Hari Film Nasional; Sudah terpenuhikah film untuk anak-anak Indonesia?
Kemendikbud Jakarta, Kabarindo- Sejarah panjang perfilman Indonesia telah memasuki usia ke-69, Jum'at 28 Maret 2019.
Jatuh bangunnya industri perfilman kita tidak menyurutkan semangat para pekerja seni film kita untuk terus berkarya.
Bertempat di Kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI di Jakarta, acara hari perfilman nasional dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kala, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof. Muhadjir Effendy, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf, serta para pekerja seni film lainnya mulai dari sutradara, produser, hingga para aktor dan aktris seperti Widyawati, Ray Sahetapy, Tio Pakusodewo, Pong Hardjatmo, Slamet Rahardjo, Marcella Zalianty, juga para pemain muda seperti Debo dan Yoriko.
Redaksi saat bersua dengan Kak Seto berharap agar pemenuhan film anak-anak di tahun 2019 bisa ikut bertambah dan hal ini langsung di WA ke ayahanda Muhadjir selaku Mendikbud RI.
Perkembangan industri film tanah air saat ini bisa kita lihat dengan maraknya film-film baru yang bermunculan.
Mulai film drama remaja, horor, action dan lainnya termasuk film drama anak. Namun sangat di sayangkan, film untuk segmen anak-anak sangat-sangat minim sekali. Sehingga banyak anak-anak yang justru ikut menonton film bersama orang tuanya walaupun belum mencapai batasan usia dari film tersebut.
Miris memang, anak-anak kita akhirnya beralih ke film-film barat yang banyak menampilkan tema super hero. Walaupun ada batasan usia, tapi mereka bahkan orang tua mereka menganggap itu adalah film untuk anak-anak, meski di dalamnya banyak sekali menampilkan adegan kekerasan.
Memang untuk jenis film drama remaja dan horor saat ini masih menjadi peringkat dalam jumlah penonton. Tapi apakah hanya nilai komersial yang jadi landasan untuk pembuatan film? Kita pun tidak bisa menyalahkan para produser yang akan melakukan hitung-hitungan untuk pembuatan film. Karena bagaimanapun juga faktor biaya dan hasil akan berpengaruh terhadap rumah produksi yang mereka miliki.
Tapi apakah dengan begitu, maka tidak ada kesempatan untuk film lain seperti film untuk anak-anak, film tentang sejarah heroik para pejuang kita untuk bisa di produksi? Tentu bisa, meskipun pada akhirnya kita harus belajar banyak tentang bagaimana mengemas film tersebut menjadi suatu yang menarik, sehingga bisa mempunyai daya jual juga akhirnya. Toh film-film barat yang bertemakan heroik, umumnya hanya hayalan, tapi mengapa bisa membuat orang-orang tertarik, bahkan sampai orang dewasa pun sangat suka dengan film-film tersebut.
Menjadi pekerjaan rumah bersama untuk bisa mewujudkan itu. Perlu sinergy yang cakap antar pihak terkait.
Di hari film nasional inilah harusnya menjadi momentum bangkitnya perfilman Indonesia yang di dalamnya juga perlu di perhatikan film-film untuk anak-anak sebagai generasi penerus bangsa ini.
Sementara itu dari diskusi dengan manajemen XXI Jimmy Haryanto di acara Syukuran 69 tahun Film Nasional sejak 30 Maret 1950.
"Sepeninggal bioskop xxi yang tidak ditemui lagi di mal-mal Lippo sekarang kami menggandeng Ramayana seperti yang di Klender Jakarta Timur sudah mulai beroperasi termasuk Jember dan fokus ke kabupaten kota sehingga 1700 layar saja pasti terpenuhi sampai akhir 2019 ini, " papar pria humble asal Kota Makassar ini sigap.
Penulis : Yudhi Permana