Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Berita Utama > Simak Cara Penanganan untuk Anak dan Korban Terdampak Erupsi Gunung Semeru

Simak Cara Penanganan untuk Anak dan Korban Terdampak Erupsi Gunung Semeru

Berita Utama | Senin, 6 Desember 2021 | 09:33 WIB
Editor : Orie Buchori

BAGIKAN :
Simak Cara Penanganan untuk Anak dan Korban Terdampak Erupsi Gunung Semeru

KABARINDO, LUMAJANG -  Erupsi Gungung Semeru, Lumajang, Jawa Timur  pada Sabtu (4/12/2021 menyisakan traumatik bagi para korban, terutama untuk anak-anak.

Peristiwa Gunung Semeru meletus tidak hanya menghancurkan bangunan-bangunan dan memporak-porandakan lingkungan sekitarnya, tetapi juga menelan korban jiwa. Menurut data BNPB, ada 13 orang yang meninggal dunia dan ratusan warga mengalami luka-luka.

Terlepas dari peristiwa yang baru saja terjadi, tragedi bencana alam memang tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga mental. Tak sedikit orang yang mengalami trauma pasca menjadi korban bencana alam.

Trauma sendiri tidak hanya dirasakan oleh golongan tertentu saja. Semua orang bisa mengalami trauma, mulai dari anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa. Oleh karenanya, selain bantuan kesehatan secara fisik, diperlukan juga penanganan untuk kesehatan mental para korban bencana alam.

Berikut cara menghilangkan trauma untuk anak-anak dan warga yang menjadi korban bencana, seperti dirangkum dari Psychiatry, Senin (6/12/2021).

Mengatasi trauma pada anak-anak

Anak yang mengalami trauma pasca bencana alam memperlihatkan beberapa gejala. Di antaranya kesulitan tidur, kerap murung, sedih, atau depresi, terlihat kurang berenergi, kurang nafsu makan, sulit berkonsentrasi, serta sering merasa ketakutan.

Selain itu, beberapa ada yang mengalami gejala fisik seperti sakit kepala, sakit perut, atau sakit di bagian tubuh lainnya. Mereka juga kerap menutup diri dan enggan bersosialisasi.

Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan untuk membantu anak keluar dari traumanya;

1. Beri tahu anak-anak bahwa kondisi akan segera aman dan ada orang lain yang akan membantu. Ini bisa menjadi kesempatan yang baik untuk mengedukasi anak bahwa ketika sesuatu yang menakutkan terjadi, pasti ada orang yang harus membantu.

2. Batasi paparan konten televisi dan media sosial tentang bencana. Hal ini dilakukan karena paparan berulang terkait gambar menakutkan yang intens dapat meningkatkan rasa traumanya.

3. Mengajak anak menghabiskan waktu bersama keluarga atau orang terdekat. Hal ini dapat meningkatkan perasaan aman dan memberikan kesempatan yang bermanfaat untuk berbicara dan berbagi.

4. Temukan cara yang sehat untuk mengajak anak lebih rileks, seperti mendengarkan musik, membaca, olahraga, dan hobi lainnya.

5. Mengajak anak tetap terhubung dengan teman, keluarga, teman sekelas, dan tetangga untuk memberi dan menerima dukungan.

6. Anak-anak yang mengalami kehilangan orang-orang terdekat karena bencana alam mungkin lebih rentan dan dapat menimbulkan reaksi yang berkepanjangan atau intens. Anak-anak ini kemungkinan membutuhkan dukungan dan perhatian ekstra.

7. Jika anak mengalami gejala gangguan tidur, kekhawatiran yang mengganggu, ketakutan yang berulang tentang kematian, penurunan kinerja sekolah, atau menjadi agresi secara terus menerus sebaiknya mencari bantuan dari dokter anak, dokter keluarga, atau menemui tenaga kesehatan mental profesional.

Mengatasi trauma pada orang dewasa

Sama halnya dengan anak-anak, orang dewasa juga bisa mengalami trauma pasca bencana. Mereka yang trauma biasanya mengalami sulit tidur, murung dan selalu sedih, mati rasa, kurang berenergi, sulit berkonsentrasi, isolasi sosial, dan banyak lagi.

1. Makan, minum, olahraga, dan istirahat secara teratur. Dengan merawat tubuh, itu dapat mengurangi efek negatif dari stres.

2. Hindari penggunaan alkohol, tembakau, dan obat-obatan lain.

3. Temukan cara yang sehat untuk rileks. Misalnya, latihan pernapasan, meditasi, self-talk yang menenangkan, atau mendengarkan musik yang menenangkan.

4. Terlibat dalam kegiatan yang menyenangkan dan memulihkan. Misalnya berolahraga, melakoni hobi, dan kegiatan sosial lainnya.

5. Tetap terinformasi tentang informasi dan perkembangan baru. Gunakan sumber informasi yang kredibel untuk menghindari spekulasi dan rumor.

6. Batasi paparan konten televisi dan media sosial tentang bencana; overexposure dapat meningkatkan rasa trauma.

7. Tetap terhubung dengan teman, keluarga, tetangga, dan kolega untuk memberi dan menerima dukungan. Saling membantu dapat mempercepat pemulihan.

8. Cari bantuan profesional bila rasa trauma Anda tetap tinggi setelah beberapa minggu atau Anda mengalami kesulitan terus-menerus di tempat kerja atau rumah, atau berpikir untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
 


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER