Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Berita Utama > Penyelesaian Blankspot di Wilayah 3T Harus Libatkan Daerah

Penyelesaian Blankspot di Wilayah 3T Harus Libatkan Daerah

Berita Utama | Rabu, 14 Agustus 2024 | 07:18 WIB
Editor : Hauri Yan

BAGIKAN :
Penyelesaian Blankspot di Wilayah 3T Harus Libatkan Daerah

KABARINDO, JAKARTA -- Tahun ini, tepatnya di tanggal 17 Agustus 2024, usia kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mencapai 79 tahun. Sayangnya, di usia kemerdekaan yang terbilang tak muda ini, masih ada sebagian dari masyarakat kita, khususnya di wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) yang belum menikmati kemerdekaan atas informasi dari negerinya alias blankspot. Padahal, hadirnya sistim siaran TV digital pengganti siaran TV analog digadang-gadang akan menyelesaikan sengkarut tersebut.

Menanggapi situasi ini, Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza mengatakan, pihaknya mengusulkan adanya komunikasi dan sinergi antar pihak khususnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menginventarisasi ulang masalah dan penyelesaiannya. “Karena itu perlu pelibatan daerah,” katanya di sela-sela diskusi bertajuk “Pemerataan Informasi Hingga Daerah 3 T”, yang diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen dengan Biro Humas dan Pemberitaan Parlemen DPR RI, Selasa (13/8/2024) di bilangan Senayan, Jakarta.

Sebelum itu, saat mengawali paparannya, Reza mengingatkan tentang Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi bahwa bumi, air dan segala kekayaaan yang terkadung di dalamnya harus dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat. Menurutnya, frekuensi sebagai kekayaan alam adalah sesuatu yang harus dipergunakan untuk kepentingan masyarakat.

“Ada kompensasi dari pemanfaatan frekuensi. Kompensasi pemanfaatan frekuensi itu harus diselesaikan dengan menyediakan akses gratis siaran teresterial free to air untuk masyarakat,” tambah Wakil Ketua KPI Pusat ini. 

Dalam satu kesempatan berkunjung ke Provinsi NTB tepatnya di daerah Obel-obel, Reza menemukan fakta tersebut. Dia mendapati bahwa baru satu tahun belakangan ini masyarakat di sana telah menerima siaran TV free to air secara gratis.

“Bayangkan, sudah berapa puluh tahun kita merdeka dan mereka baru menerima secara gratis. Jadi, ketika mereka kalau mau menonton presidennya bicara atau diskusi di DPR nya, itu mereka harus bayar melalui LPB (lembaga penyiaran berlangganan). Kita tidak bisa salahkan karena hanya itu instrumen yang tersedia,” lanjutnya.    

Bahkan, tak jauh dari Kota Jakarta, tepatnya di Jawa Barat (Jabar), masih banyak daerah seperti Bandung wilayah timur, Bandung wilayah Selatan, Bandung Barat wilayah selatan, Subang, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, Cianjur wilayah Selatan, dan Sukabumi, yang blankspot. “Itu masih di pulau Jawa. Belum lagi di daerah lain seperi Maluku, Sulbar dan daerah lainnya,” ujar Echa, biasa disapa.  

Karenanya, KPI menilai perlu pembicaraan secara serius agar akses informasi dapat menjangkau seluruh rakyat Indonesia. Menurutnya, tidak boleh ada masyarakat Indonesia yang tidak menerima informasi. “Masalah infrastruktur penyiaran ini menjadi konsen KPI. Ini akan kami sampaikan secara resmi agar kemudian pemerintah dan teman-teman di daerah bersama-sama menata kembali dan menginventarisir agar siaran free teresterial dapat diterima masyarakat Indonesia,” ungkap Reza.  

Ingatkan pemerintah

Sementara itu, Anggota DPR RI Yan Permenas Mandenas meminta Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk berkolaborasi dengan pemerintah daerah dalam upaya pemerataan informasi di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. "Sehingga antara pemda dengan Kominfo selaku perwakilan pemerintah pusat yang melaksanakan program ini bisa sinkron dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan pusat yang harus didukung oleh pemerintah daerah," katanya secara daring dalam diskusi tersebut.

Selain itu, lanjut Yan Permenas, salah satu tantangan yang dihadapi dalam upaya pemerataan penyiaran di Indonesia adalah pola hidup masyarakat yang hidupnya berpindah-pindah di sejumlah wilayah Indonesia, khususnya di daerah 3T. "Pola hidup mereka yang berkelompok, yaitu dengan tradisi mereka yang misalkan sebagai kelompok petani, mereka bisa memilih di balik gunung, di lembah, dan lain sebagainya, ini kadang-kadang jauh dari jangkauan, begitu pula juga yang di daerah pulau-pulau terluar," katanya.

Terkait kondisi tersebut, Dia memandang Kemenkominfo perlu melakukan analog switch-off secara bertahap, mengingat kondisi di daerah 3T infrastrukturnya belum sepenuhnya optimal untuk mendukung digitalisasi penyiaran nasional. Yan berharap agar pemerintah ke depannya melakukan pemetaan ulang penyebaran infrastruktur siaran digital di daerah-daerah Indonesia, khususnya di daerah 3T.

"Sehingga memang kebijakan yang dilakukan pemerintah setidaknya harus mengikuti kemampuan kita dalam melakukan mapping terhadap infrastruktur kita yang tersedia, begitu pula dengan alokasi anggaran kita dengan target waktu yang ada," ujarnya.

Apabila pemerintah berhasil mengatasi hal tersebut, lanjut Yan, maka secara perlahan-lahan masyarakat, dalam hal ini lembaga penyiaran swasta, akan berpartisipasi dalam mengaplikasikan program yang sudah didistribusikan oleh pemerintah melalui amanah digitalisasi penyiaran dalam Undang-Undang (UU) Penyiaran.

"Saya pikir inilah salah satu yang membuat kenapa (lembaga penyiaran) swasta ini semua kelihatannya belum patuh, ya belum patuh untuk melaksanakan hal ini. Nah, jadi harapan saya ke depan mungkin Kominfo harus menata ulang ini kebijakan kita dalam rangka percepatan digitalisasi penyiaran di semua wilayah di Indonesia, terutama untuk daerah-daerah 3T," tandas Yan Permenas Mandenas. Red dari KPI Pusat


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER