KABARINDO, KAMP SHEDAI – Keputusasaan yang dipicu kemiskinan dan kelaparan ekstrim di Afghanistan memaksa keluarga-keluarga di sana menjual anak-anaknya.
“Hari demi hari, situasi di negara ini semakin memburuk, dan terutama anak-anak menderita,” kata Asuntha Charles, direktur nasional organisasi bantuan World Vision di Afghanistan, yang menjalankan klinik kesehatan untuk orang-orang terlantar di dekat kota barat Herat.
Dengan berat ia menambahkan, “Hari ini saya sangat sedih melihat keluarga bersedia menjual anak-anak mereka untuk memberi makan anggota keluarga lainnya.”
(Foto: Herat, Afghanistan -AP)
Meskipun pemerintahan Taliban baru-baru ini telah menetapkan pernikahan paksa sebagai ilegal, mengatur pernikahan untuk gadis-gadis yang sangat muda adalah hal biasa di wilayah tersebut.
Keluarga mempelai pria biasanya membayar uang untuk menyegel kesepakatan, dan anak yang dijual untuk dinikahkan biasanya tetap tinggal bersama orang tuanya sampai dia setidaknya berusia sekitar 15 tahun.
Baca juga: Kelaparan Ekstrim Dorong Warga Afghanistan Jual Organ Tubuh
Mimpi Buruk yang Terulang
Aziz Gul, yang dulu dinikahkan pada usia 15 merasa mau mati saja saat mengetahui suaminya telah diam-diam menjual anak mereka yang berusia 10 tahun, Qandi Gul, untuk dinikahkan agar dia bisa memberi makan keluarganya yang terdiri dari lima anak.
Gul mengumpulkan saudara laki-lakinya dan para tetua desa, dan dengan bantuan mereka mengamankan "perceraian" untuk Qandi, dengan syarat dia membayar 100.000 Afghani (sekitar Rp13,6 juta) yang diterima suaminya.
(Foto: Qandi Gul, 10 tahun, sedang menggendong adiknya -AP)
Suaminya melarikan diri, mungkin karena takut Gul akan mengadukannya ke pihak berwenang.
Gul mengatakan dia tidak yakin berapa lama dia bisa menahan keluarga calon pengantin pria (berusia 21 tahun) karena ia tidak punya uang yang diminta.
Demi Perawatan Istri dan Makan Anak
Di bagian lain kamp, ayah empat anak Hamid Abdullah juga menjual putrinya yang masih kecil untuk dijodohkan karena ia sangat membutuhkan uang untuk mengobati istrinya yang sakit kronis dan sedang hamil anak kelima mereka.
Dia tidak bisa membayar kembali uang yang dia pinjam untuk mendanai perawatan istrinya, katanya. Jadi tiga tahun lalu, dia menerima uang muka untuk putri sulungnya Hoshran, 7 tahun, dalam perjodohan dengan seorang yang berusia 18 tahun.
Keluarga yang membeli Hoshran menunggu sampai anak perempuan itu lebih tua sebelum menyelesaikan jumlah pembayaran penuh dan membawanya. Tetapi Abdullah membutuhkan uang sekarang, jadi dia mencoba mengatur pernikahan untuk putri keduanya, Nazia yang berusia 6 tahun, dengan harga sekitar 20.000-30.000 Afghani (Rp2-3 juta).
(Foto: Hamid Abdullah terpaksa menjual anaknya demi pengobatan istrinya -AP)
Anak Laki-laki Dijual di Pasar
Di provinsi tetangga Badghis, keluarga pengungsi lainnya sedang mempertimbangkan untuk menjual putra mereka, Salahuddin yang berusia 8 tahun.
Ibunya, Guldasta, mengatakan bahwa setelah berhari-hari tidak makan, dia menyuruh suaminya untuk membawa Salahuddin ke pasar dan menjualnya untuk membawa makanan bagi yang lain.
“Saya tidak ingin menjual putra saya, tetapi saya harus melakukannya,” kata pria berusia 35 tahun itu. "Tidak ada ibu yang bisa melakukan ini pada anaknya, tetapi ketika kamu tidak punya pilihan lain, kamu harus membuat keputusan yang bertentangan dengan keinginanmu."
Salahuddin mengerjap dan menatap dalam diam, bibirnya sedikit bergetar.
Shakir, ayahnya yang buta satu matanya dan mengalami masalah ginjal, mengatakan bahwa anak-anaknya telah menangis selama berhari-hari karena kelaparan. Dua kali dia memutuskan untuk membawa Salahuddin ke pasar, dan dua kali dia goyah. "Tapi sekarang saya pikir saya tidak punya pilihan lain."
(Foto: Guldasta dan Salahuddin (tengah) -AP)
Meskipun pembelian anak laki-laki tergolong jarang, ada keluarga tanpa anak laki-laki yang melakukannya, walau biasanya mereka memilih membeli bayi.
Keputusasaan jutaan orang jelas karena semakin banyak orang menghadapi kelaparan, dengan sekitar 3,2 juta anak di bawah 5 tahun menghadapi kekurangan gizi akut, menurut PBB.
Charles, direktur nasional World Vision untuk Afghanistan, mengatakan dana bantuan kemanusiaan sangat dibutuhkan.
“Saya senang melihat ikrar [bantuan dana] telah dibuat,” katanya. Tetapi ikrar itu “tidak boleh sekadar janji, melainkan harus dieksekusi menjadi kenyataan di lapangan.” ***(Sumber dan Foto: AP)