Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

Beranda > Olahraga > Dari Emas ke Perunggu: Alarm Evaluasi Sepak Takraw Indonesia di SEA Games

Dari Emas ke Perunggu: Alarm Evaluasi Sepak Takraw Indonesia di SEA Games

Olahraga | 1 jam yang lalu
Editor : Orie Buchori

BAGIKAN :
Dari Emas ke Perunggu: Alarm Evaluasi Sepak Takraw Indonesia di SEA Games

KABARINDO, JAKARTA - Prestasi cabang olahraga sepak takraw Indonesia di ajang SEA Games menunjukkan dinamika yang kontras dari satu edisi ke edisi berikutnya. Kejayaan yang sempat diraih di SEA Games 2023 Kamboja kini bergeser menjadi catatan evaluatif serius setelah capaian yang lebih rendah di SEA Games 2025 Thailand.

Pada SEA Games 2023 di Phnom Penh, sepak takraw tampil sebagai salah satu andalan kontingen Merah Putih. Indonesia sukses menyumbangkan dua medali emas, satu perak, dan dua perunggu—sebuah pencapaian yang mengukuhkan posisi sepak takraw sebagai cabang tradisional yang tetap kompetitif di tingkat Asia Tenggara.

Salah satu momen puncak datang dari nomor men’s team double, ketika tim putra Indonesia menaklukkan Myanmar dengan skor 2-0 dan mempersembahkan medali emas. Raihan tersebut bukan hanya memperkaya pundi medali Indonesia, tetapi juga memberi momentum kebanggaan bagi sepak takraw nasional di panggung regional.
Namun, cerita berbeda tersaji dua tahun berselang di Thailand. Pada SEA Games 2025, performa tim nasional sepak takraw Indonesia mengalami penurunan signifikan.

Dari berbagai nomor yang dipertandingkan, Indonesia hanya mampu meraih tiga medali: dua perunggu dari nomor beregu putra dan beregu putri, serta satu perak dari nomor kuadran campuran setelah kalah di partai final dari tuan rumah Thailand. Di nomor lainnya, Indonesia gagal menembus podium tertinggi.

Jika dibandingkan dengan capaian di Kamboja, hasil tersebut mencerminkan kemerosotan baik dari sisi jumlah maupun kualitas medali. Pergeseran dari emas ke perak dan perunggu menjadi sinyal kuat bahwa daya saing sepak takraw Indonesia sedang menghadapi tantangan serius.

Penurunan prestasi ini tidak bisa dilihat semata sebagai fluktuasi hasil pertandingan. Ada sejumlah faktor krusial yang patut dikritisi secara objektif. Pertama, tingkat persaingan di kawasan Asia Tenggara semakin ketat. Negara-negara seperti Thailand dan Vietnam menunjukkan perkembangan pesat, baik dari aspek teknik, taktik, maupun kedalaman pemain. Thailand sebagai tuan rumah bahkan tampil dominan di hampir semua nomor.

Kedua, kesiapan tim dan strategi kompetitif Indonesia tampak belum mampu menandingi konsistensi lawan. Hasil di Thailand mengindikasikan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pola pelatihan, pendekatan taktik, serta sistem pembinaan jangka panjang.

Fakta bahwa kemenangan di satu edisi SEA Games tidak menjamin kejayaan berkelanjutan menjadi pelajaran penting. Tanpa pembinaan yang terstruktur—mulai dari pengembangan atlet muda, kompetisi domestik yang kompetitif, hingga peningkatan kualitas pelatih dan fasilitas—Indonesia berisiko terus tertinggal.

Sepak takraw, sebagai olahraga tradisional Asia Tenggara, memiliki peta kekuatan yang berubah cepat. Ketika negara lain melaju dengan inovasi teknis dan taktis, Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada pengalaman historis.

Penurunan prestasi di SEA Games 2025 harus dipandang sebagai alarm evaluasi, bukan sekadar catatan kekalahan. Adaptasi metode pelatihan terhadap standar internasional, penguatan kompetisi nasional, serta kemauan belajar dari negara-negara yang sukses menjadi langkah krusial untuk membangun kembali fondasi prestasi.

Kisah sepak takraw Indonesia di Thailand menjadi pengingat bahwa prestasi bukanlah simbol semata, melainkan hasil dari proses panjang yang menuntut pembenahan berkelanjutan. Tanpa evaluasi serius, sulit berharap Indonesia kembali menjadi kekuatan dominan di panggung sepak takraw Asia Tenggara—apalagi dunia.


RELATED POST


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER