Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Internasional > Kilas Balik 'Koridor Aman' Rusia dalam Perang Suriah

Kilas Balik 'Koridor Aman' Rusia dalam Perang Suriah

Internasional | Rabu, 9 Maret 2022 | 22:41 WIB
Editor : Hauri Yan

BAGIKAN :
Kilas Balik 'Koridor Aman' Rusia dalam Perang Suriah

KABARINDO, DAMASKUS – Tawaran Rusia tentang "koridor kemanusiaan" bagi warga sipil untuk melarikan diri dari kota-kota Ukraina yang telah dikepungnya adalah pendekatan yang dicoba dengan baik oleh Moskow selama perang saudara yang menghancurkan di Suriah.

Dalam perang Suriah, Rusia membuka jalan untuk evakuasi warga sipil dan para pejuang pemberontak dengan menjadi penengah yang membuka "koridor aman". 

Kalangan luas meyakini bahwa dengan dikosongkannya kantong-kantong yang dikuasai pemberontak itu, Rusia, yang mendukung pemerintah Suriah, telah membuka jalan bagi rezim pemerintah untuk kembali memegang kendali penuh wilayah-wilayah tersebut.

Selain itu, evakuasi yang dipimpin Rusia tersebut secara umum tidak dipercaya aman oleh warga yang mengungsi, terhambat oleh kekerasan, dan dilakukan dengan pengawasan internasional yang minimal.

"Di Ukraina, kami melihat beberapa risiko yang sama seperti yang kami lihat di Suriah," kata Emma Beals, seorang sarjana non-residen di Middle East Institute.

"Dalam beberapa kasus, rute diserang selama evakuasi dan warga sipil terluka atau terbunuh," katanya kepada AFP.

Rusia memasuki perang Suriah pada 2015 dengan berada di pihak rezim Presiden Bashar al-Assad.

Mereka merundingkan dan kemudian mengawasi evakuasi kontroversial lebih dari 200.000 orang dari sekitar Damaskus, serta kota Aleppo dan provinsi Daraa.

Di Ukraina, Kyiv telah mencap ‘koridor aman’ sebagai aksi publisitas karena banyak dari rute keluar yang ditawarkan mengarah ke Rusia atau sekutunya, Belarusia

Kedua belah pihak saling menuduh pelanggaran gencatan senjata.

Kilas Balik 'Koridor Aman' Rusia dalam Perang Suriah(Foto: Tentara Suriah di sebuah pos pemeriksaan selama evakuasi orang-orang dari daerah kantong yang dikuasai pemberontak di Ghouta Timur melalui koridor yang aman -AFP)

Aleppo, Ghouta, dan Daraa

Rezim Bashar al-Assad telah memerangi pemberontak di Aleppo sejak 2012, tetapi pada September 2016 meluncurkan kampanye terakhir yang didukung oleh kekuatan udara Rusia.

Rusia telah berulang kali mengumumkan beberapa "koridor kemanusiaan" yang katanya akan memungkinkan jalan keluar yang aman, tetapi hanya sedikit yang memanfaatkan kesempatan itu, dengan pejabat oposisi menyebutnya sebagai "koridor kematian".

Tuntutan PBB untuk mengambil alih koridor itu secara umum diabaikan.

Antara 15 Desember dan 22 Desember, setidaknya 34.000 orang pergi ke daerah tetangga yang dikuasai oposisi sebagai bagian dari kesepakatan, menurut Komite Palang Merah Internasional.

Warga mengatakan mereka dilecehkan dan menjalani pemeriksaan panjang di pos pemeriksaan sebelum mereka bisa pergi.

Sehari setelah koridor berakhir, Moskow mengerahkan polisi militer untuk mendukung pasukan rezim yang menyapu untuk menguasai kota.

Pada Februari 2018, Moskow mengumumkan "jeda kemanusiaan" lima jam setiap hari dan pembukaan koridor yang dilindungi untuk memungkinkan orang meninggalkan Ghouta Timur di pinggiran Damaskus setelah pertempuran sengit.

Pasukan Rusia menemani pemberontak ke wilayah utara yang dikuasai oposisi Suriah. Tujuh orang tewas dalam kekerasan di hari pertama jeda kemanusiaan itu.

Kilas Balik 'Koridor Aman' Rusia dalam Perang Suriah(Foto: Warga Suriah dari Ghouta Timur yang dikuasai pemberontak berjalan melalui koridor kemanusiaan pada 2018. -AFP)

Rusia juga merupakan kunci bagi penyerahan kota-kota yang dikuasai oposisi pada Juli 2018 di provinsi selatan Daraa, tempat lahirnya pemberontakan melawan Assad.

Pemberontak dipaksa melakukan pembicaraan setelah serangan dahsyat diluncurkan dengan senjata Rusia.

Penduduk dan pejuang yang tidak ingin hidup di bawah kendali pemerintah diberikan jalan keluar yang aman, sementara pemberontak yang memilih untuk tetap tinggal diberikan amnesti dengan syarat mereka menyerahkan senjata berat.

“Pengalaman Suriah menunjukkan bahwa koridor kemanusiaan ini tidak ada apa-apanya,” kata Sara Kayyali, peneliti Suriah untuk Human Rights Watch.

“Baik aliansi militer Suriah-Rusia dan kelompok oposisi sama-sama menyerang koridor tersebut. Dalam beberapa kasus, individu yang melaluinya malah ditangkap atau dihilangkan," katanya kepada AFP.

***(Sumber dan Foto: AFP/France24)


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER