KABARINDO, JAKARTA - Direktur Utama RS Mata JEC @ Kedoya DR. Dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM(K), Katarak merupakan gangguan mata yang menyebabkan lensa mata menjadi keruh. Ini membuat cahaya tidak dapat melewatinya dengan benar sehingga menyebabkan penglihatan buram, berbayang, dan silau.
Hal tersebut diungkapkan dalam gelaran JEC Eye Talks bersama media di RS Mata JEC, Kedoya, Auditorium Istiantoro Lantai 9, Jl. Terusan Arjuna Utara No. 1, Kedoya, Jakarta Barat, Kamis (26/6/2024).
"Kesadaran tentang katarak yang masih terbatas memunculkan anggapan bahwa penyakit ini hanya diderita oleh lansia. Padahal, katarak dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang usia," paparnya.
Dr. Setiyo Budi Riyanto juga mengatakan bahwa situasi bahwa ketidakpahaman mengenai katarak sebagai alasan utama keengganan pasien untuk dioperasi perlu menjadi catatan bersama.
"Kami di JEC terus menekankan pentingnya pemeriksaan mata secara berkala sebagai langkah antisipatif yang jitu untuk penanganan gangguan mata sedini mungkin, termasuk katarak. Bukan hanya lansia, tetapi justru semua kalangan usia," imbuhnya lagi.
Dengan mengetahui kondisi katarak lebih awal, penyandang bisa terhindar dari risiko semakin menurunnya kualitas hidup akibat pandangan yang semakin kabur. Pun bagi penderita katarak yang sampai tahap buta, tak perlu berkecil hati.
"Tindakan operasi katarak dengan beragam opsi merupakan solusi untuk mengembalikan kondisi pandangan seperti semula - sebelum terserang katarak. Dengan catatan, tidak ada kelainan pada saraf mata pasien," pungkas Dr Budi.
Perlu dipahamj, selain kualitas hidup terganggu (karena penyandang mesti bergantung pada orang lain, perubahan aktivitas karena terbatasnya pandangan, sampai ancaman kesehatan mental), katarak yang tak ditangani dapat mengakibatkan produktivitas terhambat, sampai kerugian finansial yang signifikan.
Kementerian Kesehatan memperkirakan bahwa pengeluaran rata-rata pasien yang mengalami kebutaan mencapai hampir dua kali lipat dari biaya lainnya. Sementara, pasien yang buta pada kedua mata diperkirakan mengeluarkan biaya Rp 170-196 juta. Belum lagi ditambah biaya tidak langsung yang cukup besar karena kerugian produktivitas.
Pemerintah sendiri telah menetapkan penurunan prevalensi gangguan penglihatan akibat katarak sebagai prioritas dalam “Program Penanggulangan Gangguan Penglihatan pada Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan di Indonesia Tahun 2017-2030”.
Berbagai upaya terus dijalankan oleh pemerintah, termasuk memperluas edukasi terkait katarak serta meningkatkan kualitas dan cakupan deteksi dini dan operasi katarak secara cepat dan optimal.
Katarak, masih menjadi momok terbesar gangguan penglihatan di dunia. Pada 2020 saja, secara global, lebih dari 100 juta orang menderita katarak dan 17 juta di antaranya mengalami kebutaan. Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) menyebut penyandang kebutaan berjumlah 1,6 juta orang, dengan sekitar 80 persen disebabkan oleh katarak. Meski bisa menyebabkan buta, katarak sebenarnya sangat bisa direhabilitasi, yakni dengan operasi.
Sayangnya, masih banyak penyandang katarak yang belum menjalani operasi. Ironisnya lagi, alasan terbanyak belum adanya tindakan adalah karena penyandang katarak yang tak sadar mengidap gangguan penglihatan ini! Kementerian Kesehatan menyebut, selain alasan utama tidak menyadari menyandang katarak (51,6 persen); keengganan pasien juga lantaran ketidakmampuan membiayai (11,6 persen) dan takut operasi (8,1 persen). Artinya, edukasi mengenai katarak belum optimal, dan harus kian digalakkan.
Memahami situasi tersebut, eye care leader di Indonesia, JEC Eye Hospitals and Clinics bersama PERDAMI terus menggiatkan sosialisasi mengenai katarak kepada masyarakat. Yang terkini, melalui Peringatan Bulan Kesadaran Katarak 2024 (berlangsung sepanjang Juni), berupa kegiatan JEC Eye Talks bersama para jurnalis media di Tanah Air.
Tak hanya dalam tataran peningkatan kesadaran, JEC akan memberikan tindakan operasi katarak gratis kepada masyarakat pada Oktober 2024 nanti; bagian dari inisiatif berkelanjutan Bakti Katarak yang telah berjalan selama lebih dari empat puluh tahun terakhir. Foto: Orie Buchori/Kabarindo.com