Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Berita Utama > Khadijah: Pendobrak Patriarki, Perintis Feminisme

Khadijah: Pendobrak Patriarki, Perintis Feminisme

Berita Utama | 18 jam yang lalu
Editor : Orie Buchori

BAGIKAN :
Khadijah: Pendobrak Patriarki, Perintis Feminisme

Oleh: M. Subhan SD
Co-Founder Palmerah Syndicate

   Khadijah adalah perempuan luar biasa. Istri Nabi Muhammad ini adalah figur fenomenal. Ia menjadi perempuan tangguh di tengah dunia yang dikuasai kaum pria. Kata sejarawan Ibnu Ishaq (704-767), Khadijah adalah sosok berkemauan keras, agung, dan cerdas. Khadijah adalah perempuan pebisnis, menembus dunia laki-laki di strata kelas sosial atas (_upper class_) Mekkah. 

Khadijah adalah pendobrak patriarki Arab yang sangat hegemonik. Sesungguhnya ia adalah perintis feminisme yang menuntut kesadaran gender dan emansipasi perempuan. 

    Di zaman jahiliyah pra-Islam, Arab adalah potret dunia para pria. Mereka menolak anak-anak perempuan, yang dipandang sebagai kenistaan, sampai ada yang dikubur hidup-hidup. Al-Quran melukiskan, “Dan mereka menetapkan anak perempuan bagi Allah. Mahasuci Dia, sedang untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai (anak laki-laki). 

Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu” (QS. An-Nahl: 58-59).  

    Di banyak peradaban, memang perempuan adalah "kasta kelas dua". Perempuan adalah _swarga nunut neraka katut_ (selalu mengikuti di belakang lelaki, tak bisa memimpin di depan). Dalam peradaban kuno mulai Yunani, Persia, Romawi, China; posisi perempuan bukan cuma termarginalkan tetapi juga tertindas, baik secara fisik maupun psikis. Eksistensi perempuan dinihilkan. Perannya diremehkan. Dan, martabatnya direndahkan. 

    Bahkan sampai era modern sekarang, nasib perempuan di Arab belum sebaik di banyak negara lain. Baru dengan Visi Saudi 2030, pemerintah Arab Saudi memberi dukungan kepada kaum perempuan untuk berkontribusi, mengembangkan gagasan, kesempatan  pendidikan, dan peran lebih besar dalam posisi-posisi strategis. 

Misal, pada 2019 pertama kali Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat adalah perempuan, yaitu Reema bin Bandar bin Sultan binti Abdul Azis Al-Saud. Ada juga Hanan bin Abdurrahim bin Mutlaq Al-Ahmadi yang masuk di jajaran pimpinan Majlis Al-Shura pada tahun 2020. 

    Kehadiran Khadijah, sesungguhnya menunjukkan emansipasi sudah bersinar di Arab  pada abad ke-7. Cahayanya semakin berkilauan ketika Islam hadir, menyusul pernikahannya dengan Muhammad sekitar tahun 596. Itu adalah pernikahan paripurna. Sama-sama orang terhormat, sosok terpuji, dan dari keluarga terpandang. Saat itu, usia Khadijah 40 tahun dan Muhammad 25 tahun. Keduanya berasal dari keluarga yang disegani masyarakat Quraisy. Ayah Khadijah adalah Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay. Pada Qushay inilah, garis keturunan Khadijah bertemu Muhammad.

    Dengan bisnisnya yang maju, Khadijah adalah konglomerat Mekkah. Ia berhasil mengelola bisnis keluarga sejak ayahnya meninggal. Ia mewarisi harta dan usaha sang ayah. Bakat dan naluri bisnisnya patut diacungi jempol. Pun Khadijah justru begitu piawai mengelola dan melipatgandakan bisnisnya. 

Ia memiliki kafilah dagang yang menguasai jalur perdagangan antara Syam-Mekkah-Yaman. Jalur ini dikenal sebagai jalur dupa (incense route) yang ramai sejak abad ke-7 SM. Jalur ini menghubungkan Arab selatan yaitu Yaman dan pelabuhan Gaza di tepi Laut Mediterania. Dari pelabuhan Gaza itu, barang-barang diangkut ke Eropa. 

    Jalur dupa itu juga terkoneksi dengan jalur perdagangan dunia lainnya, baik jalan sutra (_silk road_) maupun jalur rempah-rempah (_spice route_), juga jalur laut (_marine route_). Di jalur perdagangan itu transaksi terjadi di antara bangsa-bangsa: Yunani, Romawi, Suriah, Arab, Mesir, Yaman, Persia, India, China.

 Di jalur perdagangan internasional itu didistribusikan kapas, jahe, kayu manis, kemenyan, mur, sutra, minyak, tembaga, besi, kaca, gula, obat-obatan, gading, parfum, mutiara, perak, emas, asbes, kain, dan lain-lain.
    
Peran Khadijah cukup besar untuk _supply and demand_ dalam jalur perdagangan itu. Ia memiliki kafilah (karavan) dagang yang hilir-mudik di jalur dupa. Pada tahun 595, ia mempekerjakan Muhammad. Ia memberi kepercayaan Muhammad untuk memimpin kafilah dagang ke Syam. 

Pilihan Khadijah sangat tepat. Bukan saja Muhammad bereputasi al-amin (orang yang dipercaya) tetapi juga sudah berpengalaman berdagang ke Syam. Ketika berusia 12 tahun, Muhammad sering menemani pamannya, Abu Thalib, berdagang ke Syam. Di tangan Muhammad, bisnis Khadijah terus berkembang. 

    Dalam strata sosial masyarakat Mekkah, Khadijah adalah srikandi di belantara patriarki Quraisy. Ia duduk sejajar dengan kaum lelaki. Penduduk Quraisy menghormatinya. Hal itu dapat dilihat dengan gelar yang disematkan pada dirinya, yaitu _ath-Thahirah_ (perempuan suci dengan budi pekerti mulia), _Sayyidah Nisa' Quraisy_ (pemuka perempuan Quraisy), _Ummul Mukminin_ (ibu orang beriman). 

    Sosok Khadijah memang luar biasa. Bahkan sebagai tokoh perempuan, ia juga seorang filantropis yang menyumbangkan hartanya kepada orang miskin, janda, yatim piatu, orang sakit, dan orang cacat. Khadijah bahkan memastikan pernikahan gadis-gadis miskin dengan memberi mereka maskawin (_www.dawateislami.net,_ 2025). 

Dalam syiar Islam, dia menjadi pilar penopang perjuangan nabi, baik secara moral, emosional, spiritual, dan finansial.

     Tak mengherankan jika Khadijah adalah pendobrak budaya patriarki, sekaligus peletak dasar feminisme, dalam arti memperjuangkan hak-hak perempuan, menuntut emansipasi dan kesetaraan gender. 

Gerakan feminisme tersemai di Eropa sekitar abad ke-18 dan berkembang pada abad ke-20. Di kalangan masyarakat Eropa saja, perempuan baru berperan pada sekitar abad ke-12 ketika muncul para pebisnis dan bankir dari kalangan perempuan (Karen Armstrong, _Muhammad Sang Nabi, Sebuah Biografi Kritis_, 2002). 

Bayangkan, Khadijah sudah melakukannya pada abad ke-7, jauh sebelum perempuan Eropa berperan dan berteriak tentang emansipasi dan feminisme.


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER