Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Hiburan > Ivan Yanakov, Kolaborasi, dan Ruang Kesadaran Deheng House

Ivan Yanakov, Kolaborasi, dan Ruang Kesadaran Deheng House

Hiburan | 2 jam yang lalu
Editor : Sebastian Renaldi

BAGIKAN :
Ivan Yanakov, Kolaborasi, dan Ruang Kesadaran Deheng House

Ivan Yanakov piano bersama Alice Cahya Putri soprano dan Vahur Luhtsalu cello dalam kolaborasi yang menghadirkan dialog lintas tubuh bunyi di deJazz Room Deheng House.

Oleh: Z-A Zen

Pemerhati Seni dan Budaya

Malam itu, Ivan Yanakov hadir di Jakarta bukan sekadar sebagai pianis dengan reputasi internasional, melainkan sebagai seniman yang sungguh mendengarkan ruang. Di deJazz Room lantai tiga Deheng House, jemarinya tidak tergesa mengejar kekaguman. Ia memilih untuk hadir dengan tenang, membiarkan nada-nada tumbuh, bernapas, dan menemukan maknanya sendiri.

Permainan pianonya terasa berada di wilayah register rendah sepanjang malam. Pilihan itu tidak hadir sebagai keterbatasan, melainkan sebagai sikap musikal yang sadar. Ia seolah tidak datang untuk mempertontonkan ketinggian teknik, melainkan untuk menjaga keseimbangan, menghormati dialog, dan memberi ruang bagi kolaborasi yang sedang tumbuh bersamanya. Jemarinya mencerminkan kerendahan hati yang musikal. Ia hadir bukan untuk menonjolkan diri, melainkan untuk mengapresiasi dan merawat kebersamaan bunyi.

Bersama Alice Cahya Putri soprano dan Vahur Luhtsalu cello, Ivan Yanakov membangun kolaborasi yang melampaui format resital solistik. Yang hadir adalah dialog lintas tubuh bunyi. Suara manusia yang jujur, dawai cello yang reflektif, dan piano yang berpikir saling menyapa tanpa saling mendominasi. Mereka menyatu dan bercengkrama dalam karya, menikmati atmosfer dan hubungan personal yang terbangun dengan alami.

Malam itu terasa seperti perjalanan panjang. Dalam, luas, dan perlahan. Sebuah pengembaraan peradaban melalui kendaraan musik dan seni, namun tetap mesra dalam skala manusia. Tidak ada hasrat menaklukkan ruang. Tidak ada kebutuhan untuk memuncaki segalanya. Yang hadir justru kesadaran, ketekunan, dan kejujuran rasa.

Menariknya, deJazz Room yang lazim akrab dengan dunia improvisasi jazz, seakan tidak mampu menolak keindahan dan derajat musik klasik yang hadir malam itu. Ruang ini menyambut piano, suara, dan cello dengan keheningan yang hormat. Musik tidak dipamerkan, melainkan dihadirkan. Waktu melambat, dan perasaan menemukan bentuknya. Jazz dan klasik tidak dipertentangkan, melainkan saling memberi tempat dan saling memuliakan.

Deheng House berdiri sebagai ruang kesadaran. Ia tidak berlomba dengan stadion atau bangunan megah. Ia memilih jalan sunyi. Keintiman, kedalaman, dan ketepatan makna. Di tempat inilah musik diperlakukan sebagai bahasa peradaban. Bahasa yang menuntut pendengaran batin, bukan sekadar telinga.

Saya merasa perlu memberi penegasan khusus atas suara soprano Alice Cahya Putri. Bagi saya, suaranya adalah kelas dunia. Bukan semata karena teknik dan jangkauan vokal, melainkan karena kedewasaan artistik. Ia menyanyikan bukan hanya nada, melainkan kesadaran. Setiap frase terasa dipikirkan, dihayati, dan disampaikan dengan kejujuran emosional yang tenang. Suaranya tidak menaklukkan ruang, justru membuat ruang dengan sukarela memberi tempat.

Demikian pula permainan cello Vahur Luhtsalu yang membangun kekayaan memori peradaban pendengarnya. Dawainya seolah menyimpan jejak waktu, menghubungkan yang lampau, yang kini, dan yang belum terucap. Ia bukan sekadar pengiring, melainkan pengantar cerita di balik keseluruhan penampilan malam itu. Melalui cello, musik memperoleh kedalaman naratif yang sunyi namun kuat.

Karena itu, saya meyakini sepenuhnya bahwa Ivan Yanakov, Alice Cahya Putri, dan Vahur Luhtsalu tidak main-main ketika memutuskan kolaborasi ini. Ini adalah keputusan artistik yang sadar dan bertanggung jawab. Lahir dari kesetaraan nilai, kedalaman visi, dan penghormatan terhadap martabat musik itu sendiri.

Malam tersebut juga dimuliakan oleh kehadiran para pribadi yang memahami seni sebagai bagian dari kecanggihan peradaban. Hadir para tokoh perempuan mulia dan pribadi-pribadi berpengaruh yang menikmati peristiwa musikal ini dengan penuh perhatian. Mereka tidak sekadar menyaksikan, tetapi ikut hadir secara batin dalam suasana.

Ivan Yanakov, Kolaborasi, dan Ruang Kesadaran Deheng House

Hadir para tokoh perempuan mulia dan pribadi-pribadi berpengaruh yang memahami seni sebagai bagian dari peradaban. Duta Besar Timor-Leste untuk ASEAN Natércia Cipriana Coelho da Silva. Duta Besar Bulgaria untuk Indonesia Tanya Dimitrova. Ibu Roosmania Bakrie bersama suami Bangun Sarwito Kusmulyono. Ibu Chandrakirana Nugroho bersama dua putri anggunnya Ninien Nugroho dan Ade Andrini yang akrab dengan dunia musik dan para musisi. Turut hadir Hendra Sinadia serta tokoh-tokoh lain yang mungkin tidak tertangkap kamera namun hadir sepenuhnya dalam suasana.

Menarik pula dicatat bahwa pada malam tersebut hadir seorang musisi klasik dari Jepang yang secara khusus menyimak keseluruhan repertoar dan kolaborasi. Kehadirannya menambah lapisan makna lintas budaya, sekaligus menegaskan bahwa apa yang terjadi di deJazz Room Deheng House dibaca dan dirasakan oleh komunitas musik klasik internasional Asia. Musisi tersebut juga berada dalam rencana kuratorial Deheng House dan dijadwalkan akan tampil di ruang ini dalam waktu dekat.

Ivan Yanakov, Kolaborasi, dan Ruang Kesadaran Deheng House

Duduk bersama Lexi M Budiman Ivan Yanakov dan Vahur Luhtsalu berbincang hangat usai kolaborasi sambil menikmati cerutu. Sebuah jeda personal dalam perjalanan musik dan persahabatan.

Musical Journey Miniature in Life on Stage bukan hanya peristiwa musikal, melainkan pengalaman peradaban dalam skala intim. Di Deheng House, musik tidak berakhir pada tepuk tangan. Ia pulang bersama penonton. Menjadi ingatan, perenungan, dan mungkin kesadaran baru tentang hidup itu sendiri.

Dan di situlah seni menemukan maknanya yang paling jujur.


RELATED POST


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER