Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Internasional > Palestina dan Kebangkitan Nurani Dunia

Palestina dan Kebangkitan Nurani Dunia

Internasional | 6 jam yang lalu
Editor : Gatot Widakdo

BAGIKAN :
Palestina dan Kebangkitan Nurani Dunia

Simbol nurani universal yang menolak bungkam terhadap penderitaan manusia; ia pun telah menerima fitnah dahsyat itu

Oleh Z-A Zen - Pelaku Seni, Penikmat Kebudayaan

Dari puing dan air mata Palestina, dunia menemukan kembali suaranya.
Ini bukan sekadar perjuangan politik, melainkan kebangkitan nurani seluruh umat manusia.

Dahulu, siapa pun yang berani menyuarakan kebenaran tentang Palestina seolah menandatangani nasibnya sendiri. Fitnah menjadi senjata pertama yang ditembakkan oleh kekuatan zionis, bukan peluru, melainkan racun citra yang menembus jantung kemanusiaan. Mereka yang bersuara akan dilabeli ekstremis, anti-Semit, radikal, atau penghasut kebencian. Padahal yang mereka perjuangkan hanyalah hak hidup dan martabat manusia.

Ratusan tokoh dunia telah menjadi korban dari serangan citra yang sistematis dan terencana. Jurnalis kehilangan kariernya, seniman dibungkam karya-karyanya, cendekiawan disingkirkan dari ruang akademik, bahkan politisi progresif dipaksa diam oleh tekanan diplomatik dan ekonomi. Mesin propaganda bekerja dalam senyap namun efektif, mengaburkan batas antara fakta dan fitnah, antara keberanian moral dan tuduhan kebencian.

Dunia pernah hidup dalam atmosfer di mana keberpihakan pada Palestina dianggap dosa politik. Keberanian moral dipersekusi atas nama “perdamaian” yang dikendalikan oleh kekuasaan. Seperti api kecil yang berusaha menyala di tengah badai, suara-suara nurani dikepung dari segala arah, diserang, dijatuhkan, dihapus dari sejarah digital, dan dipaksa membisu di hadapan tirani opini global.

Namun kini, sesuatu yang besar sedang bergerak di bawah langit dunia. Suatu kesadaran baru, jernih, meluas, dan tak dapat dibendung lagi, tumbuh dari hati umat manusia. Ia bukan hasil propaganda atau ideologi, melainkan lahir dari luka yang terlalu dalam untuk disembunyikan. Setiap citra reruntuhan Gaza, setiap tangis anak yang kehilangan keluarganya, telah menembus batas agama, ras, dan bahasa. Ia menjelma menjadi gema nurani universal.

Dunia mulai melihat dengan mata sendiri tanpa lagi lensa media yang menipu. Para pemuda di Barat yang dulu dibentuk oleh narasi tunggal kini bangkit dengan poster dan kamera di tangan, meneriakkan kata yang dulu tabu: Freedom for Palestine. Ribuan seniman, akademisi, dokter, dan bahkan pejabat negara, satu per satu keluar dari barisan diam, menyatakan: Enough is enough.

Kebenaran yang dulu dikurung dalam stigma kini meluas menjadi arus sejarah yang tak bisa lagi dibendung oleh kekuatan mana pun di bumi ini. Dan ironinya, justru dari reruntuhan itulah lahir cahaya peradaban baru. Dunia menyaksikan bahwa penderitaan Palestina telah menjadi cermin bagi seluruh umat manusia: siapa kita sebenarnya, di sisi mana kita berdiri ketika keadilan diinjak, dan apakah hati kita masih hidup.

Kebenaran yang dulu dianggap berbahaya kini menjadi ukuran kemanusiaan. Siapa yang berani menyuarakannya kini bukan lagi korban fitnah, tetapi pelopor kebangkitan moral global.

Kini dunia sampai pada titik ujinya.
Bukan lagi sekadar persoalan politik, perebutan tanah, atau perbedaan keyakinan, tetapi tentang apakah manusia masih memiliki jiwa. Palestina bukan lagi sekadar wilayah yang dikepung, melainkan cermin bagi seluruh peradaban: siapa yang berani berdiri di sisi kebenaran, dan siapa yang memilih bersembunyi di balik kemunafikan diplomasi.

Di hadapan penderitaan yang nyata, kebisuan adalah bentuk kolaborasi. Dan di hadapan kezaliman yang disiarkan setiap hari, keberanian untuk berkata benar telah menjadi bentuk ibadah tertinggi. Inilah saat ketika nurani, bukan kekuatan, menentukan siapa yang sebenarnya beradab.

Perjuangan Palestina kini telah melampaui batas-batas agama dan bangsa; ia telah menjadi episentrum kebangkitan moral global. Dari kampus-kampus di Amerika hingga pasar-pasar kecil di Asia, dari gereja-gereja tua di Eropa hingga masjid-masjid di Afrika, dari ruang senyap para seniman hingga podium para pemimpin muda, suara yang dulu tercekik kini berpadu menjadi satu: Kemanusiaan tidak akan tunduk.

Dan sejarah, pada akhirnya, akan menulis dengan tinta kebenaran bahwa dunia pernah terpecah antara mereka yang menutup mata dan mereka yang menatap luka itu dengan keberanian.

Palestina akan tetap hidup.
Bukan karena belas kasihan dunia, tetapi karena ia telah menjadi jiwa dari kemanusiaan itu sendiri.
Selama masih ada manusia yang berdoa, menangis, dan menulis demi kebenaran, nama Palestina akan tetap berdiri di puncak sejarah, sebagai saksi bahwa di tengah kehancuran, iman pada kemanusiaan tak pernah mati.


RELATED POST


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER