KABARINDO, PURWOKERTO -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terus mengasah kemampuan masyarakat untuk bijak memanfaatkan media khususnya TV dan radio melalui kegiatan literasi berkelanjutan. Fungsi literasi sangat penting terlebih di masa sekarang dimana informasi dan hiburan yang diterima publik datang tanpa bisa dibatasi terutama yang berasal dari media baru.
Anggota KPI Pusat Mimah Susanti, saat membuka kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (18/4/2024), mengatakan masyarakat yang melek media memiliki kemampuan untuk menangkal dampak negatif yang berasal dari informasi maupun hiburan yang berasal dari media apapun.
“Literasi ini bagian dari upaya meningkatkan kemampuan kita agar kita tidak terperangkap dalam informasi yang salah,” tambahnya di depan peserta literasi yang hadir.
Saat ini, lanjut Mimah Susanti, informasi dan hiburan yang diterima masyarakat tidak hanya berasal dari TV dan radio. Media baru seperti media sosial atau media berbasis internet menjadi pilihan lainnya. Sayangnya, media-media ini tidak memiliki payung hukum atau regulasi.
“Kendala dari media sosial, kita tidak bisa mengawasinya. Karena yang diawasi KPI hanya media TV dan radio. Keberadaan media TV dan radio diatur dalam undang-undang penyiaran,” kata Mimah Susanti.
Meskipun tidak lagi menjadi media pilihan utama masyarakat, Mimah menilai posisi TV dan radio justru semakin dibutuh sebagai media verifikator atas informasi yang beredar di media sosial. “TV dan radio adalah media verifikasi karena bisa dipertanggungjawabkan. Karenanya, biasakan untuk mencari informasi dari media rujukan,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Anggota DPR RI Siti Mukaromah, menyatakan masyarakat berhak mendapatkan pemahaman tentang melek media. Literasi ini untuk memupuk sikap kritis dan bijak masyarakat dalam memanfaatkan media.
“Harapannya masyarakat dapat menjadi lebih arif dalam bermedia dan ketika menyampaikan informasi tersebut kembali ke masyarakat, tidak salah dalam penyampaiannya,” katanya.
Siti Mukaromah menegaskan, negara ikut bertanggung jawab melindungi masyarakatnya untuk memperoleh informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Perlindungan tersebut di atur dalam UU Penyiaran tahun 2002.
Perkembangan media yang begitu cepat juga menjadi perhatian utama Anggota DPR dari Komisi VI ini. Kehadiran gadget (mobile phone) menyebabkan informasi yang terima masyarakat makin cepat. Situasi ini memang tidak bisa dihindari, namun yang terpenting bagaimana membentuk sikap bijak publik atas informasi yang diterimanya.
“Tidak mudah menyampaikan info yang tidak layak dan tidak manfaat. Informasi tersebut sebaiknya kita saring dulu sebelum di sharing. Masyarakat harus mampu memfilter diri, filter pikiran yang ingin bebas upload informasi apapun. Kita harus bantu mereka agar tidak menjadi bagian dari hal-hal yang berperilaku desktruktif. Karena secara sadar dan tidak sadar itu sering kita lakukan. Bantu diri kita menjadi orang yang bijak dalam memanfaatkan media,” tukasnya.
Pentingnya literasi turut disampaikan Anggota Lembaga Sensor Film (LSF) Mukayat Al Amin. Literasi ini merupakan langkah awal dalam menangkal dampak negatif dari era globalisasi. “Globalisasi ini menjadikan tidak ada sekat-sekat budaya dan lainnya. Ini salah satu alasan dari pentingnya kegiatan literasi,” katanya.
Selain itu, faktor lain yang menyebabkan literasi diperlukan masyarakat karena rendahnya tingkat literasi di Indonesia. Berdasarkan data survei yang disampaikan Mukayat, tingkat literasi masyarakat di Indonesia menempati urutan ke 60 dari 66 negara di Asia.
“Tingkat literasi kita masih di angka 62%. Dibanding dengan Korea Selatan, mereka sudah mencapai 90%. Padahal rata-rata negara di Asia sudah di atas 70%. Literasi itu penting. Ini menjadi kewajiban kita semua untuk mengedukasi 277 warga Indonesia,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, Mukayat meminta peserta khususnya para orang tua untuk mengajarkan anak-anak menonton sesuai klasifikasi tontonan. Literasi ini, lanjutnya, menjadi salah satu upaya untuk mengajak seluruh masyarakat agar bisa memilah tontonan yang baik.
“Anak-anak kita harus kita kasih edukasi yang tepat. Tontonan yang tepat bagi mereka. Hoaks ini menjadi persoalan. Karena memilah dan memilih berita juga penting,” ungkapnya.
Sementara itu, Dekan fakultas Dakwah UIN (Universitas Islam Negeri) Muskinul Fuad, menyampaikan perlunya keberanian dalam menyikapi informasi maupun hiburan yang salah. Menurutnya, sikap ini dapat diasah melalui kegiatan literasi.
“Kebiasaan pengggunaan media pun harus diperhatikan. Saat ini, ketergantungan pada media ini sangat besar. Etika perlu diperkuat dalam bermedia. Saring sebelum sharing. Ini harus diutamakan dan jadi etika masyarakat. Kita perlu memunculkan agen-agen literasi untuk meminimalisir dampak buruk dari media baru tersebut,” tutup Muskinul Fuad. Red dari berbagai sumber