KABARINDO, JAKARTA - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan amicus curiae atau sahabat pengadilan berkontribusi memperkuat keyakinan hakim dalam membuat keputusan berbasis alat bukti pada perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pemilu 2024.
"Maka amicus curiae menjadi relevan diperbincangkan, karena dia bisa berkontribusi memperkuat keyakinan hakim dalam membuat keputusan berbasis alat bukti," ujar Titi dalam siaran langsung Polemik Trijaya: Menanti Putusan MK yang dipantau secara daring dari Jakarta, Sabtu
Ia pun menjelaskan majelis hakim MK sebelum sampai pada amar putusan pasti akan membangun argumentasi, rasionalitas, logika dan penalaran hukum yang membentuk konklusi pada amar putusan.
"Ini agar kita bisa menganalisis lebih proporsional terkait putusan MK terlepas dari tipologi putusan yang apakah akan dikabulkan, ditolak, tidak diterima," katanya.
Menurut Titi, dikabulkan pun variannya apakah dikabulkan sepenuhnya atau hanya sebagian saja. Oleh karena itu, majelis hakim MK diminta untuk memperhatikan nilai-nilai dan rasa keadilan dalam masyarakat.
Sebab, hakim dalam membuat keputusan berbasis pada alat bukti dan keyakinannya.
Dia menilai alat bukti itu penyumbang di dalam bagaimana hakim menarik benang merah antara data, fakta, informasi, peristiwa dan sebagainya. Sehingga, sampai pada keyakinan bahwa putusan itu apakah ditolak atau dikabulkan.
"Kalau tidak diterima tampaknya tidak mungkin, karena ini berkaitan dengan persyaratan formil legal standing dan seterusnya," jelas Titi.
Sebelumnya, Jumat (19/4), Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 pada hari Senin, 22 April 2024 pukul 09.00 WIB di ruang sidang lantai dua Gedung I MK RI, Jakarta.
Berdasarkan jadwal yang tertera pada laman resmi MK, hakim konstitusi akan membacakan putusan untuk gugatan sengketa pilpres yang diajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md serentak pada hari yang sama.
"Senin 22 April 2024, 09:00 WIB, Pengucapan Putusan," demikian bunyi jadwal sidang yang dikutip dari laman resmi MK di Jakarta, Jumat.
Gugatan yang diajukan oleh Anies-Muhaimin teregristrasi dengan Nomor Perkara 1/PHPU.PRES-XXII/2024, sementara gugatan Ganjar-Mahfud teregristrasi dengan Nomor Perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
Adapun dalam permohonannya, pasangan Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud pada intinya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.
Mereka juga memohon MK mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024. Kemudian, meminta MK memerintahkan kepada KPU melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran.
Diketahui, sidang pemeriksaan perkara sengketa Pilpres 2024 telah digelar pada tanggal 27 Maret hingga 5 April. Kemudian, para pihak dalam perkara mengajukan kesimpulan sidang ke MK pada tanggal 16 April.
Adapun sejak tanggal 16 hingga 21 April, hakim konstitusi melangsungkan rapat permusyawaratan hakim (RPH) guna memutus perkara tersebut.
"Dalil pemohon, fakta persidangan yang kemarin muncul, itu dibahas itu sampai tanggal 21 (April), termasuk penyusunan sampai drafting putusan,” kata Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK Fajar Laksono saat ditemui di Gedung I MK RI, Jakarta, Rabu (17/4).
Selain itu, dia menyebut alat elektronik tidak diperbolehkan dalam RPH. "Saya kira iya (elektronik tidak boleh dalam RPH) untuk meminimalisir sesuatu yang tidak diinginkan, ada mekanisme yang kita terapkan, supaya ketertutupan dan kerahasiaan itu terjamin," ucapnya.
Di tengah proses itu, masyarakat beramai-ramai mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan atau amicus curiae. Terkait hal ini, MK menegaskan hanya amicus curiae yang diterima hingga tanggal 16 April saja yang akan didalami oleh hakim konstitusi.
Lebih lanjut, PHPU Pilpres 2024 ditangani oleh delapan hakim konstitusi. MK memastikan tidak akan terjadi kebuntuan atau deadlock dalam pengambilan keputusan.
Dijelaskan Fajar, dalam hal terjadi suara imbang di antara hakim konstitusi: empat berbanding empat, maka keputusan diambil berdasarkan posisi ketua sidang pleno, yakni Ketua MK Suhartoyo.
"Ketika pengambilan keputusan, ya, umumnya, ya, Ketua Mahkamah Konstitusi (ketua sidang) kalau memang Ketua Mahkamah Konstitusi ada di rapat permusyawaratan hakim," ucap Fajar di Jakarta, Kamis (18/4).