KABARINDO, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan bahwa semua pihak bebas memberikan kritik dan berpendapat. Hal tersebut, katanya, merupakan hak setiap pihak dalam berdemokrasi. Hal itu disampaikan Jokowi menanggapi petisi yang dilayangkan oleh guru besar, dosen, mahasiswa hingga alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII).
"Ya itu hak demokrasi. Setiap orang boleh berbicara berpendapat, silakan," kata Jokowi seusai menghadiri acara Kongres XVI GP Ansor di Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Diketahui, sejumlah sivitas akademika yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa hingga alumni UGM menyampaikan petisi sebagai kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dianggap telah melakukan tindakan menyimpang di tengah proses demokrasi.
Dalam Petisi Bulaksumur yang dibacakan pada Rabu (31/1/2024), mereka menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan dan keadilan sosial oleh Presiden Jokowi yang juga sebagai alumnus UGM.
"Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada," bunyi dalam Petisi Bulaksumur, dikutip Rabu (31/1/2024).
Selain sivitas UGM, sejumlah sivitas akademika, dosen, dan mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) juga mengeluarkan pernyataan sikap atas kondisi perkembangan politik nasional menjelang Pemilu 2024 ini.
Pernyataan ini secara langsung dibacakan oleh Rektor UII Prof. Fathul Wahid di depan Auditorium Prof. KH. Kahar Muzakir Kampus UII, Kamis (1/2/2024). Pernyataan sikap ini menyusul adanya gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi.
Dalam hal ini, mereka menganggap bahwa Presiden Jokowi telah memudarkan sikap kenegarawanan dalam tubuh pemerintahan Indonesia.
"Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan yang proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik dan dinyatakan terbukti melanggar etika hingga menyebabkan Ketua MK, Anwar Usman diberhentikan," ucap Prof. Fathul Wahid dalam surat pernyataan sikap yang dibacakan. Red dari berbagai sumber