Pelatihan Manajemen Pondok Pesantren PW RMI-NU DKI Jakarta Bahas Syahadah Ponpes Salafiyah Murni.
KABARINDO, Jakarta- Acara Pelatihan Manajemen Pondok Pesantren se-DKI Jakarta yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Asosiasi Pesantren NU atau Rabithah Ma`ahid Islamiyah Jakarta (PW RMI-NU DKI Jakarta) pada hari Rabu (6/7) lalu di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Kebon Jeruk, Jakarta Barat mendapat respon positif dari para peserta yang merupakan pengurus pondok pesantren-pondok pesantren di Jakarta.
Hal ini dikarenakan banyak informasi penting dan baru yang mereka dapatkan tentang UU No. 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren peraturan-peraturan turunannya, juga tentang profil dan peran Majelis Masyayikh yang dibentuk oleh Kemenag Pusat berdasarkan amanah UU Pesantren.
“UU Pesantren merupakan berkah bagi dunia pesantren, terutama pondok pesantren salafiyah (murni) yang syahadah atau ijazahnya diakui oleh negara sehingga lulusannya bisa melanjutkan kuliah di pergururan tinggi umum, seperti di UI, ITB, ITS dan lainnya. Sebelumnya lulusan pondok pesantren salafiyah hanya bisa kuliah di IAIN atau UIN saja. Bulan Maret 2022 ini, PW RMI-NU DKI Jakarta dilibatkan oleh Kementerian Agama RI dalam FGD Penyusunan Naskah Syahadah Pondok Pesantren Salafiyah yang menghasilkan templete syahadah dari Kementerian Agama RI untuk semua pondok pesantren salafiyah yang diakui perguruan tinggi umum,”ujar Ketua PW RMI-NU DKI Jakarta, KH Rakhmad Zailani Kiki yang akrab dipanggil Ustadz Kiki, dalam sambutannya.
Peryataan Ustadz Kiki ini dibenarkan oleh Dr KH Abdul Ghaffar Rozin yang akrab disapa dengan Gus Rozin, salah seorang Majelis Masyayikh, yang menjadi narasumber di acara pelatihan tersebut. Menurutya, selama ini, baru TNI dan Polri yang mengakui dan menerima lulusan pondok pesantren salafiyah murni untuk meniadi tentara atau polisi, sedangkan perguruan tinggi umum belum dapat menerimanya. Dengan adanya UU No. 18 Tahun 2019 dan peraturan-peraturan turunannya, maka perguruan tinggi umum harus menerima lulusan pondok pesantren salafiyah murni, namun tetap harus melalui tes juga.
“Santri pondok pesantren salafiyah murni yang setiap harinya berkutat dengan kitab kuning, sepeti Fathul Qarib dan lainnya, dengan adanya UU Pesantren ini dapat ikut tes untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi umum. Jadi, yang penting, para santri ini bisa bertarung dalam tes masuk perguruan tinggi umum. Jika tesnya bagus, bisa kuliah. Sebelum ada UU Pesantren ini, jangankan kut tes untuk kuliah perguruan tinggi umum, baru di pemberkasan administrasi saja para santri lulusan pondok pesantren salafiyah murni sudah ditolak. Namun demikian, Majelis Masyayikh masih menyiapkan agar syahadah pondok pesantren salafiyah yang diakui tersebut dapat segera terwujud,” ujar Gus Rozin dari rilis yang diakses redaksi.
Sedangkan narasumber lainnya, KH Ahmad Mahrus Iskandar, B.Sc, Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, menjelaskan pentingnya pembenahan manajemen pendidikan pondok pesantren agar dapat menyesuaikan diri dengan UU Pesantren dan peraturan-peraturan turunannya.
Dalam pelatihan ini, dikarenakan kasus Covid-19 di Jakarta mulai muncul lagi, PW RMI-NU DKI Jakarta melibatkan AptameX, sebuah start up untuk layanan kesehatan yang menjadi mitra dalam pemeriksaan kesehatan peserta dan seluruh pihak yang terkait di acara pelatihan ini sebagai upaya untuk menghindari papararan Covid-19. Layanan kesehatan ini merupakan program peningkatan kesehatan masyarakat pondok pesantren dari PWNU DKI Jakarta yang dilaksanakan oleh PW RMI-NU DKI Jakarta bersama AptameX.