KABARINDO.com : Nama Adriano, striker yang sempat membela Inter Milan memiliiki skill yang mumpuni, namun karena depresi atas kematian ayahnya, membuatnya terlemparkan ke jurang kehancuran.
Siapa yang tidak mengenal mantan striker Brasil, Inter Milan, dan Parma, Adriano Leite, ia merupakan salah satu pemain besar dalam sepakbola abad ke-21. Memiliki tubuh yang kekar, tangguh, sangat berbakat, dan mematikan di depan gawang, ia tampil sebagai sosok yang punya segala atribut untuk mewarisi takhta Ronaldo sebagai striker terbaik Brasil di peralihan millennium.
Namun etos kerja payah dan skandal luar lapangan tanpa henti memastikan sang striker gagal meraih potensinya. Melansir dari Goal, kelahiran Rio de Janeiro itu sudah dipromosikan untuk berjaya sejak awal. Di usia muda 17 tahun, ia sudah menembus skuat utama Flamengo. Di usia 19 tahun, ia pindah ke Inter dengan nilai transfer €13 juta.
Dengan minimnya peluang bermain di San Siro, pemuda Brasil itu dipinjamkan ke Parma, di mana ia mencetak 26 gol dalam 44 laga, sehingga mendapat kesempatan untuk pulang ke Nerazzurri. Dalam waktu dekat, ia sudah menjadi bintang untuk negaranya, meraih sepatu emas dalam perjalanan sukses Brasil meraih Copa America 2004.
Namun setelah tampil gemilang bersama klub dan negara, ada kekhawatiran tentang gaya hidup borosnya. 2006, ia kedapatan berpesta di klub malam dua kali dan dicoret oleh pelatih Selecao saat itu, Dunga, sebagai peringatan untuk berbenah.
Tak perlu terkejut, peringatan itu berlalu begitu saja. Walau terus mencetak banyak gol bersama Inter yang meraih empat Scudetto beruntun antara 2006 dan 2009, sang striker makin kehilangan dayanya seiring waktu bergulir.
Akhirnya, kesabaran klub habis, setelah masa pinjaman ke Sao Paulo gagal membangkitkannya. Sang striker akhirnya kembali ke klub kesayangannya, Flamengo, membantu mereka meraih gelar Serie A Brasil, namun kembali ke Serie A bersama Roma justru jadi musibah.
Di ibu kota Italia, dan deretan klub Brasil lainnya, Adriano tak lebih dari pemain mahal yang memalukan. Paceklik gol dimulai dan ia lebih sering berada di ruang perawatan atau, lebih seringnya, berjalan-jalan di klub malam ketimbang unjuk gigi di lapangan.
Terakhir kalinya ia mencatatkan lebih dari 10 laga dalam semusim adalah musim 2009; hingga 2016, setelah kembali bermain bersama klub Amerika Serikat Miami United, ia mundur dari permainan ini.
Pada pertengahan tahun lalu, sang striker Brasil pindah ke Vila Cruzeiro. Pemukiman tersebut merupakan salah satu kota kumuh yang terkenal, dan kedatangan salah satu penduduk terkenal. Alcohol dan obat-obatan menghancurkannya, seiring karier sepakbolanya usai, Adriano tinggal di sana, menggembung dan kehilangan kebugarannya.
Sang penyerang diduga terpaksa membayar geng berbahaya Comando Vermelho (Red Command) untuk mendapat perlindungan di area tersebut.Karenanya tidak mengejutkan, pada 2010, sebuah foto mengungkap Adriano sedang membawa AK47 – senjata api otomatis – dan memamerkan tanda geng tersebut.
Tentu saja, itu merupakan pemandangan yang menyedihkan, terutama bagi mereka yang berusaha menolongnya.
Adapun Javier Zanetti, legenda Inter dan Argentina yang bermain bersama Adriano di San Siro, yakin salah satu panggilan tragis lewat telepon telah membuat sang pemain yang disebut Ronaldo baru itu jatuh ke jurang kehancuran.