Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Berita Utama > Merawat Layar Film Nasional; Ada Strateginya...!

Merawat Layar Film Nasional; Ada Strateginya...!

Berita Utama | Sabtu, 8 Januari 2022 | 10:13 WIB
Editor : ARUL Muchsen

BAGIKAN :
Merawat Layar Film Nasional; Ada Strateginya...!

Film Nasional Optimis Berjuang Menghadirkan Penontonnya Ke Bioskop.

KABARINDO, JAKARTA- Terima kasih, apabila Anda masih menjadi penonton Film Indonesia.

Pekan ini, layar jaringan bioskop masih menayangkan film anak dan keluarga berjudul Bus Om Bebek karya Aditya Gumay dan tim serta Cinta Pertama, Kedua&Ketiga berempati tentang ODD - Orang Dengan Dimensia/pikun.

Anda sudah nonton yang mana? DFI-Demi Film Indonesia konsisten berkampanye mengajak untuk nonton film nasional ke bioskop hari dan show pertama dengan jargon 'Menonton Film Nasional itu Cerdas".

Redaksi mendapati banyak hal yang menarik dari tulisan di WAG DemiFilm Indonesia dan dicuplik ke Anda para pembaca setia Kabarindo.

Celerina Judisari atau kerap disapa kak Ayi sebagai produser Film Kadet 1947 menulis.

Gegap gempita jumlah layar itu hal pertama yang akan dipantau oleh para pengamat dan pelaku film saat filmnya dirilis.

"Saya tergelitik dengan keinginan akan jumlah layar ini untuk sebuah film. Apakah memang film akan sukses dengan diberikan banyak layar pada saat mereka tampil awal? Apakah ini faktor penentu? Kalau di ilmu produksi itu ada yang namanya key variable, dia yang akan dipetakan dalam satu rumus untuk menghasilkan angka keberhasilan produksi, dalam hal ini target penonton.  Saya berpikirnya tidak lurus. Variabel jumlah layar akan terkoneksi dengan variabel area penonton.  Semakin banyak jumlahnya maka sebaran dan luas areanya makin besar, atau bisa juga luasan area sama namun  makin padat sebarannya.  Namun biasanya pihak ekhibitors sudah memperkirakan luasannya sesuai dengan penilaian atas kemampuan filmnya," tulis Kak Ayi.

Nah luas area ini adalah medan tempur produser.  Semakin banyak dan lebar sebarannya, maka semakin luas medan tempurnya.  Jika amunisinya tepat sasar dan mencukupi maka akan efektif.   Mencukupi utk berapa lama? Resep yang sekarang beredar  di industri ini adalah  4 hari pertama rilis adalah faktor penentu. Jadi semakin banyak layar di awal, maka kemungkinan pencapaian target penonton akan terjadi.  Benar demikian? 

Terjadi, jika asumsinya semua layar dipenuhi penonton.   

Lanjutnya, apakah memperoleh layar sedikit di awal harus bersedih? 
Rasanya sih tidak.  Karena sebenarnya medan tempur yang sedikit jika diolah dengan baik, dia akan menghasilkan jumlah penonton yang baik. Mengapa? Karena  Ini justru memberi peluang bagi produser dan distributor untuk bertarung secara maksimal dan fokus dengan amunisi yang tertakar.   Mengolah area tersebut dengan memaksimalkan kedatangan penonton untuk selalu memenuhi kuotanya penonton perbioskop.  

Diibaratkan produser dan distributor memegang peta tempur,  maka akan terlihat bagaimana kompetisi day by day, show per show. Pertarungannya dengan film apa di satu theater.  Jika tersedia 120 layar, berarti daftarnya akan panjang.  Jika diberikan 40 layar, maka data persaingan tentunya lebih pendek. Jika karakter filmnya tidak kuat maka kita harus “mempersiapkan” penonton  sebagai umpan me-leverage penonton organik.  Itu yang dinamakan dengan NOBAR.   Mengadakan Nobar inipun tak mudah.  Harus memiliki kemampuan menggerakan orang dalam waktu singkat.   Punya dana tetapi tidak memiliki jaringan akan percuma.  Siapa yang akan digerakkan utk menonton?  Jika ada jaringan komunitas, ini mungkin lebih baik, namun pekerjaan rumahnya juga tidak mudah untuk mendorong orang  datang ke bioskop dan membeli sendiri tiketnya. Nobar hanya salah satu unsur.  Masih banyak hal lain yang harus dilakukan. Penggarapan promosi saat ini untuk sebuah film sudah semakin kompleks kebutuhannya.  Tidak lagi hanya mengandalkan media-media konservatif dan medsos, namun harus mengikat penonton lokal, bukan lagi perdaerah, namun sudah ke ranah perlokasi theater.  

