KABARINDO, WASHINGTON - Ketegangan antara India dan Pakistan kembali mendidih. Serangan udara dan peluncuran rudal yang dilakukan India pada Rabu (7/5/2025), memicu bentrokan bersenjata nyaris setiap hari.
Puluhan orang telah tewas dalam eskalasi terbaru konflik dua negara tetangga yang memiliki sejarah panjang perseteruan di wilayah Kashmir.
Menanggapi kondisi yang kian memburuk, negara-negara besar anggota Group of Seven (G-7) secara terbuka mendesak India dan Pakistan untuk segera berdialog secara langsung guna mencegah konflik berkepanjangan.
Dalam pernyataan bersama, G7 menyebut mereka “mendorong de-eskalasi segera dan dialog langsung menuju solusi damai.”
Sementara itu, Amerika Serikat (AS)—yang selama ini menjaga hubungan dengan kedua negara—mengambil langkah lebih konkret.
Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Marco Rubio, dalam sambungan telepon dengan Kepala Angkatan Darat Pakistan, Jenderal Asim Munir, pada Jumat (9/5/2025), menyampaikan kesiapan AS untuk memfasilitasi "pembicaraan konstruktif" demi menghindari konflik lanjutan.
“Kami siap membantu memulai dialog konstruktif agar bentrokan tidak berkembang menjadi perang terbuka,” ujar Rubio seperti dikutip dari pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) AS.
Rubio juga aktif menjalin komunikasi dengan Perdana Menteri (PM) Pakistan, Shehbaz Sharif, dan Menlu India, Subrahmanyam Jaishankar, sejak akhir April 2025.
Namun di dalam negeri AS sendiri, pernyataan para pejabat tinggi justru terbelah. Presiden Donald Trump menyebut ketegangan ini sebagai “sebuah rasa malu”, sementara Wakil Presiden J.D. Vance justru menyatakan “perang antara India dan Pakistan bukan urusan kami.”
Konflik terbaru ini bermula dari serangan kelompok militan Islamis pada 22 April 2025 di wilayah Kashmir yang dikelola India, menewaskan 26 orang.
India langsung menuding Pakistan sebagai dalang, tuduhan yang langsung dibantah Islamabad yang justru meminta investigasi netral.
Di tengah klaim saling tuding dan serangan balasan, perhatian global tertuju pada wilayah Kashmir—daerah mayoritas Muslim di Pegunungan Himalaya yang diklaim penuh oleh India dan Pakistan, tetapi hanya sebagian dikuasai masing-masing.
Wilayah ini telah menjadi titik api yang memicu perang, pemberontakan, dan kebuntuan diplomatik selama puluhan tahun.
Meski India kini menjadi mitra strategis Barat untuk menyeimbangkan pengaruh China, Pakistan tetap menjadi sekutu AS, meski perannya menurun sejak pasukan AS angkat kaki dari Afghanistan pada 2021.
Satu hal yang pasti: dunia kini menanti apakah kedua tetangga bersenjata nuklir ini akan memilih meja perundingan atau kembali ke medan perang.
(REUTERS /Khalied Malvino)