KABARINDO, SERPONG - Sejak tahun 2004, JF3 telah menjadi festival mode paling berpengaruh dan konsisten diselenggarakan di Indonesia.
Namun saat ini industri fashion Indonesia masih menghadapi tantangan besar, diantaranya
eksposur ke dunia internasional dan juga akses terhadap pasar internasional.
Tantangan ini yang harus dijawab dengan solusi nyata agar industri fashion Indonesia terus tumbuh dan mampu bersaing di pasar
mode internasional.
Chairman JF3, Soegianto Nagaria, mengungkapkan bahwa JF3 bukan hanya sebuah acara, melainkan sebuah ekosistem yang telah matang dan lengkap untuk mendukung para pelaku industri mode.
Selain menguatkan kolaborasi dengan berbagai pihak, kerjasama internasional juga semakin bertambah dengan kolaborasi bersama desainer dan pakar fashion dari Prancis, asosiasi WSN sebagai penyelenggara Paris Trade Show serta desainer dari Asia Tenggara melalui AFDS (Asean Fashion Designers Showcase).
"Dengan begitu, kami berharap kedepannya JF3 dapat bekerjasama dengan lebih banyak pihak lagi. Dengan demikian hubungan internasional itu baru bisa terwujud secara nyata," papar Soegianto Nagaria.
Sementara itu, Thresia Mareta, Advisor JF3, menambahkan, para pelaku industri ini sebenarnya selalu memiliki keinginan untuk mengembangkan pasar mereka seluas-luasnya hingga ke pasar global.
"Saya ingin melalui JF3 inilah keinginan tersebut bisa tercapai. Karena selama ini saya belum melihat ada yang bisa mengakomodir hal tersebut secara nyata. Dengan kerjasama internasional yang sudah terjalin di JF3, saya berharap untuk dapat melanjutkan kerjasama ini dengan lebih banyak pihak lagi sehingga hubungan internasional yang kita cita-citakan bisa terwujud dan membuka pintu untuk perkembangan industri mode Indonesia secara luas," ujarnya.
Untuk pertama kalinya, JF3 menyambut hangat kolaborasi dengan ASEAN Fashion Designers Showcase (AFDS).
Perwakilan 3 negara sahabat mempresentasikan koleksi eksklusif mereka di JF3 Fashion
Festival 2024, Summarecon Mall Serpong, Sabtu, (3/8/2024).
AFDS mengirimkan tiga desainer berbakatnya yaitu Terry Yeo (Singapura), yang menampilkan 20 busana dalam koleksi bertajuk "Semula".
Koleksi ini mengedepankan konsep keberlanjutan dalam ramah lingkungan.
Selanjutnya Rita Đzung (Vietnam, mempersembahkan 20 busana yang mengawinkan sentuhan tradisional Vietnam dengan konsep streetwear.
Dan terakhir, Dave Ocampo (Filipina), dengan membawakan 10 busana yang terinspirasi dari
keindahan dan corak layang-layang, menampilkan sentuhan eksotis dan elegan dalam setiap karya busana siap-pakai rancangannya.
Pendiri ASEAN Fashion Designers Showcase (AFDS). Hayden Ng, menyatakan, AFDS dan JF3
dipersatukan oleh komitmen bersama untuk mendorong inovasi mode dan pengembangan bisnis.
"Kolaborasi ini bertujuan untuk menggerakkan perubahan transformatif dalam industri, dengan AFDS menekankan kekayaan budaya negara-negara ASEAN melalui mode, dan JF3 mendukung pertumbuhan industri mode Indonesia dengan menciptakan peluang berharga bagi desainer dan merek untuk terhubung dengan potensi
bisnis," terangnya.
"Bersama-sama, AFDS dan JF3 berdedikasi pada keberlanjutan dalam dunia fashion. Kemitraan ini menyoroti upaya berkelanjutan dari kedua organisasi untuk mengangkat industri mode ke tingkat yang lebih tinggi, sebuah komitmen bersama untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi. Kami berharap kolaborasi
yang sukses di JF3 Fashion Festival 2024, merayakan bakat mode yang beragam dan dinamis dari ASEAN," imbuhnya lagi.
SEKILAS PROFIL DESAINER
DAVE OCAMPO
Desainer asal Filipina ini telah mengukir prestasi di industri mode selama 14 tahun dengan karya yang dikenal akan penggunaan warna berani, kain mewah, dan garis-garis stylish yang bersih.
Dalam koleksi terbarunya bertajuk “Saranggola” (layang-layang), Dave menghadirkan corak cerah yang terinspirasi oleh layang-layang, menggunakan material linen untuk menciptakan 20 busana elegan yang memadukan keindahan dengan kenyamanan.
Koleksi ini mengimajinasikan layang-layang penuh warna yang terbang bebas, menghasilkan rancangan yang tidak hanya menarik perhatian tetapi juga memungkinkan kebebasan
bergerak bagi pemakainya.
RITA DZUNG
Rita Dzung, pendiri jenama siap-pakai Rita Đzung of Dz, adalah desainer asal Vietnam yang telah lebih dari satu dekade mengukir namanya dalam skena streetwear Vietnam.
Dengan pendekatan unik dalam menggali inspirasi, Rita sering bepergian dan berinteraksi dengan warga setempat. Dalam eksplorasi kreatifnya ke kota-kota seni dan sejarah seperti Hue dan Hoi An, ia terpesona oleh budaya tradisional negaranya, termasuk
busana áo dài, yếm tứ thân, dan lukisan Đông Hồ, sembari mengagumi kehidupan urban kota-kota tersebut.
Koleksi terbarunya memperkenalkan keindahan budaya tradisional Vietnam ke dalam 20 busana
streetwear yang stylish, menggunakan bahan seperti sutra, kain sintetis, dan kain bertekstur 3D untuk menghadirkan nuansa mewah, segar, dan nyaman.
TERRY YEO
Founder The InSane Studio, Terry Yeo memukau lewat koleksi terbarunya “Semula”, yang melambangkan peremajaan, penyegaran, dan kembali ke asal. Nama koleksi ini juga diambil dari nama perusahaan startup sosial asal Singapura, Semula Asia, yang meremajakan limbah plastik menjadi bahan bermanfaat untuk menggantikan batu bata dan kayu.
Motif kain “Semula” dikreasikan dari motif produk daur ulang Semula Asia, seperti bangku dan meja. Setiap helai diproduksi melalui proses berkelanjutan yang inovatif, seperti pencetakan dan pemutaran plastik lunak yang terbuat dari botol susu plastik bekas (plastik HDPE tipe 2).
Hasilnya, motif kain yang elegan menyerupai corak marmer, memancarkan keanggunan sambil berkontribusi pada pengurangan limbah. Selain itu, beberapa detail pakaian juga terbuat dari plastik
HDPE daur ulang. Foto: Dok. JF3 2024.