KABARINDO, LONDON – Kremlin pada Rabu (30/3) mengindikasikan bahwa semua ekspor energi dan komoditas Rusia dapat segera dihargai dalam mata uang mereka, rubel.
Dengan kondisi ekonomi Rusia yang sedang dalam krisis terburuk sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991, Presiden Rusia Vladimir Putin pada 23 Maret lalu memerintahkan agar ekspor gas Rusia dibayar dalam rubel.
Sebagai tanggapan yang lebih keras terhadap sanksi Barat pada mereka, Ketua parlemen Rusia, Vyacheslav Volodin, menyarankan pada hari Rabu (30/3) bahwa hampir seluruh ekspor energi dan komoditas Rusia dapat segera dihargai dalam rubel.
"Jika Anda ingin gas, cari rubel," kata Volodin dalam sebuah posting di Telegram. "Selain itu, akan tepat dan bermanfaat bagi negara kita, untuk memperluas daftar produk ekspor dengan harga rubel untuk memasukkan: pupuk, biji-bijian, minyak pangan, minyak, batu bara, logam, kayu, dll."
Ditanya tentang usul Volodin, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan "Ini adalah ide yang pasti harus dikerjakan."
Peskov berpendapat bahwa rencana itu dapat berhasil, apalagi, menurutnya, peran dolar AS sebagai mata uang cadangan global telah terpukul.
Menurut Peskov, langkah untuk menetapkan harga ekspor terbesar Rusia dalam rubel sejatinya "demi kepentingan kami dan kepentingan mitra kami."
Bila masukan Volodin dieksekusi, Rusia tidak saja akan berhasil menguatkan rubel, tetapi juga, dalam jangka panjang, akan mengurangi dominasi dolar dalam menentukan harga energi dan komoditas global.
Rusia mengekspor gas alam senilai beberapa ratus miliar dolar ke Eropa setiap tahun. Euro menyumbang 58% dari total pembayaran ekspor energi Rusia, dolar AS 39%, dan pound sterling sekitar 3%, menurut BUMN raksasa Rusia, Gazprom.
Peskov mengatakan Rusia akan memberi pembeli waktu untuk beralih ke rubel.
Namun, cara yang tepat bagaimana pembayaran dapat dilakukan masih belum jelas hingga kini.
***(Sumber dan foto: Reuters)