rapid antigen yang dilakukan 5 hari sebelumnya dengan hasil negatif.
“Berdasarkan pemeriksaan dokter, mempertimbangkan kondisi pasien saat itu, dengan perjalanan sakit yang telah satu minggu, ditambah lagi pasien yang berusia lanjut serta mempunyai penyakit komorbid hipertensi dan asma, maka dokter merencanakan untuk melakukan pemeriksaan dengan rapid antigen ulang sekaligus akan dilakukan pemeriksaan PCR," kata Budhi dalam keterangannya dikutip, Senin (21/2/2022).
"Hal ini semata-mata agar pasien mendapat penanganan yang sesuai dengan jenis sakit dan kebutuhan pengobatannya,” imbuhnya.
Kemudian, pemeriksaan tersebut juga untuk memastikan agar tempat perawatan sesuai, mencegah pasien Covid-19 bercampur tempat perawatan dengan pasien non-Covid. Pada saat penjelasan dan permintaan persetujuan tertulis tentang rencana pemeriksaan dan penempatan sementara pasien, sebelum pasti apakah pasien menderita Covid-19 atau bukan.
"Keluarga menganggap bahwa prosedur tersebut sebagai ‘mengcovidkan’ pasien. Keluarga menolak mengikuti rencana penanganan pasien dan selanjutnya membawa pulang pasien," terangnya.
Perlu diketahui bersama bahwa kemampuan alat tes untuk mengetahui apakah seseorang benar menderita Covid-19 atau tidak, berbeda seiring perjalanan penyakit. Secara umum, pemeriksaan dengan PCR mempunyai tingkat akurasi paling tinggi sehingga menjadi acuan utama untuk penegakan diagnosis Covid-19.
"Pemeriksaan rapid antigen pada awal sakit, bisa jadi memberikan hasil ‘masih negatif’, karena jumlah virus yang masih terlalu rendah untuk bisa dideteksi oleh tes rapid antigen, namun hanya bisa terdeteksi dengan tes PCR," ucapnya.
Budhi memaparkan setelah kondisi sakit berjalan beberapa hari, di mana jumlah virus bertambah banyak, maka baru dapat dideteksi, baik dengan tes rapid antigen maupun PCR. Hal ini sering ditemukan dalam situasi sehari-hari, sehingga tidak jarang diperlukan pemeriksaan ulang untuk memastikan apakah seseorang pasti menderita Covid-19 atau tidak.
"Dalam kondisi saat ini, sebagai upaya menjaga agar tidak terjadi klaster di fasilitas kesehatan termasuk di rumah sakit, dilakukan skrining dan pemisahan pasien dalam beberapa tahap," ujarnya.
Mulai dari skrining awal (triase) berdasarkan keluhan dan tanda vital pasien, pasien yang bergejala serupa dengan Covid-19 dipisahkan dengan pasien dengan gejala lain.
Di RSUD Cipayung, pelayanan di tenda diberikan untuk pasien yang tidak menunjukkan gejala Covid-19, sedangkan pada pasien yang diduga menderita Covid-19 selama masa menunggu hasil pemeriksaan rapid antigen atau PCR, disiapkan lokasi yang berbeda di dalam gedung rumah sakit.
Setelah diperoleh kepastian diagnosis pasien, barulah pasien yang membutuhkan rawat inap akan dialihkan ke ruang rawat di bangunan induk melalui jalur khusus yang disiapkan.
Sekali lagi, Budhi menegaskan hal ini dilakukan dalam rangka meminimalisir kemungkinan terjadinya penularan di dalam rumah sakit dan menjaga agar pasien dengan Covid-19 tidak dirawat dalam satu area dengan pasien bukan Covid-19.
"Kepada masyarakat diimbau agar mengikuti peraturan yang berlaku selama masa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Selalu menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan mengurangi mobilitas dan segera melengkapi vaksinasi sekaligus vaksinasi booster sesuai jadwal. Jika sakit, segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan dan mengikuti petunjuk yang dokter berikan," tutupnya. Foto : Reauters