KABARINDO, JAKARTA - Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil (MA) sebagai tersangka dalam perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Karena ditemukannya ada fakta-fakta hukum baru berupa perbuatan menerima gratifikasi dan TPPU dalam jabatannya selaku Bupati Kepulauan Meranti maka KPK kembali tetapkan MA sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Ali mengatakan besaran awal penerimaan gratifikasi dan TPPU oleh yang bersangkutan mencapai sekitar puluhan miliar rupiah di antaranya dalam bentuk aset tanah dan bangunan.
Juru bicara berlatar belakang jaksa itu menerangkan proses penyidikannya telah berjalan dan pengumpulan alat bukti melalui pemeriksaan saksi-saksi saat ini mulai terjadwal.
Untuk diketahui, Tim penyidik KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil pada Kamis malam (6/6/2023) dan langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik lembaga antirasuah.
Proses hukum perkara tersebut terus berjalan hingga akhirnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau, menjatuhkan vonis sembilan tahun penjara kepada Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil dalam perkara korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp19 miliar lebih.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa pidana penjara selama sembilan tahun dan denda Rp600 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," kata Ketua Majelis Hakim M. Arif Nuryanta saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru, Kamis (21/12/2023).
Selain itu, Muhammad Adil juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp17,8 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
Apabila hartanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka digantikan dengan pidana kurungan selama tiga tahun.
Vonis tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi pada sidang beberapa waktu sebelumnya.
Usai mendengar amar putusan dibacakan, Muhammad Adil dan kuasa hukumnya memutuskan untuk mengajukan banding.
"Tidak apa-apa. Nanti kita mengajukan banding," sebutnya kepada awak media sebelum meninggalkan ruang sidang.
Muhammad Adil yang menjadi pesakitan dalam perkara korupsi ini dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan pemotongan 10 persen uang persediaan dan ganti uang kepada kepala organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Penyerahan uang dari OPD itu dibuat seolah-olah sebagai utang, padahal OPD tidak mempunyai utang kepada terdakwa. Mau tak mau para kepala OPD menuruti perintah Muhammad Adil untuk menyerahkan uang dengan alasan loyalitas.
Dari pemotongan uang tersebut, pada tahun 2022 Muhammad Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih. Sedangkan pada 2023 menerima sekitar Rp5 miliar. Total uang pemotongan yang diterima terdakwa selama rentang waktu tersebut sebesar Rp17,28 miliar.
Kedua, Muhammad Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku Kepala Perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp750 juta.
PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jamaah umrah program pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Jamaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan biaya menggunakan APBD tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 orang jamaah dan Muhammad Adil selaku bupati meminta fee Rp3 juta dari setiap jamaah yang diberangkatkan.
Ketiga, Muhammad Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023 memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa sebesar Rp1,1 miliar dengan maksud agar Kabupaten Kepulauan Meranti mendapat penilaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan tahun 2022.
Uang yang terima digunakan Adil untuk kebutuhan pribadi, operasional bupati, pembelian minuman kaleng dan lainnya. Selain itu, uang tersebut diketahui juga diberikan kepada istri siri terdakwa, Fitria Nengsih.