KABARINDO, JAKARTA - Komite Keamanan Badan Obat Eropa (European Medicines Agency/EMA) mengatakan pada Jumat (11/2022) bahwa mereka sedang meninjau laporan mengenai kasus perdarahan berat menstruasi dan terhentinya menstruasi pada wanita yang menerima vaksin COVID merk Pfizer/BioNTech dan Moderna.
Namun Reuters melaporkan, EMA belum mengetahui adanya hubungan sebab akibat antara keduanya.
EMA mengatakan gangguan menstruasi dapat terjadi karena berbagai kondisi medis yang mendasarinya, selain stres dan kelelahan. Ditambahkan pula bahwa kasus gangguan tersebut juga dilaporkan terjadi setelah infeksi COVID-19.
Sebuah penelitian yang didanai oleh National Institutes of Health mengaitkan
vaksinasi COVID-19 dengan perubahan kecil sementara dalam panjang siklus menstruasi. Penelitian tersebut menggunakan data dari hampir 4.000 pengguna aplikasi smartphone yang melacak siklus menstruasi.
Namun EMA mengatakan pada bulan Desember bahwa mereka belum menemukan hubungan antara perubahan siklus menstruasi dan vaksin COVID-19, setelah sebuah penelitian di Norwegia menunjukkan beberapa wanita mengalami menstruasi yang lebih berat setelah diinokulasi.
Setelah meninjau bukti yang tersedia, Komite Penilaian Risiko Farmakovigilans EMA (PRAC) mengatakan memutuskan untuk meminta evaluasi semua data yang tersedia, termasuk laporan dari pasien dan profesional kesehatan, uji klinis dan literatur yang diterbitkan.
Badan tersebut pada hari Jumat menambahkan bahwa juga tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 memengaruhi kesuburan. (Sumber berita: Reuters, Sumber Foro: Wikipedia)