KABARINDO, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen memasang tarif untuk bisa menduduki jabatan tertentu di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
Dugaan itu dilakukan melalui pemeriksaan Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Inayatullah; Lurah Sepanjang Jaya Kota Bekasi Junaedi; dan Staf Bidang Pendidikan SD pada Dinas Pendidikan Kota Bekasi Rudi.
Ketiga saksi itu diperiksa terkait kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi.
"Para saksi dikonfirmasi terkait dugaan adanya patokan standar pemberian sejumlah uang untuk mendapatkan rekomendasi dari tersangka RE (Rahmat Effendi) yang salah satunya adalah promosi menduduki jabatan tertentu di Pemkot Bekasi," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Jumat (11/2/2022).
Dalam kasus ini, Pepen diduga telah menerima ratusan juta rupiah dari hasil minta "uang jabatan" kepada pegawai Pemerintah Kota Bekasi.
KPK juga menduga Pepen menggunakan banyak cara untuk memperoleh uang miliaran dari hasil intervensi proyek pengadaan barang dan jasa dari sejumlah pihak swasta.
Namun, uang tersebut diduga tidak pernah disetorkan langsung kepada Pepen, melainkan melalui orang kepercayaannya yang juga ASN Kota Bekasi.
"Pihak-pihak tersebut (swasta) menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang kepercayaan (Pepen)," ujar Ketua KPK Firli Bahuri, dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Kamis (6/1/2022).
Dalam suap proyek pengadaan lahan, misalnya, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi Jumhana Lutfi diduga jadi menjadi kepanjangan tangan Pepen untuk menerima Rp 4 miliar dari pihak swasta.
Lalu, Camat Jatisampurna Wahyudin diduga jadi perpanjangan tangan Pepen untuk menerima Rp 3 miliar dari Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Sumber: IndonesiaToday
foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A