Dalam kondisi seperti ini, jumlah layar yang sedikit akan lebih menguntungkan untuk dikelola. Fokus, fokus dan fokus mendatangkan penonton perstudio. Garap medan tempur yang ada dengan optimal.  Jika mampu melakukannya, maka akan ada peningkatan jumlah layar dikemudian hari.  Disamping itu biaya pengelolaan atau amunisi yang dikeluarkan lebih rendah dibandingkan harus mengelola medan tempur yang besar dalam waktu yang singkat. 

Nah jika sistem ini yang dilakukan, maka dogma 4 hari awal penentunya mungkin bisa dipatahkan.  Kalau dalam teori marketing ada istilah guerrilla attack strategy, mungkin strategi ini yang bisa digunakan. 

INGAT juga. .  Medan tempur ini tersedia hanya dalam sehari sebelum pertempuran terjadi.  Karena studio mana saja yang akan menayangkan filmnya baru keluar sehari sebelum rilis filmnya. Jadi jangan sampai gagap membaca petanya dan menyiapkan strategi tempurnya.  Kemampuan pertempuran itu tidak sama antar satu film dan film lainnya.  Oleh karenanya strategi dalam menggaet penonton juga tidak sama .  Bisa jadi sebuah film yang dikeluarkan oleh seorang produser dapat menggandeng distributor film yang berpengalaman dalam pengelolaan layar sebagai strategi lainnya.  

Jadi sebaiknya layar banyak atau layar sedikit? 
Bertempurlah dengan optimal pada medan yang sudah tersedia.  Karena kondisinya akan dapat dibalikan.  Sudah ada contoh film yang berhasil melakukan hal ini.

Jangan patah arang jika diberikan layar sedikit, namun kelolalah dengan baik.  Jangan terseret emosi karena perkataan orang, karena kita sebagai produser yang akan ada di lapangan sebagai komandan pertempuran.  

Kak Ayi akui bahwa ia menuliskan ini karena ia sudah melalui perjuangan nyata dan bukan hanya sebagai seorang pengamat.  Ada keberhasilan, ada juga kegagalan.  Terlebih sebagai produser yang  filmnya  rilis pada batch awal di masa pandemi dan tidak dapat mencapai target  penonton  walaupun telah diberikan layar yang banyak. 

Percayalah, tidak selalu nyaman diberikan layar banyak, terlebih pada saat ini.  Lebih mudah mengelola medan tempur yang terbatas, karena pertempuran kita bukan hanya dengan film lain, namun dengan keinginan orang untuk pergi ke bioskop dan keinginan penonton untuk menonton film Indonesia.   Nantinya dipanjangkan masa tayangnyapun tidak akan banyak membantu. Karena variabel keingan penonton ini yang sekarang ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan variable lainnya.  

Namun, jangan patah semangat!  Tetap yakin film Indonesia akan kembali berjaya di akhir tulisannya.

Kak Nana (Astryd) produser dan penulis film Sisingamangar dan On Rust memuji.

"Ini bener banget, sulitnya itu karena nonton itu kebutuhan yang kesekian kalinya. Bagaimana caranya orang mau nonton ke bioskop itu yg sulit ya. Apalagi kalau sudah ada gadget. Nonton itu hiburan mata dan pikiran, ketika sudah dipenuhi dengan media online. Artinya nunggu hati kesentuh dulu dan kemauan utk pindah ke bioskop," Akunya lugas.

Sutradara horror, Bayu Pamungkas menyebut ulasan atau telaah dari Kak Ayi di atas menarik dan inspiratif. Sedikit banyak membuka mata hati kita yg sering ngedumel karena merasa  termarjinalkan soal jumlah layar.

Tak lama berselang sang aktor legend dan pemain di Film Cinta Pertama, Kedua&Ketiga karya Gina S Noer yang sedang tayang, Slamet Rahardjo Djarot mengaminkan pendapat Kak Nana. Peristiwa kemanusiaan dalam kehidupan jika sudah dijadikan tontonan, ada yang enak dinikmati secara personal-sendirian dan ada juga yang dinikmati bersama masyarakat.Nonton di bioskop itu upacarabersam, senang, nangis, dan tertawa bersama. Contoh ekstreem nonton Bola tidak enak sendirian. Kita perlu nobar.. 

Maaf ini catatan pribadi om Memet belum tentu benar dan Anda bisa tonton juga di PodCast Kanal Ytb DemiFilm TV.

Lanjut Om Memet berujar via WA, "Semoga para pembuat film bioskop memperhatikan tema cerita yang punya kekuatan mutlak jadi tontonan bersama di bioskop karena media nonton sudah beragam dan sangat personal," tulisnya.

Sudah Nonton Film Nasional apa? Yuk Nomton ke Bioskop.....!

Ayo isi akhir pekan Anda Nonton Film Indonesia....!


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER