Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Berita Utama > Kebaikan, Keburukan, dan Algoritma Kehidupan

Kebaikan, Keburukan, dan Algoritma Kehidupan

Berita Utama | 3 jam yang lalu
Editor : Anton CH

BAGIKAN :
Kebaikan, Keburukan, dan Algoritma Kehidupan

Oleh : Hasyim Arsal Alhabsi, Direktur Dehills Institute

Pilihan antara kebaikan dan keburukan tampaknya sederhana—kita hanya perlu memilih yang baik dan menghindari yang buruk. Namun, di balik keputusan ini, tersembunyi sebuah sistem yang rumit, seperti algoritma kehidupan yang berkesinambungan. Kebaikan dan keburukan saling membangun pola, menciptakan dampak yang sering kali tidak kita sadari. Dalam ilmu komunikasi dan psikologi, fenomena ini mencerminkan bagaimana pola pikir, perilaku, dan interaksi sosial membentuk serta dipengaruhi oleh lingkungan kita.

Algoritma Kehidupan: Pilihan yang Menentukan

Dunia digital menawarkan gambaran yang jelas tentang bagaimana pilihan kita membangun algoritma yang memengaruhi pengalaman kita. Ketika kita membuka video atau konten tertentu, algoritma platform media sosial mulai “belajar” dari pilihan kita dan merekomendasikan lebih banyak konten serupa. Misalnya, membuka video inspiratif tentang pemandangan akan membanjiri laman kita dengan keindahan serupa. Sebaliknya, membuka video yang tidak pantas, seperti konten pornografi, akan menciptakan siklus konten serupa yang sulit dihentikan.

Ini mencerminkan kehidupan nyata: apa yang kita pilih untuk lihat, dengar, dan lakukan menjadi pola yang semakin memperkuat kecenderungan kita. Dalam psikologi, fenomena ini dikenal sebagai reinforcement loop—perilaku kita diperkuat oleh hasil yang konsisten, menciptakan kebiasaan baik atau buruk. Hal ini pula yang mendasari pentingnya exposure effect dalam komunikasi: semakin sering kita terpapar sesuatu, semakin besar pengaruhnya terhadap pola pikir dan tindakan kita.

Tantangan Kebaikan: Menanam Padi di Tengah Rumput Liar

Seperti dalam kehidupan nyata, menanam kebaikan sering kali membutuhkan usaha yang lebih keras daripada membiarkan keburukan tumbuh. Menanam padi, misalnya, memerlukan perawatan khusus untuk mencegah rumput liar mengambil alih. Sebaliknya, menanam rumput liar tidak memerlukan usaha, tetapi hampir mustahil mengharapkan padi tumbuh di antaranya.

Dalam ilmu komunikasi, fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori paparan selektif, di mana individu cenderung lebih mudah menerima informasi atau tindakan yang membutuhkan sedikit usaha. Keburukan sering kali menarik karena memberikan kepuasan instan, sementara kebaikan memerlukan dedikasi, waktu, dan kesabaran. Psikologi perilaku menjelaskan ini melalui delay of gratification—kemampuan untuk menunda kesenangan demi hasil yang lebih besar di masa depan.

Namun, meski sulit, menanam kebaikan memiliki dampak yang jauh lebih mendalam. Psikolog Albert Bandura, dalam teorinya tentang pembelajaran sosial, menegaskan bahwa tindakan kebaikan tidak hanya memperbaiki individu, tetapi juga menciptakan efek domino yang memengaruhi orang lain di sekitar kita. Ketika kita berbicara baik, berbuat baik, atau menunjukkan perilaku positif, kita menanamkan benih yang mungkin tumbuh menjadi inspirasi bagi orang lain.

Kekuatan Kata dan Zikir dalam Membangun Pola Hidup Positif

Seorang yang terbiasa mengeluarkan kata-kata makian cenderung melakukannya tanpa sadar ketika ia merasa terpicu. Ini adalah contoh nyata dari bagaimana kebiasaan buruk membentuk pola pikir otomatis. Dalam komunikasi interpersonal, hal ini dikenal sebagai impression management, di mana perilaku seseorang menciptakan persepsi tertentu tentang dirinya di mata orang lain. Ketika seseorang terus-menerus memancarkan hal negatif, ia tidak hanya merusak citra dirinya, tetapi juga menciptakan lingkungan negatif di sekitarnya.

Sebaliknya, berkata baik dan berzikir adalah upaya sadar untuk menciptakan pola hidup positif. Kata-kata baik tidak hanya memberikan kesan yang indah bagi orang lain, tetapi juga memperkuat pola pikir kita sendiri. Psikologi menyebut ini sebagai self-fulfilling prophecy—apa yang kita pikirkan dan katakan cenderung terwujud dalam tindakan dan hasil. Dalam konteks spiritual, zikir memperkuat mindfulness atau kesadaran, membantu kita untuk tetap terkoneksi dengan kebaikan yang lebih tinggi.

Membangun Algoritma Kebaikan

Jika kehidupan ini ibarat algoritma, maka tindakan kita adalah input yang menentukan hasilnya. Menanam kebaikan mungkin membutuhkan usaha lebih keras, tetapi hasilnya adalah lingkungan yang penuh makna dan keindahan. Sebaliknya, membiarkan keburukan masuk akan menciptakan siklus negatif yang merugikan kita dan orang lain.

Dalam dunia yang semakin kompleks ini, kita memiliki pilihan untuk menciptakan algoritma kebaikan dalam hidup kita:

 1. Pilih paparan positif: Sama seperti memilih video pemandangan indah di media sosial, pilihlah lingkungan, kata-kata, dan tindakan yang membawa kebaikan.

 2. Latih kebiasaan baik: Ulangi kata-kata baik, berzikir, dan tindakan positif hingga menjadi pola otomatis.

 3. Sadari dampak setiap tindakan: Ingatlah bahwa apa yang kita lakukan memengaruhi orang lain dan membentuk lingkungan sosial kita.

Pada akhirnya, seperti kata Ali bin Abi Thalib, “Kebaikan tidak pernah hilang, meskipun tak selalu tampak; dan keburukan tidak pernah abadi, meskipun sering kali terlihat menang.” Hidup adalah pilihan, dan setiap pilihan membangun algoritma kehidupan yang menentukan siapa kita dan ke mana kita menuju. Pertanyaannya, algoritma seperti apa yang ingin kita bangun?


TAGS :
RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER