Semarak Malam Festival Film Wartawan Indonesia XI; Anugerahkan Piala Gunungan untuk Berbagai Kategori
Dihadiri para insan perfilman maupun wartawan
Surabaya, Kabarindo- Malam anugrah Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI) XI pada Kamis (28/10/2021) yang digelar bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda berlangsung hangat dan semarak. Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pembacaan Sumpah Pemuda.
FFWI XI diadakan oleh panitia bersama Direktorat Perfilman, Musik dan Media (PMM) Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Acara ini dipandu oleh artis Ayu Dyah Pasha dan dihadiri oleh para wartawan maupun insan perfilman Indonesia.
Sejumlah artis, aktor maupun wartawan didapuk sebagai pembaca nominasi maupun pemenang Piala Gunungan FFWI XI untuk berbagai kategori, mulai dari Penulis Skenario Terbaik, Penata Kamera Terbaik, Penyunting Gambar Terbaik, Sutradara Terbaik, Film Terbaik, Aktor Pendukung Terbaik, Aktris Pendukung Terbaik, Aktor Utama Terbaik dan Aktris Utama Terbaik.
Ketua panitia FFWI XI, Wina Armada Sukardi, mengatakan panitia pelaksana gelaran tersebut hanya berjumlah 7 orang dan seluruh juri yang menyeleksi adalah 35 wartawan dari 8 kota. Semula akan dihadirkan 4 kategori yaitu genre komedi, horor, drama dan laga. Namun akhirnya genre laga ditiadakan karena tak memenuhi syarat minimal.
Piala Gunungan untuk genre Komedi diborong oleh film Sabar Ini Ujian, untuk genre Horor didominasi oleh film Affliction, sedangkan Piala Gunungan untuk genre Drama diborong oleh film Ali & Ratu Ratu Queens.
Anggy Umbara, Sutradara Terbaik Kategori Komedi, mengapresiasi penghargaan yang diraihnya. Ia mengatakan, biasanya film komedi cenderung dipandang sebelah mata. Namun kali ini, film Sabar Ini Ujian mampu menunjukkan tajinya.
Vino yang meraih Piala Gunungan sebagai Aktor Utama Terbaik kategori Komedi, mengapresiasi penghargaan yang diterima. Ia berharap FFWI terus digelar untuk mendorong perfilman nasional agar semakin maju.
“Semoga perfilman Indonesia terus on the track,” ujarnya singkat.
Sementara itu, aktor kawakan Slamet Rahadjo mengatakan, semua genre film itu baik dan harus diapresiasi. Karena itu, harus dibuat sebaik mungkin agar mampu menarik minat masyarakat untuk menonton. Ia sendiri mengaku tak suka bermain di film horor karena takut mahkluk halus.
“Lha kan nggak fair ya. Setan, demit dan lain-lain sejenisnya bisa melihat kita, tapi kita nggak bisa melihat mereka. Trus kalau syuting film horor biasanya malam, remang-remang malah gelap. Waduh,” selorohnya lalu tertawa yang diikuti tawa hadirin.
Pada kesempatan tersebut, Wina menyampaikan kabar gembira bahwa tokoh perfilman Usmar Ismail telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional perfilman Indonesia.
Pada malam itu, juga diberikan penghargaan untuk kategori Life Time Achievement Award untuk Pengabdian dan Kesetiaan Profesi yang dibacakan oleh Ketua MPR, Bambang Soesatyo. Penghargaan ini diraih oleh Gobind Tejoomal Samtani dari Rapi Film dan wartawan senior Yan Wijaya.
Gobind yang akrab disapa Gope ini bangga menerima penghargaan tersebut dan berharap perfilman Indonesia semakin maju. Ia menuturkan, ia tak pernah membayangkan bisa terjun ke dunia film seperti yang diidamkannya. Dulu ia bekerja di toko tekstil, namun passion-nya adalah film.
“Sejak kecil saya suka nonton film dan mengoleksi poster-poster film,” ungkap pria kelahiran 1 Oktober 1943 yang sudah menggeluti dunia perfilman lebih dari 50 tahun ini.
Gope mendirikan Rapi Film pada 1968 dan memproduksi minimal 3 film per tahun. Hingga kini Rapi Film sudah menghasilkan sekitar 200 judul film, beberapa di antaranya meraih penghargaan nasional maupun internasional.
Gope berkomitmen untuk terus mendukung perfilman nasional. “Sesulit apapun kondisi, termasuk pada masa pandemi Covid-19 sekarang ini, kami tak akan berhenti memproduksi film nasional,” ujarnya.
Yan Wijaya yang juga menerima Life Time Achievement Award, mengapresiasi penghargaan tersebut. Ia menyebut tokoh senior di antaranya Rosihan Anwar sebagai sumber inspirasinya dalam menulis.
Di sisi lain, Bambang mengaku dulu pernah menjadi wartawan dan meliput berita. Ia pernah mengikuti proses syuting yang berlangsung berjam-jam. Karena itu, ia salut pada aktris dan aktor maupun kru yang terlibat dalam pembuatan film.
“Jadi aktris dan aktor itu bukan pekerjaan mudah. Syuting bisa lama sekali dan yang berat itu menunggu berjam-jam,” tuturnya.
Bambang berharap FFWI bisa menjadi pendorong industri perfilman Indonesia. Ia menekankan pentingnya menjaga kecintaan terhadap nilai-nilai nasionalime melalui film-film nasional dan menghargai keteladanan. Ia merujuk pada film-film Mandarin yang sangat menghargai sosok pahlawan.
“Tokoh yang baik atau sosok yang menjadi pahlawan di film Mandarin pasti akhirnya menang. Ini menunjukkan semangat nasionalisme dan perlu ditiru,” ujarnya.
Bambang mengajak masyarakat untuk mencintai film nasional dan mendorong perfilman nasional untuk semakin maju. “Siapa lagi yang menghargai film nasional kalau bukan kita. Kapan lagi mulai melaksanakannya kalau bukan sekarang,” ujarnya yang disambut aplaus oleh semua yang hadir.
Pada malam anugerah tersebut ditampilkan artis senior Paramita Rusady bersama dua musisi lainnya yang membawakan beberapa lagu sambil mamainkan gitar. Mita mengenakan kostum unik dengan topeng dan sepasang sayap kupu-kupu warna ungu. Kostum ini sesuai dengan salah satu lagu berjudul Sepasang Kupu-kupu Ungu. Mita lalu melepas topeng yang memperlihatkan wajahnya tetap cantik dan awet muda meski sudah berusia 55 tahun.