Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Hukum & Politik > Deddy Corbuzier hingga Psikolog Harap Pemilik Madani Boarding School “Herry Wirawan” Dihukum Mati!

Deddy Corbuzier hingga Psikolog Harap Pemilik Madani Boarding School “Herry Wirawan” Dihukum Mati!

Hukum & Politik | Minggu, 12 Desember 2021 | 10:08 WIB
Editor : Orie Buchori

BAGIKAN :
Deddy Corbuzier hingga Psikolog Harap Pemilik Madani Boarding School “Herry Wirawan” Dihukum Mati!

KABARINDO, JAKARATA – Pemilik  Madani Boarding School (bukan pesantren) di kawasan Bandung  Jawa Barat Herry Wirawan terancam 20 tahun penjara berkat segudang tuduhan yang dilayangkan kepadanya. Ia pun dituntut untuk dikebiri karena memperkosa anak-anak di bawah umur.

Pihak orangtua dari korban pun ada yang meminta agar Herry Wirawan dikebiri. Pun suara masyarakat yang dilontarkan di media sosial.

Tapi, apakah 20 tahun penjara dan dikebiri saja cukup untuk tindakan keji yang sudah dilakukan Herry Wirawan? Menurut Deddy Corbuzier dan Psikolog Klinis Meity Arianty tidak, karena mereka meminta hukuman mati.

Bukan tanpa alasan hukuman mati dianggap layak untuk Herry Wirawan. Menurut Deddy Corbuzier, apa yang dilakukan Herry benar-benar di luar otak manusia. Dia sudah sakit dan mungkin saja jika dibiarkan hidup lalu bebas dari penjara, perilaku jahatnya bisa muncul lagi.

"Kalau orang sudah sakit, ini kan dia sakit jiwa, sudah psikopat, nah kalau orang ini dikebiri, bukan mengartikan bahwa perilaku dia yang lain tidak semakin buas. Bisa saja setelah itu dia makin buas," kata Deddy di channel Youtube-nya, belum lama ini.

“Herry dimasukan ke penjara, gue enggak tahu diapakan sama orang-orang di penjara atau dia memperkosa orang di penjara. Kan gua enggak tahu penyakit dia sebenarnya apa," lanjutnya lagi.

Ia pun menegaskan bahwa jika publik bertanya soal hukuman setimpal untuk Herry Wirawan pemerkosa 14 santriwati, jawabannya hukuman mati.

"Kalau nanyanya gue, orang-orang seperti ini hukumannya mati! Kalau kita ngomongin HAM, HAM itu hak asasi manusia, untuk manusia, (sedangkan) ini kodok kurap bukan manusia. Jadi, enggak ada tuh kita bicara HAM untuk peristiwa seperti ini, beneran enggak ada. This is my opinion, gue enggak menyarankan orang-orang untuk ngikutin opini gue," tambah Deddy di video yang sudah ditonton lebih dari 3,3 juta dalam waktu sehari.

"Orang seperti ini tidak layak hidup di Indonesia, tidak layak hidup di dunia. Enggak layak hidup basic-nya," tegas Deddy Corbuzier lagi.

Psikolog Klinis Meity Arianty mengutarakan hal senada dengan Deddy Corbuzier. Dasar penilaian Mei, sapaan akrabnya, cukup jelas bahwa perilaku Herry Wirawan itu abnormal dan mengarah pada tindakan psikopat.

Menurutnya Meity, orang seperti ini berbahaya sekali ada di tengah-tengah masyarakat, sehingga hukuman penjara saja tidak akan cukup, bahkan mungkin hukuman seberat apapun tidak berpengaruh pada korban-korbannya dan keluarga korban yang menanggung derita seumur hidup.

“Para korban dan keluarganya bukan hanya menanggung malu dan beban mental, karena korbannya itu sendiri sudah mati secara karakter. Pelaku sudah merusak masa depan, membunuh harapan-harapan, dan membunuh mimpi-mimpi para santriwati tersebut. Parahnya, anak yang dikandung korban juga akan trauma dan menanggung beban psikologis kelak saat dilahirkan,” terangnya.

Mei melanjutkan, jangan sampai nanti ada yang berpikir ini pembunuhan karakter guru agama dan jika pegiat-pegiat HAM ikut bersuara dengan dalih membela HAM karena pelaku harus diberikan kesempatan dan memiliki hak yang sama, maka tolong pakai hati kita untuk melihat dengan jernih betapa naasnya masa depan santriwati-santriwati tersebut, yang bisa jadi saat ini mereka hidup tapi terasa mati.

"Sudah waktunya pemerintah menerapkan hukuman mati bagi pelaku kejahatan seperti ini. Mengapa aku mengatakan bahwa hanya hukuman mati yang paling tepat buat pelaku, karena jika melihat karakteristik pelaku, aku ingat yang disampaikan oleh Harpur & Hare pada tahun 1994 bahwa sifat egosentris, manipulative, tidak memiliki empati, tidak memiliki rasa bersalah dan tidak menyesal, serta tidak punya perasaan pada orang lain, biasanya sifat-sifat ini relatif stabil bahkan dengan bertambahnya usia, sehingga jika pelaku ini dipenjara hanya 20 tahun dan dia bebas sekitar usia 50-an, maka kemungkinan dia melakukan kembali perbuatannya masih sangat besar," cecar Mei lagi .
 

Mungkin ada yang berpikir seseorang bisa saja bertaubat dan setiap orang bisa berubah, namun jika kemungkinan itu kecil, maka tidak perlu 'gamble' untuk itu.

“Aku tahu bahwa hukuman mati tidak akan dapat menghapus derita santriwati-santriwati itu, tapi minimal ini bisa menjadi pelajaran bagi orang lain di luar sana sehingga tidak ada lagi kasus seperti ini," jelasnya.

 


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER