KABARINDO, KAIRO - Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla mengadakan kunjungan balasan ke Grand Syaikh Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmad Thoyib di kantornya di Kairo, Rabu (5/10) sore.
JK disambut dengan hangat oleh Grand Syaikh Al Azhar (GSA) Prof. Ahmad Thoyib yang didampingi oleh Wakilnya Syaikh Prof. Dr. Ad-Duwainy, Rektor Al-Azhar Prof. Dr. Salamah Daud, para Wakil Rektor, Direktur Pascasarjana, Sekjen Majma Buhus Islamiyah Prof. Nadhir Ayyadh, dan beberapa Penasehat Ahli GSA.
JK menjadi host kunjungan GSA saat menjadi Wapres, yaitu pada 2006 kunjungan GSA Prof. Sayyid Tantowi; dan GSA Prof. Ahmad Thoyyib pada 2016 dan 2018 menjamunya di rumah dinas Wakil Presiden.
Dalam kesempatan silaturahim itu JK kembali menyinggung hubungan persahabatan Indonesia dan Mesir, baik dalam level masyarakat maupun negara.
"Mesir negara yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia, hal ini menjadi catatan penting bagi sejarah bangsa Indonesia, maka persahabatan kedua negara perlu terus dipelihara dan ditingkatkan lagi" ujar JK.
JK juga menyinggung peran dan sumbangan penting Al-Azhar kepada bangsa Indonesia, yang menurutnya telah ada sebelum kemerdekaan, bahkan hingga kini, yaitu dengan ikut mendidik dan membina anak-anak bangsa Indonesia yang menimba ilmu di Al-Azhar.
Alumni-alumni Al-Azhar, imbuh JK, banyak yang menjadi tokoh ulama panutan, menjadi kiai di pesantren-pesantren, bahkan menempati posisi politik sebagai gubernur, menteri hingga presiden.
Hal itu ditimpali oleh GSA Ahmad Thoyib bahwa menurut laporan data, dari sekitar 45 ribu mahasiswa asing yang belajar di Al-Azhar, 11 ribu diantaranya berasal dari Indonesia.
"Artinya, seperempat dari populasi mahasiswa asing di Al-Azhar adalah generasi muda Indonesia" ungkap Thoyib.
GSA juga mengapresiasi mahasiswa Indonesia yang menurutnya selain memiliki keunggulan dalam akhlak dan sopan santun, mereka juga berprestasi secara akademik.
Dalam kesempatan itu, JK juga menyinggung bahwa semasa menjadi Wapres ia telah mendirikan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) yang didedikasikan sebagai sebuah pusat keunggulan ilmu pengetahuan untuk mendidik generasi muda dari semua bangsa-bangsa di dunia, seperti halnya Al-Azhar.
Maka, ia berharap agar Al-Azhar sebagai pusatnya ilmu keislaman menjadi rujukan penting bagi UIII.
"Saya berharap ke depan perlu ada hubungan yang lebih substansial antara Al-Azhar dan UIII untuk pengembangan kerjasama akademik yang mutualistis diantara keduanya" pintanya.
Peningkatan hubungan Indonesia dan Mesir pada level Goverment to Goverment, menurut JK sudah bagus dan perlu terus ditingkatkan.
Namun, hubungan pada level Organization to Organization juga tak kalah pentingnya untuk didorong dan dikembangkan lagi. Seperti hubungan Al-Azhar dengan UIII, Al-Azhar dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia, dengan DMI, MUI, dan lain-lain.
Juga, tak kalah pentingnya, hubungan antara Al-Azhar dengan dunia pesantren di Indonesia. Karena, selama ini input mahasiswa Indonesia yang belajar ke Al-Azhar adalah dari kalangan pesantren. Dan rata-rata, setelah belajar di Al-Azhar mereka mengamalkan ilmunya di pesantren-pesantren itu, bahkan tidak sedikit yang menjadi pimpinannya. Maka, pesantren ini menjadi mitra strategisnya Al-Azhar.
Di akhir pertemuan, JK berharap kepada GSA agar Al-Azhar sebagai kiblat wasatiyyah dunia Islam perlu terlibat lebih aktif dalam upaya-upaya perdamaian dunia baik secara regional maupun internasional.
Kunjungan JK ke GSA didampingi oleh istri Ibu Mufidah, Duta Besar RI di Kairo Lutfi Rauf, Wakil Ketua Umum DMI Komjen Purn Syafruddin, Rektor dan Wakil Rektor UIII Prof. Komaruddin Hidayat dan Prof. Jamhari, Sekretaris MWA Universitas Hasanuddin Makassar Prof. Indrianti Sudirman, Pimpinan Pondok Modern Tazakka Batang KH. Anang Rikza, Ph.D,, Wasekjen MUI Habib Dr. Ali Bahar, Brigjen Pol Awal Chaeruddin, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Mesir Prof. Bambang Suryadi, serta Wasekjen DMI KH. Anizar Masyhadi. Foto: Ist