Sinergi Orang Tua dan Sekolah Hadapi Tantangan Akademik Anak di Setiap Jenjang Pendidikan
KABARINDO, SURABAYA - Berbagai studi pendidikan menunjukkan bahwa kolaborasi yang solid antara sekolah dan orang tua merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan akademik sekaligus perkembangan emosional anak.
Sejumlah riset global, salah satunya dari Harvard Graduate School of Education dan OECD, menegaskan bahwa keterlibatan orang tua yang konsisten berkontribusi langsung pada peningkatan motivasi belajar, performa akademik serta kesejahteraan psikologis siswa. Temuan tersebut menunjukkan anak yang mendapatkan dukungan selaras dari rumah dan sekolah umumnya memiliki daya tahan belajar (resilience) yang lebih kuat dan lebih mampu beradaptasi dengan berbagai tantangan di setiap fase pendidikan.
Dengan pendekatan kemitraan yang kuat antara rumah dan sekolah, Sampoerna Academy memahami bahwa pendampingan holistik mampu mendorong perkembangan akademik anak, juga membentuk karakter, kemandirian serta kesejahteraan emosional mereka. Sebagai pionir pendidikan berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts and Mathematics) di Indonesia, Sampoerna Academy terus memperkuat komitmennya dalam memaksimalkan potensi setiap siswa di berbagai jenjang melalui ekosistem belajar yang menyeluruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, kolaborasi antara orang tua dan sekolah perlu dibangun secara sinergis sebagai upaya bersama dalam mendukung perjalanan belajar anak.
Mustafa Guvercin, Director of Sampoerna Academy, mengatakan dari pengalaman mendampingi siswa dan berinteraksi erat dengan para orang tua, pihaknya melihat betapa besar dampak ketika rumah dan sekolah benar-benar berjalan seiring. Saat komunikasi terjalin dengan jujur dan kolaborasi tumbuh secara konsisten, anak berkembang dengan lebih percaya diri, lebih termotivasi dan memiliki pondasi karakter yang kuat.
“Inilah yang membentuk mereka menjadi pembelajar seumur hidup, anak-anak yang siap menghadapi setiap tahapan kehidupan di Indonesia maupun di dunia global,” ujarnya pada Kamis (18/12/2025).
Namun kenyataannya, perjalanan akademik seorang anak tidak selalu mulus. Mereka melewati fase-fase perkembangan yang penuh dinamika, mulai dari perubahan emosional, sosial hingga tekanan akademik, dapat berdampak pada motivasi dan capaian belajar. Dalam konteks inilah kolaborasi antara sekolah dan orang tua menjadi sangat krusial.
Psikolog pendidikan, Cynthia Vivian Purwanto, M.Psi,. mengatakan bahwa dalam perjalanan mulai dari masa kanak-kanak hingga memasuki usia remaja, setiap anak menghadapi ragam tantangan yang berbeda secara emosional, sosial maupun akademik. Setiap fase perkembangan memiliki karakteristik dan kebutuhan yang unik, sehingga pendekatan pendampingan dari sekolah maupun orang tua perlu disesuaikan.
Fase balita atau taman kanak-kanak (TK)
Pada fase ini, anak perlu membangun pondasi kebiasaan belajar seumur hidup yang meliputi motorik, bahasa, kognitif dan pengelolaan diri termasuk kontrol emosi. Perkembangan yang matang dan pengelolaan diri yang baik akan memudahkan anak memahami pelajaran di kelas dan mengendalikan diri saat belajar, sehingga performa belajarnya optimal.
Fase anak-anak atau sekolah dasar (SD)
Pada fase ini, beban akademik mulai meningkat dan anak mulai fokus pada kompetensi diri dengan membandingkan kemampuannya dengan teman sebaya, seperti nilai ujian atau kemampuan memecahkan soal matematika. Hal ini mempengaruhi keterlibatan di kelas, kegigihan dalam menghadapi kesulitan, hingga hasil akademik mereka.
Fase remaja awal atau sekolah menengah pertama (SMP)
Memasuki fase ini, tantangan menjadi semakin kompleks karena ada perubahan yang cukup signifikan pada anak. Mulai dari tuntutan akademik yang lebih kompleks, perubahan hormonal, relasi dengan teman sebaya, hingga pencarian identitas diri yang dapat mempengaruhi performa dan motivasi belajar anak.
Fase remaja akhir atau sekolah menengah atas (SMA)
Fase terakhir ini merupakan fase penentuan masa depan yang menjadi tantangan besar bagi setiap anak. Anak yang telah mengetahui tujuan masa depan, potensi dan minatnya akan lebih matang dalam mengambil keputusan. Bahkan, lebih termotivasi belajar keras untuk memenuhi syarat lulus sekolah dan diterima di universitas impiannya.
Meski umum terjadi di lingkungan rumah maupun sekolah, jika tantangan-tantangan di atas tidak ditangani dengan baik, dapat berdampak pada menurunnya motivasi belajar, prestasi akademik yang kurang optimal, bahkan kesehatan mental anak. Untuk itu, peranan kolaboratif antara orang tua dan sekolah sangat penting.
“Kolaborasi orang tua dan sekolah memerlukan sinergi nyata. Kedua pihak perlu saling mendengarkan dan bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan akademik anak secara positif. Dengan demikian, anak dapat mengembangkan kebiasaan belajar yang sehat, resiliensi diri, motivasi intrinsik, rasa percaya diri, kemampuan sosial adaptif dan kesehatan mental yang baik untuk menghadapi tantangan hidup, baik pendidikan lanjutan maupun dunia kerja ketika beranjak dewasa,” jelas Cynthia.
Komitmen Sampoerna Academy terhadap kolaborasi terstruktur dan komunikasi transparan ini diwujudkan melalui berbagai inisiatif, seperti sesi parent engagement, konseling, learning conference dan program pendampingan akademik yang melibatkan orang tua secara aktif. Seluruh upaya ini bertujuan membangun ekosistem pendidikan yang berorientasi pada pertumbuhan karakter, keterampilan abad ke-21 dan kesiapan global siswa yang merupakan kualitas penting menuju Indonesia Emas 2045.
“Kami berharap siswa-siswi Sampoerna Academy dapat menjadi pembelajar seumur hidup yang siap bersaing secara global, bahkan melihat sekolah sebagai tempat untuk bereksplorasi. Ketika sekolah dan orang tua benar-benar bekerja sama, siswa didorong untuk memiliki kemampuan akademik, juga, memiliki resiliensi, ketahanan emosional dan perspektif global untuk menjadi pemimpin masa depan yang adaptif, inovatif dan peduli pada dunia di sekitar mereka,” ujar Mustafa.
Foto: istimewa





