Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Berita Utama > Perjalanan GMTD Telah Menyalahi Perjanjian Awal Pendirian

Perjalanan GMTD Telah Menyalahi Perjanjian Awal Pendirian

Berita Utama | 38 menit yang lalu
Editor : Orie Buchori

BAGIKAN :
Perjalanan GMTD Telah Menyalahi Perjanjian Awal Pendirian

Oleh: Prof. Nurhayati Rahman
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin

MAKASAAR - Terkait polemik lahan seluas 16 hektare di Jl Metro Tanjung Bunga yang menyeret nama Bapak Jusuf Kalla, saya ingin mengawalinya dari sisi sejarah terlebih dahulu. 

Dulunya lahan tersebut memang masuk ke dalam wilayah Kerajaan Gowa. Dalam sejarah Makassar yang ditulis oleh catatan-catatan Portugis, di kawasan itulah yang menjadi tempat pertahanan sekaligus pusat perdagangan internasional di sekitar Benteng Somba Opu.

Maka, sebetulnya tak ada kesalahan dari perolehan tanah Pak Jusuf Kalla di wilayah tersebut karena dibeli langsung dari ahli waris Kerajaan Gowa. Masyarakat dulunya kan hanya menjadi pengelola. 

Di wilayah itu dulunya terdapat empang-empang sebagai pusat aktivitas masyarakat yang dikuasai Kerajaan Gowa dan dikelola masyarakat. Namanya dulu Kampung Tamalate, saya tidak tahu sejak kapan berubah nama menjadi Tanjung Bunga dan saya tidak menahu juga siapa yang kasih nama. Saya tidak ikuti sejarahnya, tetapi pasti itu di zaman orde baru.

Nah, Gubernur Sulawesi Selatan era 1983–1993, Ahmad Amiruddin bercita-cita ingin mengembalikan kejayaan yang seperti ditorehkan Kerajaan Gowa di masa lampau dengan menjadikan Somba Opu sebagai sentrum. Karena dulu di sekitar Somba Opu terdapat yang namanya logi atau pusat-pusat perdagangan. Di wilayah itulah yang betul-betul menjadi pusat perdagangan internasional dengan adanya logi Portugis, Belanda, Melayu, Cina, dan India.

Untuk itu, didirikanlah Gowa Makassar Tourism Development Corporation (GMTDC) sebagai tujuan untuk pengembangan pariwisata berbasis budaya dan sejarah yang terintegrasi dengan Benteng Somba Opu. Bukan untuk bangunan-bangunan rumah mewah yang seperti kita saksikan saat ini. Makanya,  perjalanan GMTD sekarang sudah keluar dari perjanjian awal di era Gubernur Ahmad Amiruddin.

Pertanyaan pertamanya, dimana pengembangan wisatanya sekarang di situ? Yang kita lihat saat ini hanya rumah-rumah. Saya pun mempertanyakan, kenapa pemerintah tidak berani mengambil tindakan mencabut hak izin GMTD yang sudah keluar dari komitmen awal pendiriannya. Sejak kapan wilayah pariwisata diubah menjadi wilayah perumahan mewah.

Pertanyan kedua, dimana community development-nya? Masayarakat semakin termarginalkan. Pekerjaan sebagai nelayan hilang karena wilayah ini telah didesain sedemikian rupa menjadi kota metropolitan. Lagi-lagi, siapa kasih yang memberi izin? Ini semua yang perlu ditelusuri. 

Karena dilihat dari nama perusahannya saja, Gowa Makassar Tourism Development yang harusnya membangun kawasan pariwisata. Bukan kawasan elit.

Jadi, terdapat dua pelanggaran yang dilakukan oleh GMTD, yakni memarginalkan masyarakat kecil dan keluar dari konsep sebagai pusat pengembangan wisata. Dimana kita mau berwisata di lokasi itu? Yang ada cuma rumah-rumah. Rumah mewah untuk orang kaya.

Tugas pemerintah saat inialah perlunya Penelusuran kembali bagaimana bisa terjadi pelencangan dan kesalahan dari konsep awal pendirian GMTD. Pelajari baik-baik Gowa Makassar Tourism Development yang tujuannya membangun pusat pariwisata sejarah dan budaya. Kalau pun mau modern, tidak apa-apa. Asal melibatkan masyarakat agar kehidupannya meningkat. 

Tetapi kan kita lihat masyarakat di sekitarnya tetap miskin. Coba lihat kesenjangan yang terjadi di Tanjung Bunga dan masyarakat sekitarnya sekarang. Sangat jelas.

Yang saya sayangkan juga, dimana kehadiran DPRD? Kenapa mereka tidak kontrol bahwa GMTD ini awalnya ingin didorong untuk membangun pusat pengembangan pariwisata budaya dan sejarah sekaligus merevitalisasi Benteng Somba Opu yang sekarang diserobot juga jadi pemukiman. 

Ini semualah yang merusak sejarah. Sudah lama saya marah melihat kondisi di sana. Apa sebenarnya yang telah diperbuat Lippo di sana? Seolah-olah berlindung di bawah kekuasaan pemerintah. Sekali lagi, yang perlu ditelusuri ialah si pemberi izin? Mengapa aktivitas GMTD sudah sangat jauh dari konsep idealisme Ahmad Amiruddin.


RELATED POST


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER