KABARINDO, MEDAN– Cabang olahraga tenis meja hadir kembali di Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI tahun 2024 di Aceh dan Sumatera Utara (Sumut). Bahkan sudah menyelesaikan pertandingan nomor beregu putra dan putri di Gedung Olahraga Angsapura, Medan, Sumut, Kamis (12/9/2024) malam.
Tampilnya kembali tenis meja di ajang PON XXI setelah tidak dipertandingkan di PON XX Papua empat tahun lalu memiliki arti penting bagi Pengurus Besar Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PB PTMSI) pimpinan Ketua Umum Peter Layardi Lae. PON XXI menjadi bukti secara de fakto, tidak ada alagi dualisme dalam induk organisasi cabang olahraga tenis meja di Tanah Air. Ini memperkuat lagi keberhasilan perjuangan PB PTMSI secara de jure sebagai satu-satunya induk organisasi tenis meja Indonesia.
Peter Layardi saat ditemui usai acara penghormatan pemenang nomor beregu putra – putri PON XXI mengatakan, dipertandingkannya kembali tenis meja kali ini mempertegaskan tidak ada lagi dualisme PTMSI. Dia menegaskan ini menjadi pembuktian de facto setelah secara de jure memutuskan PB PTMSI sebagai satu-satunya induk organisasi cabang olahraga tenis meja Indonesia.
“Apa lagi yang harus dipertanyakan diragukan lagi? Secara de facto dan de jure PB PTMSI yang sah. Jadi mari biasakanlah bangsa ini mengikuti aturan hukum taat aturan taat putusan hukum. Jangan semuanya dilanggar. Jangan bermain-main lagi karena tidak baik bagi bangsa ini. Nanti atlet lagi yang jadi korban,” kata Peter.
Mengingat hal itu maka dengan kekuatan fakta dan hukum itu, Peter menyatakan akan segera Kita enjelaskan kepada Presiden NOC Indonesia atau Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari agar mengupayakan penyelesaian masalah tenis meja Indonesia di tingkat internasional.
“Semoga dari PON ini Pak Okto sebagai Presiden NOC Indonesia atau Ketua KOI mendapat kekuatan sah untuk memperjuangkan PB PTMSI sebagai organisasi tenis meja Indonesia ke tingkat federasi internasional. PON ini mempertegas tidak ada dualisme, daerah dan atlet tidak ada dualisme. Secara hukum sudah selesai, tidak ada lagi persoalan, selesai khan?,” ujar Peter lagi.
Bagi Peter, PON sebagai multievent tertinggi di Indonesia ini menjadi acuan untuk memilih pemain-pemain yang akan diusulkan untuk multievent yang lebih tinggi di manca negara seperti SEA Games, Asian Games dan bahkan olimpiade. Karena di PON ini semua pemain diakomodir karena semuanya mau dan berharap bermain di PON. “Jadi kita tidak pernah mengorbankan namanya atlet,” tegasnya.
Dengan tidak dipertandingkannya di Papua, Peter melihat antusias masyarakat terhadap tenis meja justru makin tinggi. Menurutnya, semenjak selesai pandemi Covid19 masyarakat sudah menggemari tenis meja.
Setelah PON ini bila ada info terkait multievent tentu PB PTMSI akan kembali melaksanakan seleknas dari para juara-juara PON ini karena yang dikirim kan hanya empat. Dari PON yang mempertandingkan nomor beregu, tunggal, ganda dan campuran putra-putri ini semua juara akan dipanggil.
"Pelaksanaan PON ini tentu meningkatkan prestasi adik-adik kami. Satu per satu saya lihat mereka dari sisi skill meningkat, dan tentu harapan kami mereka bisa mewakili Indonesia di multievent yang lebih tinggi setelah PON ini," kata Peter.
Dia melihat perkembangan atlet tenis meja di Tanah Air sudah mulai merata di berbagai wilayah Indonesia, dan tidak melulu terpusat di Pulau Jawa. Hal tersebut dapat terlihat dari perwakilan tenis meja Indonesia di ajang SEA Games Kamboja 2023 lalu yang memberangkatkan sejumlah atlet dari berbagai daerah di luar Pulau Jawa. Foto: Ist