KABARINDO, - Wakil Menteri Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir menegaskan pentingnya negara-negara G20 mendorong reformasi tata kelola global dan mempertahankan komitmen menjunjung tinggi hukum internasional yang penegakannya melemah.
“Multilateralisme terus tergerus, sementara negara-negara yang membangun sistem ini semakin enggan mempertahankannya. Jika tren ini berlanjut, sistem global berisiko gagal,” ucap Arrmanatha di hadapan delegasi Pertemuan Menteri Luar Negeri (FMM) G20 di Johannesburg, Afrika Selatan, Kamis (20/2).
Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI di Jakarta, Jumat, Wamenlu menyoroti gagalnya Liga-Bangsa-Bangsa sekitar 80 tahun yang lalu adalah karena lemahnya penegakan hukum internasional, gagalnya mencegah agresi oleh negara besar, dan kurangnya komitmen antara negara-negara anggota.
“Jika kondisi ini dibiarkan, kita berisiko mengalami kegagalan serupa,” kata dia, menegaskan.
Multilateralisme tak boleh menjadi sekadar retorika dan harus diwujudkan dalam aksi nyata, tutur Wamenlu. Harus dipastikan pula bahwa hukum internasional ditegakkan secara konsisten tanpa pandang bulu.
“Jika hukum internasional hanya digunakan ketika menguntungkan pihak tertentu, maka kredibilitasnya akan semakin melemah,” ucap Arrmanatha.
Untuk itu, Indonesia menegaskan bahwa G20 harus memainkan peran yang lebih aktif dalam mendukung reformasi multilateral yang sepatutnya berdasar pada prinsip inklusivitas, kesetaraan, solidaritas, dan kemitraan.
Wamenlu mendorong G20 berkoordinasi dengan institusi multilateral lain seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sistem perdagangan multilateral supaya bekerja semakin selaras dan saling memperkuat.
Selain itu, Indonesia juga mendorong implementasi Pakta Masa Depan PBB sebagai langkah konkret dalam memperkuat tata kelola global serta menegaskan pentingnya Financing for Development Conference mendatang sebagai momentum mendorong reformasi yang lebih substansial, kata dia.
“Kita harus bergerak maju mendorong kemajuan reformasi sistem multilateralisme untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua,” tutur Arrmanatha.
Dalam G20 FMM yang dibuka oleh Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa pada Kamis, mayoritas negara anggota G20 dan negara undangan mengungkit soal konflik dan ketidakstabilan global, termasuk situasi di Ukraina, Gaza, dan kawasan lain.
Secara umum, negara-negara G20 menyoroti komitmen hukum internasional dalam menjaga stabilitas dan perdamaian dunia, peningkatan angka kemiskinan global, serta dampak dinamika geopolitik terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).